Saturday, August 18, 2012

Setelah Irak, Giliran Uganda Tertarik Akuisisi Panser Pindad


Menteri Pertahanan Uganda Crispus Kiyonga tertarik dengan produk helikopter dan panser buatan Indonesia.

Ketertarikannya itu diungkapkan Kiyonga dalam pertemuannya dengan Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin di Ruang VIP Bandar Udara Entebbe, Uganda, Jumat (17/8/2012).

Wartawan Kompas Subur Tjahjono melaporkan dari Entebbe, Sjafrie didampingi Direktur Utama PT Pindad Adik Avianto Sudarsono. Sjafrie dan Adik menjelaskan produk PT Pindad yaitu senjata serbu SS-2 dan panser Anoa.

"Kami juga memproduksi helikopter di PT Dirgantara Indonesia," ujar Sjafrie.

"Kami perlu di-briefing terlebih dahulu dengan produk itu," ujar Kiyonga.Kiyonya juga diberi miniatur senjata SS-2 dan panser Anoa pada akhir pertemuan. 


Sumber : Kompas

2013 Anggaran Militer Capai Rp. 77.7 T, DPR Akan Perketat Pengadaan Alutsista




Kenaikan anggaran pertahanan seperti disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menyampaikan nota RAPBN 2013 di DPR, Kamis (16/8) malam mendapat respon positif dari DPR. Terlebih lagi, anggaran Rp 77,7 triliun untuk untuk Kementrian Pertahanan ternyata terbesar dibanding anggaran untuk kementrian lainnya, termasuk Kementrian Pendidikan Nasional.

Meski demikian peningkatan anggaran itu juga harus dibarengi dengan pengawasan ketat. Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR, pengawasan DPR atas anggaran perthanan juga perlu menjangkau hingga tingkat jenis alat utama sistem persenjataan yang akan dibeli.


"Pembelian alutsista harus mendukung perusahaan alutsista dalam negeri. Pengelolaanya harus transparan dan kita minta akuntabilitas angggarannya," kata Hasanuddin di sela-sela peringatan HUT RI ke 67 di Kantor DPP PDIP Jakarta, Jumat (17/8).


Sebelumya Presiden SBY saat menyampaikan nota keuangan RAPBN 2013 di depan DPR, Jumat (16/8) malam menyatakan bahwa terdapat tujuh kementrian yang mendapat alokasi anggaran di atas Rp 20 triliun. Kementrian pertahanan berada di peringkat pertama dengan anggaran Rp 77,7 triliun. Angka itu meningkat dari anggaran tahun 2012 yang dipatok Rp 64,4 triliun.


Hasanuddin menambahkan, penggunaan anggaran pertahanan harus benar-benar transparans. Karenanya, kata politisi PDI Perjuangan itu, pengawasan penggunaan anggaran pertahanan pun harus benar-benar dilakukan.


Sekretaris Militer Kepresidenan di zaman Presiden Megawati itu mencontohkan rencana pembelian Tank Leopard dari Belanda yang awalnya diusulkan harga per unitnya Euro 2,5 juta. Ternyata setelah dikritisi DPR, harganya bisa ditekan menjadi Euro 1 juta.


Karenanya pensiunan TNI dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal itu menegaskan, DPR akan memperketat pengawasan terhadap usulan-usulan pengadaan alutsista termasuk rencana pembelian pesawat tempur dan kapal selam. "Jangan sampai anggaran itu diselewengkan sementara alutsistanya tak cocok dengan kondisi medan di Indonesia," ucapnya.



