Sunday, May 27, 2012

Menyongsong Latgab 2013





Ada pertanyaan, mengapa harus tahun 2013, jawabnya karena itu berarti 5 tahun dari tahun 2008 saat diadakan Latgab TNI skala besar.  Ini sebagaimana yang diinstruksikan Panglima Tertinggi TNI yang juga Presiden RI agar 5 tahun sekali TNI melakukan Latgab skala besar.  Namun yang lebih membanggakan tentu karena pada tahun 2013 Latgab TNI dilakukan bersamaan dengan musim panen raya alutsista berbagai jenis yang sudah berdatangan sejak pertengahan 2012 ini.
Skenarionya tentu tidak jauh dari suasana adrenalin militer kita yang selalu ingin mempertahankan teritorinya secara jelas dan jantan. Oleh karena itu boleh jadi prediksi hotspot area latihan tempur gabungan itu akan berpusat di selat Malaka (pertempuran laut dan pendaratan amfibi), Kalimantan (pertempuran darat dan udara) dan Ambalat (perang laut dan pendaratan amfibi).  Tiga titik panas ini sangat dinantikan dalam latihan perang TNI untuk menguji kualitas alutsista yang dimiliki, integrasi sistem komunikasi, spirit tempur prajurit TNI di tiga wilayah tempur sekaligus.
Sekedar catatan di Riau Kepulauan saat ini sedang dibangun kekuatan baru satuan tempur Marinir TNI AL, sementara Marinir telah menempatkan satuan tempurnya di Pangkalan Brandan, Lhok Seumawe dan Piyabung Lampung.  Ini diluar dari kekuatan Pasmar I dan II Marinir yang berbasis di Jawa dan 1 brigade Marinir yang disiapkan di Papua.  Sementara di Kalimantan juga sedang dibangun satuan-satuan tempur TNI AD yaitu batalyon infantri, batalyon artileri, batalyon kavaleri untuk menambah kekuatan eksisting yang sudah ada.
Tank amfibi TNI AL dalam serial latihan 
Yang menarik tentu saja kekuatan alutsista TNI pada saat digelarnya latgab 2013 itu akan banyak diisi dengan alutsista baru.  Paling tidak sudah tersedia puluhan MBT anyar Leopard.  Dengan begitu sudah bisa dilakukan kombinasi pertempuran tank dengan payung heli serang, UAV, batalyon roket, batalyon artileri, satuan rudal anti tank yang sudah tersedia di Kalimantan.  Demikian juga dengan sebaran rudal darat ke darat.  Oleh sebab itu skenario perang darat di kalimantan diharapkan tidak lagi menguji lagu lama yang sudah usang yaitu biarkan musuh masuk lebih dulu baru digebuk. 
Lagu itu harus diganti dengan lagu baru berirama rock berjudul pre emptive strike dengan menembakkan rudal darat ke darat ke sasaran yang disimulasikan sebagai instalasi militer dan komunikasi pihak lawan. Ruang udara di Kalimantan juga dihirukpikukkan dengan pertempuran udara antara Sukhoi TNI AU dengan jet tempur pihak lawan.  Dengan dukungan jet tempur Sukhoi, Hawk, Heli serang, dan UAV pola latihan perang darat dan udara di Kalimantan akan menjadi ukuran kemenangan kampanye militer RI atau puncak dari Latgab tersebut.
Di Selat Malaka disimulasikan terjadi pertempuran laut karena pihak lawan melanggar teritori RI. Tahap awal satuan kapal cepat RI yang memang sudah terbentuk di kawasan itu melakukan pengejaran dan menembakkan rudal C705 ke arah beberapa kapal perang lawan.  Satuan Marinir dari Sumut dan Lampung disiagakan dan dikirim untuk lakukan pendaratan amfibi di salah satu pulau yang disimulasikan sebagai basis pertahanan pihak lawan.  Skuadron F16 yang bermarkas di Pekan baru bersama skuadron Hawk200 melakukan kawal udara dan serangan udara langsung ke beberapa kapal perang lawan yang mencoba melakukan serangan balik.   Lalu konvoy kapal perang armada barat berkekuatan 30 KRI berbagai jenis muncul dari balik pulau Bintan dan menuju Karimun tempat terjadinya hotspot.
