Saturday, December 15, 2012

Remote Control Weapon System Tank AMX-13 APC TNI AD

RCWS AMX-13 dengan SMB Browning 12,7 mm
Dalam sebuah defile, sudah jamak ranpur (kendaraan tempur) baik itu panser dan tank ditampilkan. Efek kehadiran ranpur memang cukup besar, bisa menciptakan daya deteren sekaligus menampilkan show of force yang amat kentara. Dalam tiap defile ranpur lapis baja, terlihat sosok juru tembak pada kubah kanon yang terlihat gagah dan perkasa dengan atribut helmet khusus kavaleri. Hal tersebut tentu sah-sah saja, pasalnya segenap kru ranpur memang sedang dalam posisi memberi hormat pada tamu VIP di podium.

Tapi lain halnya pada pertempuran sesungguhnya, posisi juru tembak dengan kepala dan badan ditonjolkan diatas kubah bisa mengundang maut, apalagi dalam perang kota. Tidak jarang juru tembak (gunner) kanon pada ranpur jenis APC (armoured personnel carrier) jadi sasaran empuk penembak jitu (sniper). Sebagai contoh dalam operasi militer TNI menumpas GAM (Gerakan Aceh Merdeka) beberapa tahun lalu, sampai-sampai panser BTR-40 dibuatkan kubah (copula) khusus untuk melindungi keselamatan juru tembaknya.
Meski TNI AD memiliki beberapa ranpur APC yang lebih modern, seperti tank Stormer, tetap saja urusan keselamatan juru tembak pada SMB (senapan mesin berat) Browning M2HB kaliber 12,7 mm kurang optimal, hanya mengandalkan perisai baja terbatas. Malahan yang lebih rawan lagi juru tembak pada tank APC AMX-13 (AMX-VCI) buatan Perancis. Meski usianya sudah tua, tank ringan AMX-13 (versi kanon dan versi APC) masih tetap digunakan hingga kini secara masif. Untuk jenis AMX-13 VCI (Véhicule de Combat d’Infanterie) kabarnya TNI AD punya 200 unit, dimana tank tersebut dipersenjatai satu pucuk SMB 12,7 mm.

RCWS di AMX-13

RCWS dengan teknologi thermal memungkinkan untuk membidik target dalam kegelapan.

Dalam pengembangan selanjutnya, Litbang Pussenkav TNI AD melakukan terobosan untuk melakukan upgrade sistem senjatan pada AMX-13 VCI. Bila yang tadinya juru tembak ‘kudu’ menonnjolkan kepala saat membidik senjata ke target, maka kini hal tersebut bisa ditinggalkan, keselamatan juru tembak bisa ditingkatkan, ditambah sasaran bisa dibidik secara tepat meski dalam kegelapan malam, dan cuaca berkabut sekalipun. Kok bisa ya?

Jawabannya adalah berkat adopsi RCWS (Remote Control Weapon System). Dengan RCWS, juru tembak cukup memonitor target lewat layar beresolusi 1024×268 pixels. Dengan kendali berupa joystick, secara simultan laras kanon dapat diarahkan menuju target. Bila sasaran di layar sudah terkunci, dengan firing button juru tembak dapat melepaskan tembakan ke sasaran sejauh 1.800 – 2.000 meter. Mau tembakan single, atau full otomatis juga bisa dilakukan dari sini.

Ada beberapa komponen dalam RCWS, dibawah laras senjata ada optronic sensor yang berisi LRF (laser range finder) dan kamera. Optronic sensor ini merupakan elemen vital, maka itu ditempatkan dalam box yang terbuat dari logam anti peluru. Mau tahu kemampuan Optronic sensor ini? Dapat melakukan zooming thermal hingga 36x pembesaran, dapat mengenali target manusia pada jarak 1.500 meter, dan target kendaraan bergerak pada jarak 2.500 meter.

Box Optronic sensor, di dalam box lapis baja ini terdapat beberapa perangkat vital, seperti thermal sight dan tentunya lensa kamera.