Sumber : JPNN

Indonesia dan Tiongkok akan Produksi Misil Bersama


16 Agustus 2012, Jakarta: Rencana untuk memproduksi bersama misil itu pertama muncul bulan Juli, pembicaraan yang kemudian dilanjutkan ketika Menteri Luar Negeri Tiongkok Yang Jiechi berkunjung ke Jakarta minggu lalu. Kementerian Pertahanan Indonesia menegaskan bahwa perjanjian untuk produksi misil itu akan ditandatangani Indonesia dan Tiongkok bulan Maret 2013. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Michael Tene mengatakan, kerjasama itu merupakan bagian dari tujuan yang lebih luas untuk meningkatkan kemampuan militer Indonesia. “Kami membangun hubungan dekat dengan semua negara sahabat untuk mengembangkan kemampuan pertahanan kami, bukan hanya melalui perbekalan, tetapi juga investasi dan produksi bersama untuk meningkatkan kemampuan kami mengembangkan industri pertahanan dan tentu saja dengan Tiongkok juga, kami punya banyak kerjasama untuk mengembangkan industri di bidang itu,” papar Tene. Rencana produksi misil bersama itu dikemukakan selagi ketegangan memuncak di Laut Cina Selatan. Menteri-menteri ASEAN bulan lalu gagal menyepakati tata perilaku multilateral untuk menyelesaikan klaim-klaim teritorial yang tumpang tindih. Para analis politik mengatakan kegagalan itu mengakibatkan tata perilaku multilateral itu lebih memperkuat posisi Tiongkok untuk mendominasi sengketa bilateral dengan negara-negara yang lebih kecil di kawasan itu. Namun, Kementerian Pertahanan Indonesia menyangkal bahwa rencana untuk memproduksi misil laut berjangkauan 120 kilometer dengan bantuan Tiongkok adalah mengenai pembangunan aliansi yang lebih kuat terkait sengketa maritim itu. Analis pertahanan Universitas Indonesia Yohannes Sulaiman mengatakan, Indonesia hanya berusaha mendesakkan tawaran terbaiknya yang bisa diperoleh dan tetap tergantung pada Amerika untuk piranti keras militernya. “Jika hal yang tidak diinginkan terjadi di Papua, Amerika akan melakukan embargo militer dan kita akan kekurangan pasokan. Itulah sebabnya militer berusaha memperluas hubungannya, khususnya dengan Tiongkok, sebagai pemasok lain senjata,” ujar Sulaiman. Amerika memberlakukan embargo militer enam tahun terhadap Indonesia tahun 1999 terkait isu HAM di Timor Timur. Sulaiman mengatakan banyak perwira militer dan jenderal Indonesia menyampaikan keprihatianan bahwa tuduhan pelanggaran HAM di Papua Barat yang kaya mineral bisa memicu embarago lainnya. Pada saat bersamaan, katanya, Indonesia hampir tidak punya strategi besar mengenai bagaimana menanggapi kekuatan regional saat ini yang dimainkan Amerika dan Tiongkok. Sementara Indonesia mengembangkan hubungan dengan semua pihak yang terkait sengketa Laut Cina Selatan, Amerika minggu ini memperingatkan bahwa ada upaya untuk memecah belah dan menguasai Laut Cina Selatan, dan mengulangi dukungannya atas tata perilaku multilateral di jalur perdagangan global itu. Sumber: VOA

Presiden: Prioritas Sumber Persenjataan dari Dalam Negeri


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, didampingi Ketua DPR Marzuki Alie, dan Ketua DPD Irman Gusman, berjalan memasuki ruangan saat akan menyampaikan keterangan pemerintah atas RUU RAPBN Tahun Anggaran 2013 beserta Nota Keuangannya di depan Rapat Paripurna DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8) malam. (Foto: ANTARA/Ismar Patrizki/pd/12) 16 Agustus 2012, Jakarta: Presiden Susilo Yudhoyono menegaskan, modernisasi persenjataan dan sistem persenjataan TNI menjadi prioritas pemerintah saat ini dan ke depan. Satu hal yang jadi komitmen pemerintah adalah sumber persenjataan itu berasal dari dalam negeri. Pensiunan jenderal TNI AD itu menyatakan hal itu di depan Sidang Paripurna DPR dalam pidato pengantar nota RAPBN 2013. Sidang paripurna dipimpin Ketua DPR, Marzuki Alie, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis malam. Walau tidak merinci jenis dan tipe persenjataan buatan Indonesia yang dimaksud, Yudhoyono menekankan kepentingan pengadaan senjata itu dari dalam negeri dengan sejumlah argumen pokok. Beberapa BUMN Industri Strategis Nasional telah lama berkiprah dalam produksi senjata, sistem persenjataan, dan wahana pengangkut personel atau tempur. Di antaranya adalah PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, dan PT PAL, yang produk-produknya telah dipakai di lingkungan TNI dan beberapa negara sahabat. CN-235 MPA dan CN-235 VIP buatan PT DI dibeli pemerintah Korea Selatan untuk kepentingan South Korean Coast Guard dan pesawat kepresidenannya. Salah satu yang dilirik adalah armoured personnel carrier Anoa dan senapan serbu SS-2 buatan PT Pindad; yang terakhir ini ditawarkan Wakil Menteri Pertahanan, Sjahfire Sjamsuddin, kepada militer Irak, baru-baru ini. Sumber: ANTARA News

