Tuesday, April 08, 2014

Hantu Laut Indonesia

Desain Midget / Kapal Selam Mini RI
 : Antara midget, seal carrier, human torpedo, sotong dan sea ghost, saling melengkapi atau saling meniadakan ?. Perbandingan midget, seal carrier, human torpedo, sotong dan sea ghost akan didasari pada misi yang bisa dan tidak bisa dilakukan.

Midget, sotong dan sea ghost memiliki kapabilitas yang sama dalam melaksanan misi: patroli bawah air di perairan dangkal, underwater litoral patrol.

Kelebihan Midget ketimbang Sotong dan Sea ghost.
 
Faktor wawasan fikir pengawak midget membuat wahana ini dapat langsung mengantisipasi tiap ancaman yang terjadi tanpa harus berkoordinasi dengan pusat komando, selama paremeter operasional telah ditetapkan terlebih dahulu. Dalam skenario pusat komando tidak dapat melakukan komunikasi dengan pengawak midget, maka pengawak midget dapat mengambil keputusan sendiri.

Sotong dan sea ghost sudah pasti akan dilengkapi dengan pendeteksi kawan atau lawan, IFF – identify friend of foe, parameter ini berlaku 0 atau 1, tidak ada parameter diantara kedua pilihan tadi. Ketika sotong atau sea ghost tidak dapat terkoneksi dengan pusat komando, maka secara otomatis sotong atau sea ghost akan mengeksekusi program yang telah dibenamkan dalam memorinya, yaitu 0 atau 1. Pilihan yang akan diambil sotong maupun sea ghost adalah kuntit, kemudian hancurkan atau lepaskan.

Eurofighter Typhoon Dan Sukhoi SU-35

eurofighter-typhoon (photo: baesystems)
Eurofighter-typhoon
 : Membeli Pesawat tempur yang produsennya bersedia berbagi teknologi memang layak untuk dibeli. tujuannya adalah untuk kemandirian di masa depan.

PT. DI memberikan opsi Typhoon, karena PT. DI melihat bahwa produsen Typhoon bersedia berbagi teknologi. Jika pemerintah Indonesia menuruti opsi dari PT. DI dan akhirnya memilih Typhoon, Pemerintah Indonesia harus meminta jaminan dari PT. DI bahwa ditahun 201*, PT. DI sudah bisa membuat pesawat tempur sendiri. tentunya dengan kualitas tidak jauh dari spesifikasi Typhoon.

Jika ternyata di tahun yang sudah ditentukan PT. DI gagal, tentunya harus ada yang bertanggung jawab atas kegagalan itu dan recomendasi dari PT. DI untuk pembelian Typhoon perlu di selidiki oleh BIN dan KPK.

Secara serampangan, pilihan para pilot TNI AU itu juga perlu diperhatikan, mereka cenderung memilih SU-35. Sebagai orang yang memang dilatih dan dididik menjadi pilot tempur dengan segala resikonya, para pilot TNI AU itu lebih mengerti dan lebih memahami medan pertempuran udara yang mungkin kelak mereka hadapi. Para pilot TNI AU tentunya ingin memenangkan setiap insiden pertempuran udara karena kalau mereka kalah berarti nyawa mereka sendiri sebagai taruhannya.

Analisis : Respon Cepat, Nilai Keunggulan Tentara

 Kecepatan respon tentara Rusia menganeksasi semenanjung Crimea kepunyaan Ukraina membuat AS “terpaku terpana” dan tak mampu berbuat banyak kecuali mengadu kepada PBB dan menjatuhkan sanksi kepada Papa Bear. Dengan belajar dari kasus kecepatan respon tadi AS lalu memperingatkan Tiongkok untuk tidak bermain api terhadap keinginan mencaplok Taiwan atau teritori lain yang diklaimnya. Soalnya bisa saja Tiongkok tersulut “birahi” militernya melihat kesuksesan jiran utaranya menduduki Crimea, lalu ingin pula “memeluk” Taiwan.

Kecepatan respon Indonesia ditunjukkan ketika sebuah pesawat asing melintas dari Malaysia menuju PNG tanggal 29 Nopember 2011 yang lalu.  Pesawat yang ternyata berisi PM Papua Nugini dan rombongan itu tertangkap radar militer di Banjarmasin lalu diintersep oleh 2 jet tempur Sukhoi dari Makassar untuk melakukan identifikasi visual.  Meski diprotes oleh PNG namun penyergapan itu membuktikan adanya kecepatan respon militer Indonesia terhadap adanya gangguan dan ancaman teritori.
Kesiapsiagaan Pasukan Marinir TNI AL
Ketidakcepatan respon militer ditunjukkan negara jiranMalaysia ketika pesawat MH370 rute KL-Beijingberbalik arah dan terpantau di radar militer Kota Bahru dan Butterworth. Dalam kondisi apa pun di setiap negara ada sejumlah jet tempur yang disiagakan untuk melakukan penyergapan terhadap pesawat tak beridentitas atau yang berperilaku nyeleneh di teritori udaranya.  Malaysia sebenarnya menyiagakan 3 F-18 Hornet di pangkalan Butterworth namun ketidakcepatan respon militernya mengakibatkan pesawat sipil dengan 239 penumpang dan awak hilang di telan laut dalam.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...