Sebagai elemen vital yang berisi aneka sensor, Optronic dirancang tahan terhadap getaran/goncangan, tahan terhadap kelembaban temperature -40 sampai 50 derajat Celcius, tahan terhadap pasir/debu, tahan terhadap air dan hujan, serta mampu menembus kabut dan asap. Untuk kubah (copula) dapat digerakan dengan rotor yang dapat berputar 360 derajat, tingkat elevasi laras -20 sampai 50 derajat, dan azimuth rate < 1 rad – 1 rad per detik.

Dalam operasionalnya, SMB 12,7 mm sudah dilindungi dengan plat baja, sayangnya dalam uji coba model yang digunakan masih menggunakan box amunisi, dimana 1 box terdiri dari 250 peluru, dan bila peluru habis, penggantian serta pemasangan amunisi harus dilakukan secara manual.

Ruang Kendali & Sistem Komputer

Sistem kendali dan komputer RCWS, nampak layar LCD dan joystick.

Dalam ajang Indo Defence 2012, diperlihatkan secara gambang sistem kendali RCWS rancangan Pussenkav. Terdiri dari computer mini portable core i7, RAM 4GB, HDD 500GB. Untuk layarnya berukuran 10.5 inchi dengan resolusi 1024×268 pixels. Untuk jenis kendalinya menggunakan joytick dengan firing button, laser range finder control, thermal sight control switch, camera zoom control switch, dan manual safety overrid. Bila layar kurang jelas, juru tembak juga dapat mengatur tingkat kecerahan layar (brightness), contrast, dan color display adjuster. Rangkaian ini juga diamankan dengan adanya safety fire lock switch.

Untuk tenaganya menggunakan konsumsi listrik sebesar 150 watt, 24 V DC. Untuk gelar operasinya, dilengkapi power backup selama 1 jam.

Kelemahan RCWS


Ada kelebihan tentu juga ada kekurangan, pada rangkaian Optronic memang sudah dilengkapi box berpelindung lapisan anti peluru. Tapi kelemahannya terletak pada lensa kamera. Lensa kamera tidak dapat dibuat dari bahan kaca anti peluru. Sebab untuk menjamin pencitraan yang sempurna, adanya lensa dengan tambahan ketebalan dapat mengganggu output visual pada layar. Maka dari itu, setiap RCWS di ranpur mana pun titik lemahnya adalah pada lensa kamera. Sniper lawan tidak lagi membidik juru tembak, tapi kini yang disasar adalah lensa kamera.

Selain dijajal pada SMB 12,7 mm, RCWS juga cocok diterapkan pada senapan mesin dengan kaliber yang lebih kecil, semisal untuk GPMP FN MAG kaliber 7,62 mm. Hal ini cocok dipasangkan pada jenis ranpur beroda ban sekelas BTR-40, Panhard VBL atau Pakci. Hanya sayannya, sampai saat ini belum ada ranpur TNI AD yang di upgrade senjatanya menggunakan RCWS. Pihak Litbang Pussenkav sendiri terus melakukan uji coba dan penyempurnaan. Semoga saja kelak hasil jerih payah ini dapat diadopsi secara resmi di etalase ranpur TNI AD.

)KSAU Aktifkan Kembali ACMI Lanud Roesmin Nurjadin

KEPALA Staf Angkatan Udara, Marsekal TNI Imam Sufaat SIP, secara resmi mengaktifkan kembali pengoperasian Air Combat Maneuvering Instrumentation/ACMI Lanud Roesmin Nurjadin. Peresmiannya ditandai dengan penandatangan prasasti dan pembukaan kain selubung papan nama ACMI, Kamis (13/12).