Indonesia Mulai Bersuara di Industri Militer Dunia


Jakarta - Indonesia kini sudah jauh berkembang. Bahkan sudah mulai dilirik sektor industri militer dunia. Bukan sebagai konsumen, melainkan produsen. Benarkah? Teknologi militer untuk pertahanan dan keamanan tidak lagi didominasi Amerika dan Eropa. Kini Indonesia pun sudah memproduksi persenjataan militer buatan anak bangsa. Di penghujung Maret 2012 lalu, sebanyak 50 roket R-Han 122 diluncurkan di Pusat Latihan Tempur TNI Angkatan Darat Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan. Wakil Menteri Pertahanan dan Keamanan Sjafrie Sjamsoeddin, Deputi Bidang Relevansi dan Produktivitas Riset Kementerian Ristek Iptek Teguh Rahardjo, Wakil Gubernur Sumatra Selatan Eddy Yusuf, Pangdam II/Sriwijaya Mayor Jenderal Nugroho Widyotomo, dan Komandan Kodiklat TNI-AD Letnan Jenderal Gatot Numantyo ikut hadir dalam peristiwa bersejarah itu karena untuk pertama kalinya diluncurkan roket militer buatan Indonesia. Peluncuran roket berlangsung mulus. Roket R-Han 122 ini merupakan pengembangan roket sebelumnyam D-230 tipe RX 1210 yang dikembangkan Kementerian Riset dan Teknologi, yang memiliki kecepatan maksimum 1,8 mach. Perjalanan lahirnya roket militer R-Han 122 ini pun cukup panjang. Berawal pada 2007 saat Kementerian Riset dan Teknologi membentuk Tim D230 untuk mengembangkan roket berdiameter 122 mm dengan jarak jangkau 20 kilometer. Prototipe roket D-230 ini dibeli Kementerian Pertahanan dan Keamanan untuk memperkuat program seribu roket. Maka pemerintah membentuk Konsorsium Roket Nasional dengan ketua konsorsium PT Dirgantara Indonesia (DI), sebagai wadah memasuki bisnis massal. Ketua Program Roket Nasional Sonny R Ibrahim menjelaskan rencana pembuatan roket secara massal sudah ada sejak 2005. Namun, baru dikembangkan roket D-230 pada 2007 hingga terbentuk konsorsium tersebut. Dalam konsorsium itu beranggotakan sejumlah industri strategis yang mengerjakan bermacam komponen roket. "Kami ditunjuk sebagai ketua konsorsium. Kami tinggal meminta kepada perusahaan-perusahaan itu untuk membuat ini itu untuk komponen roket. Kemudian dirancang di PT DI," jelas Sonny. Disebutkannya di dalam konsorsium terdapat PT Pindad yang mengembangkan launcher dan firing system dengan menggunakan platform GAZ, Nissan, dan Perkasa yang sudah dimodifikasi dengan laras 16/ warhead dan mobil launcher (hulu ledak). Kemudian PT Dahana menyediakan propellant. PT Krakatau Steel mengembangkan material tabung dan struktur roket. PT Dirgantara Indonesia membuat desain dan menguji jarak terbang. Pendukung lainnya seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) turut mendukung dengan menyediakan alat penentu posisi jatuh roket. ITB menyediakan sistem kamera nirkabel untuk menangkap dan mengirim