KRI Nanggala  diuji kemampuan tempurnya di Latgab 2013
Di kawasan Ambalat, pasukan Marinir berkekuatan 1 brigade melakukan pendaratan pasukan di Nunukan dan Sebatik.  Dipilihmya 2 pulau terdepan ini agar gaung kampanye militer RI terdengar keras di telinga tetangga sebelah. Namun sebelumnya telah terjadi pertempuran laut yang melibatkan 25 KRI dan 10 kapal lawan. TNI AL melakukan penembakan rudal yakhont oleh KRI berkualifikasi Fregat dan langsung menenggelamkan 2 kapal musuh.  Payung untuk pertempuran laut dikawal oleh 8 Sukhoi dari Makasar, 2 UAV dan 4 heli anti kapal selam.
Skenario latgab khususnya perang darat di Kalimantan tidak lagi mengandalkan kekuatan pasukan dari pulau Jawa.  Cukup hanya bantuan 1 brigade Kostrad dari Sulawesi yang secara geografi lebih dekat dengan Kalimantan.  Dua Kodam di Kalimantan sudah tersedia berbagai arsenal mulai dari MBT, MLRS, Artileri, Rudal Anti Tank, Rudal Darat ke Darat, Roket, UAV, Heli Serang.  Jadi pola latihannya tidak lagi menunggu diserang tapi langsung melakukan serangan ofensif berskala besar sehingga pihak lawan tak mampu kumpulkan kekuatan.  Pangkalan udara pihak lawan diserang oleh satuan rudal darat ke darat, demikian juga dengan satuan radar dan pusat komunikasi harus segera dilumpuhkan pada hari pertama Latgab. 
Pada hari kedua pihak lawan mencoba melakukan konsolidasi termasuk melakukan serangan udara.  Namun serangan udara itu dapat dipatahkan Sukhoi TNI AU yang bersiaga di Balikpapan.  Karena hampir semua pangkalan udara pihak lawan sudah dilumpuhkan maka bantuan Sukhoi pihak lawan dari seberang laut yang jauh menjadi tidak efisien karena Sukhoi TNI AU lebih tahan beradu karena masih punya stok BBM.  Setelah gangguan Sukhoi lawan berhasil dipatahkan, Sukhoi TNI AU melakukan serangan udara udara langsung dan memastikan 2/3 pangkalan militer lawan sudah hancur. 
Pasukan TNI AL bersiap menuju medan operasi
Pada hari ketiga satuan MBT, satuan roket dan satuan rudal anti tank dengan dukungan Heli serang dan Super Tucano melakukan perang tank dengan pihak lawan.  Dengan dukungan UAV yang mensuplai informasi keberadaan MBT lawan, Heli serang melakukan penembakan terhadap MBT lawan yang bersembunyi di perkebunan kelapa sawit.  Satuan roket dan artileri menghujani kota-kota sepanjang perbatasan dan satuan MBT bergerak masuk sejauh 30 mil dari perbasan.  Namun penjelajahan satuan MBT ini hanya 1 hari saja karena RI memang tidak punya ambisi teritori, sekedar menghajar lawan agar tahu diri.
Serangan serentak di tiga titik panas ini dimaksudkan agar pihak lawan terpecah konsentrasinya sehingga distribusi kekuatan militernya harus dibagi di tiga front itu.  Skenario dadakan dan serang lebih dulu dalam Latgab TNI 2013 merupakan episode baru yang sangat mungkin ditampilkan dalam Latgab itu karena kemampuan alutsista kita sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Latgab TNI tahun 2013 diprediksi diikuti 35.000 pasukan TNI, 80 KRI berbagai kelas, 40 jet tempur berbagai jenis, 50 heli tempur dan angkut,  40 MBT, 30 BMP3F, 50 Scorpion, 40 BTR-50, 10 BTR80, 10 RM Grad, 5 MLRS, 2 kapal selam dan berbagai alutsista baru lainnya.
*******
Jagvane / 23 Mei 2012