Pada kesempatan tersebut Kasau menyampaikan pentingnya pengaktifan kembali ACMI Lanud Rsn guna meningkatkan kemampuan penerbang TNI Angkatan Udara, terutama dalam melaksanakan pertempuran di udara. Selain mampu memantau secara langsung pergerakan pesawat, ACMI secara Real Time juga mampu menyajikan data tentang posisi, kecepatan dan akurasi penembakan yang dilakukan oleh pesawat tempur saat melaksanakan pertempuran udara, baik pada saat melaksanakan roketing, bombing maupun penembakan dari udara ke udara dan dari udara ke darat. Lebih lanjut Kasau juga menyampaikan bahwa pengoperasian ACMI merupakan  langkah strategis bagi TNI Angkatan Udara dalam melaksanakan tugas kedepan.

Sementara itu Danlanud Rsn pada sambutannya menyampaikan bahwa fasilitas ACMI merupakan fasilitas latihan yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan tempur penerbang Skadron Udara 12.

Pada awalnya ACMI yang diresmikan Kasau merupakan fasilitas latihan yang dulunya bekerjasama dengan RSAF, seiring dengan kebijakan Mabes TNI kerjasama tersebut direvisi dan tidak dilanjutkan lagi pada tahun 2003. Mengingat pentingnya fasilitas ACMI bagi penerbang tempur dalam melaksankan pertempuran udara maka, Mabesau mengaktifkan kembali sarana dan prasarana latihan ini.

"Ini merupakan langkah maju dan menunjukkan kepada negara lain bahwa kita mampu mengoperasikan sendiri fasilitas ACMI secara mandiri”, demikian disampaikan Danlanud.

Lebih lanjut Danlanud juga menyampaikan bahwa seluruh peralatan ACMI sudah di renovasi sesuai kebutuhan latihan, demikian juga dengan sarana dan prasarana pendukung lainnya. Setelah melalui proses renovasi, ACMI Lanud Rsn juga telah dilaksankan uji coba dengan menggunakan pesawat Hawk 100/200 dengan hasil baik.

Usai meresmikan pengaktifan kembali ACMI Lanud Rsn, Kasau yang didampingi oleh Aslog Kasau, Pangkoopsau I, Pangkoopsau II beserta pejabat mabesau lainnya meninjau secara langsung ruangan BCDS ACMI yang berfungsi memantau seluruh pergerakan pesawat saat melaksanakan pertempuran di udara termasuk saat melaksanakan roketing, bombing maupun melihat akurasi dari hasil penembakan tersebut.(pentak roesmin nurjadin)

Australia Berniat Perkuat AU Dengan 24 Super Hornet Baru


Australia berniat membeli lagi 24 pesawat tempur buatan Boeing jenis F/A-18 Super Hornets. Rencana pembelian ini diungkapkan Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith di Canberra, sebagaimana dikutip kantor berita Reuters, Kamis (13/12/2012).
Dengan rencana pembelian ini berarti AU Australia akan mengurangi pembelian pesawat siluman F-35 Joint Strike Fighters sebagaimana rencana semula. Rencana pembelian ini juga menjadi pertanda bahwa mitra pembangunan pesawat tempur F-35 dengan Lockheed Martin akan tertunda. Program pesawat F-35 ini menelan biaya 396 miliar dollar AS yang membuat pemerintah AS merasa berat karena biaya yang terlalu besar. Australia ikut dalam proyek pembangunan ini.
"Kapasitas tempur Australia merupakan hal vital dari kerangka keamanan nasional. Pemerintah tidak akan membiarkan adanya jurang dalam kapasitas tempur AU Australia," ujar Smith.
Australia sebenarnya akan memesan 100 pesawat tempur siluman F-35 dengan nilai hingga 16,4 miliar dollar AS. Pesawat ini rencananya akan tiba pada tahun 2014 sampai 2015. Namun kemungkinan akan dipesan sekitar 14 unit F-35.
Australia kini memiliki 71 unit F/A-18 yang beroperasi sejak tahun 1985 dan 1990. Pesawat ini akan dipensiunkan tahun 2020. Australia juga memiliki 24 F/A-18 generasi terbaru yang memasuki servis tahun 2010 dan tahun 2011. Sekitar 12 unit dari pesawat ini sudah ditingkatkan kemampuannya dengan peralatan tercanggih dari AS. 
Sumber : Kompas

MPR Setuju Sebatik Jadi Otonomi Khusus


 MPR RI sepakat pada usulan pemekaran daerah Sebatik menjadi daerah otonom baru, baik kabupaten maupun kota untuk percepatan pembangunan.