gambar saat roket tiba di sasaran. Sejumlah perguruan tinggi lainnya, yakni UGM, ITS, Universitas Ahmad Dahlan, dan Universitas Suryadharma, ikut terlibat di dalam pengembangan roket tersebut. Nama D-230 kemudian diganti menjadi R-Han 122 karena sudah dibeli Kementerian Pertahanan. Sistem isolasi termal untuk membuat roket militer tidaklah mudah. Para periset beberapa kali melakukan uji coba hingga menemukan kesempurnaan pada roket R-Han 122 itu. Dijelaskan Sonny, pada 2003 para periset menggunakan material kritis dengan ketebalan baja 1,2 mm, tetapi produk justru cepat jebol. "Tahun itu tahun jebol karena roket-roket yang diuji rusak atau jebol." Kemudian para peneliti mulai memperbaiki sistem isolasi termal. Saat roket meluncur sempurna dibutuhkan suhu 3.000 derajat Celcius. Pembakaran dengan menghasilkan suhu tinggi bisa berakibat fatal apabila sistem isolasi termal tidak bekerja dengan baik. Karena itu, di ruang isolasi termal diberi karet atau polimer yang bisa menghambat panas. Untuk material roket, dipilih bahan yang ringan, yakni aluminium, karena bisa menghambat panas. Perubahan-perubahan itu ternyata menghasilkan roket yang tidak pernah rusak saat diujicobakan. "Karena termalnya bekerja cukup baik, roket itu bisa terbang tepat sasaran dan tidak pernah rusak selama uji roket," imbuh Sonny. R-Han 122 berfungsi sebagai senjata berdaya ledak optimal dengan sasaran darat dan jarak tembak sampai 15 km. Sebelumnya PT Pindad telah memproduksi panser yang merupakan hasil pengembangan riset dari BPPT sejak 2003. PT Pindad meneruskan hasil riset BPPT khususnya untuk panser Angkut Personel Sedang (APS). PT Pindad dan BPPT akhirnya mengembangkan riset APS-1 sampai ke APS-3. Pada APS-3 ini punya kemampuan bermanuver di darat, perairan dangkal dan danau. Pengembangan riset tersebut akhirnya menghasilkan varian 4X4 dan disempurnakan untuk diaplikasikan kemampuan amfibinya pada varian 6x6. Ujicoba panser APS-3 ini dilakukan awal 2007 dan pada 10 Agustus 2008 bertepatan dengan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional. Kementerian Pertahanan memberi nama APS3-ANOA. Sejak itu Pindad memproduksi 10 panser pertama APS-3 ANOA. Dalam perkembangannya, Pindad terus mengeluarkan seri-seri terbaru APS-3 ANOA ini. Selain varian kombatan, ANOA juga memiliki varian lain seperti untuk angkut medis, logistik, armored recovery vehicle (penderek ranpur yang sedang mogok) dan varian mortir. Saat ini Kementerian Pertahanan telah memesan 100 panser ANOA yang ternyata disukai negara-negara tetangga. Salah satunya Malaysia yang sudah berminat membeli sejumlah panser ANOA dari PT Pindad. Dan tak kalah penting, panser buatan Indonesia ini juga dipakai untuk kelengkapan persenjataan Pasukan Perdamaian PBB di Lebanon. Sumber : INILAH