sumber Alisis alutsista

PT. PAL Indonesia Bangun 3 Unit Kapal KCR 60 M Pesanan TNI AL




23 Mei 2012, Surabaya: PT. PAL Indonesia melakukan Steel Cutting KCR 60 dan Keel Laying Tug Boat (Kapal Tunda), Rabu (23/3). Kapal tersebut merupakan pesanan dari TNI AL yang dibangun di PT. PAL Indonesia, sebagai wujud nyata komitmen PT PAL Indonesia (Persero) mendukung terciptanya kemandirian bangsa dalam memenuhi kebutuhan Alutsista dan kemajuan industri pertahanan nasional.

Pelaksanaan Steel Cutting KCR 60 dan Keel Laying Tug Boat (Kapal Tunda) ditandai dengan penekanan tombol sirine oleh Menhan bersama dengan Menristek, Kepala Bappenas, Panglima TNI, Kapolri, Kasal, Wamenhan dan Dirut PT. PAL Indonesia.

PT.PAL Indonesia menerima order pembuatan kapal KCR 60 M sebanyak tiga unit dan Kapal Tunda 2.400 HP sebanyak 2 unit. Kontrak secara efektif telah ditandatangani antara PT PAL Indonesia dan TNI AL melalui Dinas Pengadaan Mabesal pada tanggal 20 Desember 2011.

KCR 60 M memiliki spesifikasi panjang keseluruhan 59.80 meter dan lebar 8.10 meter, mampu melaju hingga 28 knot pada kecepatan maksimum dalam kondisi muatan 50 % . Kapal ini dipersenjatai dengan 1 x meriam utama 57 mm, 2 x senjata 20 mm, 2 x 2 peluncur rudal anti kapal permukaan dan 2 x decoy launcher. Kapal ini mempunya oleh gerak yang tinggi, lincah dalam posisi tembak dan mampu melaksanakan penghindaran dari serangan balasan lawan.

Sementara itu Kapal Tunda 2.400 HP memiliki spesifikasi dengan panjang keseluruhan 29 meter dan lebar 9 meter, dan pada sarat kondisi muatan 50 % kecepatan kapal mencapai 12 knot.

Melalui pelaksanaan Steel Cutting KCR 60 dan Keel Laying Tug Boat (Kapal Tunda) pesanan TNI AL ini kembali membuktikan bahwa PT.PAL Indonesia berkomitmen dan siap menjadi lead integrtor pembangunan produk Alutsista dan Almatsus bidang kemaritiman.

Sejak tahun 1980, PT. PAL Indonesia (Persero) telah menyelesaikan pembangunan kapal lebih dari 240 unit kapal berbagai jenis dan ukuran untuk produk kapal niaga sampai dengan ukuran 50.000 DWT, sedangkan untuk produk kapal perang telah diproduksi berbagai jenis dan tipe kapal diantaranya: KCR 14 meter, 28 meter, 38 meter, FPB 57 meter dan Landing Plat Dock 125 meter.

PT PAL juga berpengalaman memodifikasi kapal dan pemasangan rudal diantaranya: rudal Yakhont dan fire control system di KRI OWA-354, rudal C-802 dan fire control system di KRI AHP-355 dan KRI YOS-353.

Dengan berbekal pengamalan tersebut, PT PAL Indonesia (Persero) menyatakan siap menyelesaikan pembangunan KCR 60 M dan Kapal Tunda 2.400 HP pesanan Kemhan dan Pengadaan Alutsista lainnya di masa mendatang.  

KKIP Menggelar Sidang Pleno Ke-VI di PT. PAL Surabaya

Sejak dibentuknya Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 tanggal 17 Juni 2010, KKIP telah menghasilkan beberapa kebijakan yang berkaitan langsung dengan pemberdayaan industri pertahanan. KKIP juga telah beberapa kali menggelar Sidang Pleno. Kali ini, Rabu (23/5) untuk yang keenam kalinya KKIP kembali menggelar sidang serupa.

Berbeda dengan Sidang Pleno sebelumnya yang selalu dilaksanakan di Kementerian Pertahanan, Jakarta, pada Sidang KKIP Ke-VI KKIP digelar di PT. PAL, Surabaya yang merupakan salah satu dari Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP).