"Kami melihat untuk percepatan pembangunan di Pulau Sebatik maka daerah tersebut harus didorong menjadi daerah otonom baru," kata Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Farhan Hamid di Nunukan, Kalimantan Timur, Kamis.

Rombongan MPR RI yang dipimpin Ahmad Farhan Hamid melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Nunukan, untuk melihat langsung persoalan masyarakat di wilayah perbatasan yakni di Pulau Sebatik pada 11-13 Desember 2012.

Rombongan MPR RI beranggotakan Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin, beberapa ketua fraksi di MPR RI yakni Muhammad Jafar Hafsah (FPD), Tb Soenmandjaya Rukmandis (FPKS), Martin Hutabarat (FGerindra), dan Yasonna Laoli (FPDIP).

Anggota MPR RI lainnya, adalah Farida Padmo Ardans (FPD), Aus Hidayat Nur (F-PKS), Nanang Sulaiman (F-PPP), serta anggota MPR dari kelompok DPD yakni Luther Kombong, Muslihuddin Abdurrasyid, dan Kadek Arimbawe.

Pada kunjungan ke lokasi perbatasan di Pulau Sebatik, rombongan MPR RI juga didampingi oleh Kapolda Kalimantan Timur, Kepala Staf Kodam VI/Mulawarman, dan Bupati Nunukan.

Menurut Farhan Hamid, Pulau Sebatik yang lokasinya berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia, harus segera dilakukan percepatan pembangunan, guna mengejar ketertinggalan dengan Kota Tawau, yakni kota di Sarawak, yang berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia di Pulau Sebatik.

Ia menambahkan, kajian pemekaran untuk Sebatik sudah dilakukan oleh Universitas Airlangga, Surabaya serta prosedur pemakaran sudah diatur dalam aturan perundangan.

"Bagi MPR, untuk hal-hal yang sifatnya genting dan menyangkut masa depan negara, kalaupun ada persyaratan administrasi yang masih kurang sedikit, agar bisa dimaklumi," tuturnya.

Farhan menilai, jika Sebatik tidak dimekarkan dan pembangunannya masih dibebankan kepada Kabupaten Nunukan, maka akan sulit untuk mengejar percematan pembangunan, karena Kabupaten Nunukan wilayahnya besar yakni ada sebanyak 16 kecamatan.

Dari 16 kecamatan tersebut, empat di antaranya ada di Sebatik, yakni Sebatik Tengah, Sebatik Utara, Sebatik Baat, dan Sebatik Selatan.

Menurut Farhan, usulan pemekaran Sebatik sudah mendapat persetujuan dari Pemerintah Kabupaten Nunukan maupun DPRD setempat.

Usulan tersebut, kata dia, saat ini masih berada di Provinsi Kalmantan Timur, menunggu persetujuan dari Pemerintah Provinsi dan DPRD.

"Dari yang saya cermati, usulan pemekaran Sebatik prinsipnya tidak ada halangan, hanya menunggu proses administrasi di tingkat provinsi," ucapnya.

Menurut dia, jika di tingkat provinsi sudah disetujui Pemerintah Provinsi dan DPRD setempat, kemudian akan diusulkan ke tingkat pusat.

"Saya kira pemerintah pusat akan langsung setuju, tinggal menunggu persetujuan di DPR RI," katanya.

Farhan menambahkan, anggota MPR yang saat ini berkunjung ke Sebatik adalah anggota DPR RI.