Menhan Klarifikasi Isu Pengadaan Alutsista


15 Agustus 2012, Jakarta: Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, didampingi Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan (Sekjen Kemhan) Marsdya TNI Eris Herryanto, S.IP, MA., Wakil Kepala Staf Angkatan dan sejumlah pejabat di jajaran Kemhan/TNI mengadakan Konferensi Pers dengan wartawan media massa nasional dan Internasional, Rabu (15/8) di kantor Kemhan, Jakarta. Konferensi Pers ini dilaksanakan dalam rangka memberikan klarifikasi terhadap isu dan pemberitaan yang berkembang di media massa dan sejumlah rencana pengadaan serta pembelian Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) TNI yang dilakukan oleh Kemhan. Dalam kesempatan ini Menhan memberikan klarifikasi terhadap pemberitaan tentang anggapan bahwa buku biru (Blue Book) yang sudah diterbitkan tahun 2009 tidak pernah diimplemastasikan, kalau diimplementasikan isinya berubah. Selanjutnya, Kemhan juga dianggap keluar dari jalur yang sudah direncanakan, seperti pembelian Tank Leopard dianggap tidak masuk dalam Buku Biru. Kemhan tidak pernah menunjukan barangnya apa, berapa harganya, spesifikasi dan model Alutsista apa yang akan dibeli. Dan yang terakhir disebutkan adanya pemerintah dalam hal ini Kemhan juga diminta untuk lebih memperhatikan kesejahteraan prajurit. Menjawab beberapa isu tersebut, Menhan menjelaskan Kemhan menerbitkan Produk Strategis I yang meliputi Doktrin Hanneg, Postur Hanneg, Strategi Hanneg, Buku Putih Hanneg, Penyelarasan MEF dan MEF TNI 2010-2024 yang isinya perencanaan 2010-2024 bagi pembangunan kekuatan TNI sudah mengalami revisi. Kemudian diadakan suatu Revisi karena adanya perubahan perkembangan yang disebut dinamika lingkungan strategis global regional dan nasional selama kurun waktu 2,5 tahun dari tahun 2010 hingga pertengahan 2012. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan perkembangan lingkungan strategis tersebut. Dari hasil revisi Produk Strategis I, Kemhan telah mengeluarkan Produk Strategis II di bidang pertahanan yang dikenal dengan Strategic Defense Review (SDR). “Selama dua tahun, Kemhan telah me-review perkembangan lingkungan strategis seperti perkembangan di laut Cina Selatan dan lainnya yang nantinya akan mempengaruhi penyesuaian di dalam perencanaan”, jelas Menhan. Menurut Menhan, dinamika keadaan terkadang harus merubah rencana awal untuk disesuaikan agar sampai ke tujuan, sama dengan rencana besar dalam pembangunan kekuatan pertahanan, itu dalam 2,5 tahun juga mengalami perubahan. Sementara itu mengenai proses perencanaan MEF Menhan mengatakan telah melalui beberapa tahap yang diawali dengan pembahasan dalam tujuh kali Sidang Kabinet sampai kemudian terbitlah dengan apa yang disebut Master List yang berisi rencana pembelian Alutsista selama lima tahun. Master list tersebut isinya tidak menyebutkan secara spesifik mengenai misalnya Tank Leopard, tetapi karena ini tataran makro nasional, maka isinya adalah Main Battle Tank (MBT). Sedangkan implementasinya ditentukan dalam tingkatan yang lebih rendah lagi bukan di Sidang Kabinet. Adapun proses selanjutnya, pada tanggal 28 Okotber 2011 Bapennas mengeluarkan Blue Book dan kemudian Menteri Keuangan mengeluarkan persetujuan dengan mengeluarkan Green Book atau Penetapan Sumber Pembiayaan pada tanggal 20 Desember 