Sidang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro selaku Ketua KKIP dan dihadiri Menteri Riset dan Teknologi, Panglima TNI dan Kapolri selaku Anggota KKIP serta Wamenhan sebagai Sekretaris merangkap Anggota KKIP. Hadir pula pada kesempatan tersebut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Ka Bappenas) dan Kasal. Selain itu, sidang ini juga dihadiri Tim Kelompok Kerja (Pokja) KKIP, Tim Asistensi KKIP, Sekretaris Pokja KKIP serta beberapa pejabat perwakilan dari sejumlah instansi terkait lainnya dan pihak BUMNIP/BUMS.

Agenda dari Sidang Pleno Ke-VI KKIP meliputi penyampaian laporan tentang proses legislasi RUU Industri Pertahanan oleh Tim Asistensi KKIP Bidang Kebijakan Dr. M. Said Didu dan penyampaian Program Nasional Riset Pertahanan dan Keamanan oleh Tim Pokja II KKIP Bidang Litbang dan Rekayasa Ir. Teguh Raharjo.

Terkait dengan Program Nasional Riset Pertahanan dan Keamanan yang sedang disusun oleh KKIP, Menhan mengatakan ini akan menjadi embrio dalam melengkapi road map dari kegiatan Riset di Bidang Pertahanan dan Keamanan yang sudah diselesaikan oleh Dewan Riset Nasional.

Lebih lanjut Menhan menjelaskan, road map berisi riset pengembangan dan penerapan dari produk – produk Alutsista dan Almatsus untuk Matra Darat, Laut dan Udara serta Kepolisian. “Semua tercakup didalamnya dan akan menjadi reverensi dokumen dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan penerapan dari teknologi khusus di dalam industri pertahaan dan keamanan, jelas Menhan.

Road map dari Riset Pengembangan dan Penerapan Industri Pertahanan dan Keamanan ini ditargetkan akan dilaunching pada saat Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional tanggal 10 Agustus 2012 di Bandung dan akan dihadiri oleh Presiden RI. Sedangkan terkait dengan Rancangan Undang Undang (RUU) Industri Pertahanan, Menhan mengatakan rencananya dalam waktu dekat RUU ini akan segera diselesaikan. RUU ini diharapkan akan menjadi landasan hukum bagi pembangunan industri pertahanan di Indonesia.“Arahnya adalah tentu kemandirian industri pertahanan dalam negeri, tambah Menhan.

Sementara itu Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan bahwa RUU Industri pertahanan ditargetkan dapat diratifikasi oleh DPR pada bulan Agustus 2012 mendatang. Dalam proses pembahasannya bersama DPR selama ini tidak ada kendala, ini adalah inisiatif DPR, tetapi yang membuat Daftar Isian Masalah (DIM)-nya adalah Pemerintah.

Sumber: DMC

Serial Alutsista (2): TNI AL Menuju Kekuatan Tiga Armada Tempur




Korvet Parchim Class  In Action
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sudah selayaknya dan harus memiliki kekuatan pengawal di lautan yang berfungsi sebagai penghubung, pemersatu, dan perekat negara kepulauan. Semboyan jalesveva jayamahe bisa diterjemahkan sebagai postur kekuatan TNI AL yang kuat, besar dan profesional. Embrionya mulai menampakkan tunas dan semakin membentuk patron itu, TNI AL sedang dan akan menuju tahapan strategis, menuju kekuatan tiga armada tempur.

Ketika saat itu akan segera tiba, kepulauan jamrud khatulistiwa Indonesia diniscayakan dikawal oleh kekuatan tiga armada tempur yang tangguh dan modern yang mampu memberikan kekuatan penangkal yang terukur, besar dan disegani. Saat ini TNI AL memiliki kekuatan dua armada tempur yaitu armada barat dan timur dengan alutsista utama 154 KRI dan 209 KAL, 2 divisi Marinir dan sebaran pangkalan yang merata.
Prediksi kekuatan tiga armada itu adalah :

Armada Barat
Pangkalann utama di Tanjung Pinang dan Belawan, pangkalan pendukung Dumai, Batam, Natuna, Lhok Seumawe, Sabang, Padang, Mempawah.  Jumlah KRI berkisar 80-85 KRI dari berbagai jenis (Fregat, Korvet, KCR, LPD, LST).  Wilayah pengawasan Armada barat adalah Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Natuna, Selat Karimata dan Pantai Barat Sumatera diperkuat dengan 3 Brigade Marinir.