"Mereka sudah melihat sendiri kondisinya di Sebatik," katanya.
Sumber : Antara

Korea Utara Berhasil Luncurkan Unha-3


 Korea Utara akhirnya berhasil meluncurkan roket terbesarnya pada 12 Desember 2012, pukul 09.49 waktu setempat. Roket tiga tingkat Unha-3 yang diluncurkan dari pusat ruang angkasa Sohae Space Centre ini dilaporkan berhasil menempatkan satelit di orbitnya. Sementara rakyat Korea Utara turun ke jalan menyambut keberhasilan ini, AS dan sejumlah negara mengecamnya sebagai upaya provokatif yang mengancam keamanan regional.

Dikatakan provokatif dan bersifat mengancam, karena peluncuran roket tiga tingkat ini bisa diartikan sebagai upaya serius mengembangkan rudal balistik jarak jauh. Korea Utara dan Jepang menyatakan terusik dengan peluncuran ini dan mendesak PBB untuk lebih menekan Pyongyang. Militer Jepang telah mempersiapkan rudal anti-rudal Patriot untuk menjatuhkan Unha-3. Tetapi, sampai dengan selongsong roket tingkat dua jatuh di perairan utara Filipina, Patriot tak pernah ditembakkan.

Mayoritas media di Korea Selatan, Jepang dan China mengomentari peluncuran Unha-3 sebagai yang terjadi pada saat yang tidak diharapkan. Sementara Sekjen PBB Ban Ki-moon menimpalinya sebagai pelanggaran nyata terhadap Resolusi PBB. Pasalnya, dengan resolusi tersebut, PBB telah melarang negeri ini untuk meneruskan pengembangan rudal balistik jarak jauh. Banyak negara menilai, satelit bukan lah tujuan utama. “Mereka tengah mempersiapkannya untuk melontarkan nuklir.,” kata seorang pengamat militer Barat.

Sebelum peluncuran ini, Korea Utara diketahui mengalami kegagalan pada April 2012. Saat itu, roket serupa tiga tingkat meledak hanya beberapa saat setelah diluncurkan. Pada April 2009 menyatakan telah meluncurkan roket serupa tapi dilaporkan gagal oleh militer AS. Militer AS juga melaporkan telah terjadi kegagalan pada roket Taepodong-2 yang dluncurkan pada Juli 2006. PBB melayangkan resolusi kepada negeri ini karena pada saat bersamaan juga tengah dibangun reaktor nuklir untuk keperluan persenjataan. 
Sumber : Angkasa

Turkey Building More Of Its Own


 
With only one of its twelve new Heybeliada class anti-submarine corvettes in service, Turkey is now planning to produce another new class of ships in the form of four larger multi-purpose ships (frigates). These will also be locally designed and built. The Turkish navy is already the most powerful force in the eastern Mediterranean, with 17 frigates, seven corvettes, 14 submarines, and 27 missile armed patrol boats, plus 75 aircraft. Many of these ships are approaching retirement and the Turks want to replace most of them with locally built vessels. While the locally made corvettes cost less than $300 million each, the frigates would cost over a billion dollars each and weigh more than twice as much.
These 2,300 ton Heybeliada class corvettes are the first modern warships designed and built in Turkey, using largely Turkish made components. The Heybeliadas are 99.6 meters (308 feet) long and have a crew of 93. Weapons include a 76mm gun, two remotely controlled 12.7mm machine-guns, eight Harpoon anti-ship missiles, 21 RAM missiles for use against aircraft and anti-ship missiles, six torpedo tubes, and a helicopter. Electronics include radar, sonar, and electronics warfare gear. Top speed is 52 kilometers an hour and endurance is about 21 days. The entire class won't be completed until 2028, and four of the later ones will be slightly larger and armed with more anti-aircraft weapons. The first eight will spend most of their time performing coast guard duties.
The four new frigates will range farther into the Mediterranean and Black Seas. For centuries, until the appearance of metal ships, Turkey was a major builder of warships. The Turks are very much aware of that tradition and are keen to regain some of that past stature in the warship construction industry.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...