2011. Karena menurut Menhan, pembelian Alutsista yang ada di Master List harus menggunakan persetujuan Bapennas dan Menteri Keuangan. “Jadi kalau melihat jangan melihat Blue Booknya tetapi melihatlah yang sudah direvisi dimana finalnya itu adalah dalam bentuk Green Book di Kemkeu yang diterbitkan tanggal 20 Desember 2011”, ujar Menhan. Jika sudah disetujui melalui Green Book dan masih terdapat perubahan rencana pembelian masih dapat dilakukan jika hanya dalam rangka untuk mempercepat pembangunan kekuatan MEF pada tahun 2024 serta tidak menambah alokasi anggaran yang sudah ditentukan di dalam Green Book. Untuk implementasinya nanti ditentukan oleh tingkatan yang dibawah. Mekanisme Pengadaan Alutsista Adapun mengenai mekanisme proses pengadaan Alustista, Menhan menjelaskan berjalan secara Button Up yaitu dengan melibatkan user atau pengguna dalam hal ini dengan setiap Mabes Angkatan untuk menentukan spesifikasi jenis Alutsista yang akan diadakan. Selanjutnya, rencana ini masuk kepada kebutuhan operasi di Mabes TNI dan selanjutnya diproses di Kemhan lewat Tim dibawah kendali Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) yang dipimpin oleh Sekjen. Kemudian selanjutnya diproses untuk kontrak perjanjian pinjaman oleh Kemku kemudian pencabutan tanda bintang di DPR. “Jadi pada waktu proses pencabutan tanda bintang itu dibahas oleh High Level Committee (HLC) dan Tim Panja Alutsista DPR, dan itu diproses dalam rangka pencabutan tanda bintang di DPR, karena memakai uang APBN dan uang rakyat, kita menyadari betul makanya diproses bersama sama oleh pemerintah dengan wakil rakyat”, tambah Menhan. Menhan menegaskan bahwa dalam setiap pengadaan Alutsista juga tetap berpedoman pada prinsip - prinsip yaitu semaksimal mengutamakan produk dalam negeri. Namun apabila itu belum memungkinkan dan terpaksa diadakan dari luar negeri maka akan diupayakan dilaksanakan secara G to G, produksi bersama, disertai alih teknologi (transfer of technology), dilakukan off set, dijamin keleluasan penggunaannya dan dijamin suku cadangnya. Proses pengadaan Alutsista ini dilakukan secara berjenjang dengan melibatkan user atau pengguna dalam hal ini Mabes Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara untuk menentukan spesifikasi tenis Alutsista yang akan diadakan. Menhan juga menegaskan Kemhan berkomitmen untuk terus memelihara transparansi dan efisiensi serta akuntabilitas dalam pengadaan Alutsista TNI. Aspek pengawasan selalu menjadi perhatian utama untuk menghidari penyimpangan yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Tim HLC yang diketuai oleh Wamenhan, dan Tim Pencegahan dan Penyimpangan Pengadaan Barang dan Jasa (TKP3B) yang melibatkan BPKP, LKPP, Itjen Kemhan, Mabes TNI dan Angkatan dibawah pimpinan Irjen Kemhan. Pada kesempatan tersebut, Menhan juga mengatakan selain memperkuat Alutsista TNI, Kemhan juga memperhatikan kesejahteraan para Prajurit TNI. Sejumlah kebijakan telah dikeluarkan Kemhan selama masa periode KIB II. Adapun peningkatan kesejahteraan Prajurit TNI yang telah dilaksanakan antara lain pemberian tunjangan khusus perbatasan, tunjangan kinerja, kenaikan Uang Lauk Pauk (ULP), kenaikan berkala, pemberian gaji ke-13, kenaikan santunan dan tunjangan cacat serta kenaikan Askes Kemhan/TNI dari 2 % menjadi 4% (UU BPJS). Sumber: DMC