Armada Tengah
Pangkalan utama di Surabaya dan Jakarta, pangkalan pendukung Makassar, Balikpapan, Tarakan, Bitung, Cilacap, Teluk Lampung dan Benoa.  Armada Tengah diperkuat dengan 85-90 KRI dari berbagai jenis termasuk satuan kapal selam, kapal rumah sakit.  Wilayah pengawasannya adalah Selat Sunda, Laut Jawa, Pantai Selatan Jawa, Selat Bali, Selat Lombok, Selat Makassar dan Laut Sulawesi.  Armada Tengah diperkuat dengan 4 Brigade Marinir.

Armada Timur
Pangkalan utama  di Ambon dan Kupang, pangkalan pendukung di Merauke, Jayapura, Sorong dan Ternate.  Sebaran KRI berkisar antara 82-85 KRI dari berbagai jenis (Fregat, Korvet, Kapal Selam).  Wilayah pengawasan adalah Laut Timor, Laut Arafuru, Laut Banda, Laut Maluku, Pantai Utara Papua.  Mengingat kontur laut di wiayah ini adalah laut dalam maka KRI yang beroperasi adalah dari jenis Fregat dan Korvet.  Armada Timur diperkuat dengan 3 Brigade Marinir.

Jumlah seluruh KRI yang dimiliki 3 armada tempur itu berkisar 250 KRI. Ini adalah jumlah minimal yang akan mengisi ketiga armada tersebut, sementara dalam Buku Putih Kemhan jumlah kekuatan KRI yang harus dipunyai oleh TNI AL adalah 274 KRI. Dari jumlah KRI sebanyak itu, persentase jenis FPB (Fast Patrol Boat) adalah yang terbesar, yaitu minimal ada 100 FPB yang mengisi arsenal TNI AL, semuanya dilengkapi peluru kendali dari jenis C-802.

Untuk pemenuhan KRI kelas FPB, secara teknis tidak mengalami hambatan karena TNI AL punya 4 Fasharkan yang sudah berpengalaman memproduksi FPB. Artinya alutsista ini dapat dipenuhi dengan memaksimalkan seluruh potensi  galangan kapal dalam negeri. Secara maksimal PT PAL dan Fasharkan dapat memproduksi 12-15 FPB 57/FPB 60 per tahun. Ini merupakan kebanggaan tersendiri karena sejatinya kita sudah mampu membuat kapal perang sampai setingkat LPD, bahkan saat ini sudah memproses pembuatan kapal perang jenis light fregat bekerjasama dengan Schelde Belanda.

Untuk menuju kekuatan tiga armada itu TN AL sudah melebarkan sayapnya dengan membentuk pangkalan-pangkalan baru yaitu Teluk Bayur, Kupang, Merauke, Tarakan. Sesuai skenario sebaran KRI maka setiap pangkalan pendukung ditempatkan secara permanen satuan KRI minimal ada 3 korvet/Fregat dan 5 FPB untuk mengawasi perairan di sekitarnya. Di pangkalan pendukung itu akan ditempatkan 1 batalyon pasukan marinir pertahanan pangkalan. Sementara di pangkalan utama ada barisan Korvet, Fregat, FPB, LPD, Kapal Selam dan lain-lain yang dikawal satuan Marinir setingkat brigade lengkap dengan persenjataannya (Tank Amphibi, Panser Amphibi, Rudal, Howitzer).

Starting point dari semua rencana strategis ini dimulai pada tahun 2011. Persiapan kearah starting point itu selama dua tahun terakhir ini sudah dipersiapkan dengan berbagai fasilitas dan perkuatan alutsista TNI AL. Sampai dengan tahun 2011 kita sudah dan akan menerima senjata strategis Marinir berupa 50 Tank Amphibi BMP-3F, 1200 Rudal QW3, 20 RM Grad, 60 Howitzer. Marinir juga akan melakukan retrofit pada sejumlah Tank Amphibi yang dimilikinya agar menjadi alat pukul yang memiliki power strike. TNI AL diprediksi akan menerima 4 Kapal Selam baru.  Jumlah kapal selam ini akan terus ditambah sampai mencapai jumlah 12 unit. Proyek Korvet Nasional sudah dimulai tahun 2010 dengan pembuatan 2-3 korvet setiap tahun di PT PAL. TNI AL juga memesan 8 kapal jenis trimaran buatan dalam negeri, 11 LST buatan PAL dan 27 Kapal Cepat Rudal. 

Dengan semua rencana strategis itu diharapkan pada tahun 2014 kekuatan TNI AL yang kuat, besar dan profesional akan mulai terlihat bentuknya dan akan semakin sempurna pada lima tahun berikutnya. Kita sangat berharap rencana strategis yang dibutuhkan untuk pengawal lautan ini dapat diwujudkan dengan mengutamakan pemberdayaaan indutri Hankam dalam negeri yang secara defacto kita sudah mampu mengorbitkannya. Tinggal bagaimana para decision maker di jajaran TNI AL dan petinggi Kemhan mampu mengoptimalkan PT PAL, PT DI dan Pindad sebagai industri hankam strategis untuk perkuatan alutsista. Jayalah TNI AL, jalesveva jayamahe.
*****
Jagvane
sumber : Analisis Alutsista

30 Tank Leopard Jerman Siap ke Jakarta





Tank Leopard 2A6 Angkatan Darat Jerman (photo : Valka)
TEMPO.CO, Pontianak - Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, mengatakan pada Oktober ini, sebanyak 30 tank jenis Leopard yang dipesan dari Jerman akan dikirim ke Jakarta.
“Awalnya tawaran datang dari Belanda dan Jerman, tetapi kita pilih Jerman karena lebih menjanjikan,” kata Pramono, di Markas Kodam XII/Tanjungpura, Selasa 22 Mei 2012, di Pontianak.
Sebanyak 30 unit tank ini, katanya, tinggal menunggu pihak Jerman untuk mengirimkannya ke Indonesia. Jenis yang akan dibeli adalah Leopard 2A6 yang merupakan hasil "retrofit 2A4" alias pengembangan teknologi terbaru karena cetak baru teknologi Leopard serupa sudah tidak diproduksi lagi.
Kelebihan memilih tawaran Jerman adalah dapat melakukan transfer of technology (TOT). Jerman juga menawarkan joint production untuk pembuatan beberapa bagian tank seberat 60 ton tersebut dengan menggandeng PT Pindad.
Masih terkait tank yang dibutuhkan TNI untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedianya di Kalimantan Barat akan ditempatkan pula satuan tank. Pramono mengatakan, saat ini di Kalimantan Barat hanya dilengkapi dengan light tank dan ke depannya akan ditingkatkan dengan tank untuk tempur. Satuan Kavaleri di Kalbar juga akan ditingkatkan dari Datasemen menjadi batalion penuh.

Kapal RI Bisa Kacaukan Radar Kapal Perang AS





Kapal RI Bisa Kacaukan Radal Kapal Perang AS
Kapal korvet kelas Sigma, KRI Frans Kaisiepo-368

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angkatan Laut Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus mempercanggih kekuatan kapal perang milik Indonesia untuk menjaga daerah perbatasan perairan dengan negara tetangga. Bahkan salah satu jenis kapal perang yang dimiliki Indonesia, dikabarkan dapat melakukan jammingatau mengacaukan radar kapal perang Amerika Serikat (AS).

"Setahu saya kapal kita yang baru, Sigma, mampu menge-jam radar kapal perangnya Amerika (AS)," kata Wakil Ketua Komisi I DPR, Hayono Isman yang ditemui usai acara diskusi di Sekretariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Jakarta, Ahad (20/5).

Hayono menambahkan informasi tersebut ia dapatkan dari Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KASAL). Menurut KASAL TNI, tambahnya, kapal perang jenis korvet kelas Sigma sudah mampu mengacak atau mengacaukan sistem radar kapal perang milik AS yang sedang berdekatan.

Ia pun meminta agar TNI AL dapat mengecek kembali kemampuan kapal perang tersebut sejauh mana kebenarannya. Kalau pun benar, ia pun menyatakan kebanggaannya jika kapal perang milik Indonesia dapat mengacaukan sistem radar kapal perang milik AS.

"Ini menunjukkan kemampuan alutsista (alat utama sistem senjata) TNI kita. Kalau teknologinya kelas 2 dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, bagaimana negara kita bisa berdaulat di perbatasan," tegasnya.
 
 
sumber : REPUBLIKA

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...