AS Kembali Tawari Hibah F-16



15 Agustus 2012, Jakarta: Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan, Amerika Serikat kembali menawari hibah pesawat tempur F-16 saat Sekjen Kementerian Pertahanan Marsekal Madya TNI Eris Herryanto berkunjung ke negara itu pekan lalu. "Mereka (AS) positif untuk menambah hibah lagi," kata Menhan kepada wartawan di Kantor Kemhan, Jakarta, Rabu. Pengiriman 24 pesawat F-16 bekas pakai yang sebelumnya telah direncanakan akan dihibahkan ke Indonesia, hingga kini belum terealisasikan. Purnomo mengatakan, tawaran dari pemerintah AS itu akan dibicarakan kembali. Jika disetujui, maka akan sangat berpengaruh pada peningkatan kekuatan dirgantara karena jumlah skadron tempur TNI Angkatan Udara bisa naik hingga tiga kali lipat dari yang ada sekarang. "Hibah ini akan mempercepat pencapaian program kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF) TNI," ujarnya. Ia mengaku tidak khawatir akan kemungkinan terjadinya halangan dalam proses realisasinya karena dimungkinkan situasi politik di Amerika Serikat berubah, jika Presiden Barack Obama gagal terpilih pada pemilihan mendatang karena rencana hibah tersebut telah melalui persetujuan parlemen setempat. Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal Kemhan Marsekal Madya TNI Eris Herryanto tidak menjelaskan secara rinci berapa jumlah pesawat yang akan dihibahkan kembali oleh Amerika itu, namun pesawat yang akan dihibahkan itu memiliki spesifikasi yang sama dengan 24 unit F-16 yang lebih dulu dihibahkan. Pesawat F-16 itu akan di `up grade` kemampuannya menjadi setara pesawat tempur F-16 Blok 52. Dengan up grade tersebut, maka pesawat akan mampu terbang dalam kurun waktu sekitar 15-20 tahun lagi. Diperkirakan hingga 2014 nanti ada sekitar 45 alutsista bergerak, termasuk pesawat tempur maupun angkut, yang tiba di Indonesia. Terkait penambahan jumlah pesawat tempur dan pesawat angkut yang akan dimiliki oleh TNI Angkatan Udara, Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI JFP Sitompul mengatakan, TNI AU sudah melakukan rekruitmen penerbang setiap tahunnya sekitar 30 orang. "Dengan rekruitmen yang berjalan tersebut, diprediksi penambahan puluhan pesawat akan tetap bisa diawaki," ujarnya. EMB-314 Super Tucano Tiba Awal September Batch perdana EMB-314 Super Tucano akan menjejakkan roda-rodanya di tanah Indonesia pada awal September nanti. Pesawat counter insurgence berteknologi canggih buatan Brazil ini akan ditempatkan di Skuadron Udara 21 TNI AU di Malang. "Lengkap satu skuadron, 16 unit Indonesia beli. Kebetulan saya baru pulang dari pabriknya, batch pertama Super Tucano tengah disiapkan. Keseluruhannya akan hadir pada 2014 nanti," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, Marsekal Madya TNI Eris Heryanto, di Jakarta, Rabu. Super Tucano yang direncanakan akan datang pada batch pertama nanti sebanyak empat unit, namun belum diberi persenjataan lengkap kecuali kanon Browning 12,7 milimeter yang menjadi senjata standarnya. Dia didedikasikan menggantikan OV-10F Bronco buatan Rockwell, Amerika Serikat, yang dibeli baru pada 1975. Bronco yang telah melahirkan empat kepala staf TNI AU itu dikandangkan sejak akhir 2007; banyak di antaranya menjadi monumen di banyak kota di Indonesia, dalam keadaan sangat tidak terawat. Jika nanti tiba, maka perjalanan awal karir antara Bronco dan Super Tucano bisa mirip, keduanya langsung dipajang dan diterbangkan dalam upacara HUT ABRI (saat itu) dan TNI pada 5 Oktober. Bedanya, tiga unit Bronco yang baru datang pada 1975 itu langsung diterjunkan ke Timor Timur untuk menyapu perlawanan setempat. Super Tucano juga akan ditempatkan di Skuadron Udara 21 yang berpangkalan di Pangkalan Utama TNI AU Abdulrahman Saleh, Malang, Jawa Timur, sebagaimana Bronco dulu. Kedua pesawat beda generasi ini sangat pas untuk keperluan patroli dan intelijen ketinggian rendah, counter insurgence, close air support, pemotretan udara, dan patroli perbatasan, serta lain-lain. Dalam Operasi Seroja di Timor Timur, banyak personel infantri TNI AD berterima kasih sekali pada Bronco yang terbang memberi close air support sehingga memecah kemampuan dan konsentrasi lawan. Jika ditugaskan untuk patroli di garis perbatasan Kalimantan --sebagai misal-- Super Tucano diyakini bisa memberi kontribusi besar dengan arsenal tambahan yang memadai. Di antaranya adalah bom Mk-82, peluru kendali AIM-9 Sidewinder, hingga roket 30 milimeter yang ditempatkan di pod-nya. Jika untuk tugas serupa di garis perbatasan Indonesia-Timor Timur di NTT, hal serupa juga bisa dia lakukan. Super Tucano bisa mendarat dan lepas landas di lapangan terbang dengan dukungan minimum sebagaimana halnya Bandar Udara Haliwen, di Atambua, Kabupaten Belu, yang berbatasan dengan Timor Timur. Sumber: ANTARA News rhsukarsa at 8/16/2012 02:05:00 A

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...