Wednesday, July 04, 2012

Indonesia beli leo dari jerman sebanyak 100 unit


3 Juli 2012, Senayan: Pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan akan membeli 100 unit tank Leopard langsung dari Jerman. Pemerintah membatalkan rencana pembelian Leopard bekas dari Belanda. Rencananya, pada Oktober mendatang 15 unit tank tersebut akan tiba di Indonesia. Namun, hingga kini kalangan dewan mengaku belum tahu alasan di balik keputusan pemerintah ini. "Saya sampai saat ini belum tahu kelanjutan rencana pembelian tank Leopard langsung dari Jerman tersebut," kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin di sela menghadiri sidang Paripurna DPR, Selasa (3/7). Hasanuddin berharap Kemenhan segera menyampaikan penjelasan tentang keputusan tersebut ke DPR. Sebab, hingga kini Komisi I DPR belum memutuskan persetujuan terhadap Kemenhan itu. Umumnya anggota Komisi butuh penjelasan tentang pertimbangan yang digunakan pemerintah dalam pengambilan keputusan tersebut. Komisi I juga perlu diberi laporan tentang spesifikasi tank yang dibeli. Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam jumpa pers, Senin (2/6) kemarin menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia memutuskan untuk membeli 100 unit tank tempur utama Leopard dari Jerman. Keputusan ini diambil setelah Belanda menyatakan tidak bisa memberikan kepastian yang sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh Indonesia. Keputusan membeli tank itu langsung dari pabrikannya di Jerman, ujar Sjafrie, dengan pertimbangan bahwa Jerman dapat memberikan Indonesia kepastian waktu dan kepastian target dari volume peralatan militer yang diperlukan untuk modernasi alutsista dan rencana strategis Indonesia 2010-2014. Sjafrie mengatakan, alokasi anggaran yang diperlukan untuk membeli peralatan militer tank tempur utama atau Main Battle Tank (MBT) itu adalah 280 juta dollar AS dari alokasi pinjaman luar negeri, yang prosesnya akan diselaraskan di Bappenas maupun Kementerian Keuangan. Sumber: Jurnal Parlemen

Kopassus Kedepankan Langkah Persuasif Di Papua

Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus) Mayjen TNI Wisnu Bawa Tenaya menegaskan pasukannya tetap mengedepankan pendekatan persuasif untuk mengatasi gangguan keamanan di Papua.

"Permasalahan di Papua itu kompleks. Tidak saja menyangkut keamanan tetapi juga kesejahteraan," katanya, saat berbincang dengan ANTARA di Jinan, Shandong, China, Rabu.

Berbincang usai membuka dan meninjau Latihan Bersama Kopassus dan Komando Pasukan Khusus Angkatan Bersenjata China (People`s Liberation Army/PLA), ia mengatakan untuk mengatasi segala permasalahan di Papua, harus dilakukan hati-hati.

"Kita, utamanya Kopassus tidak bisa mengambil langkah seenaknya untuk mengatasi persoalan keamanan di Papua, kita harus hati-hati karena masalah di sana tidak sekadar masalah keamanan, tetapi kesetaraan, kesejahteraan," katanya.

Karena itu, lanjut Wisnu, pasukan korps baret juga akan selalu berhati-hati dan tetap mengedepankan langkah persuasif dalam menyelesaikan masalah keamanan di Papua.

Dicontohkannya, TNI telah melakukan TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) di Papua beberapa waktu lalu.

"Kopassus juga akan melakukan kegiatan ekspedisi di Papua untuk melihat langsung potensi wilayah, kondisi masyarakat secara lebih dalam sehingga dapat diketahui apa sebenarnya yang terjadi dan apa yang masyarakat Papua inginkan," katanya.

Sebelumnya, Kopassus melaksanakan Ekspedisi Bukit Barisan (Sumatera) dan Ekspedisi Khatulistiwa (Kalimantan). "Hal serupa sedang kita agendakan untuk dilakukan di Papua," ujar Wisnu.

Danjen Kopassus menegaskan,"Kopassus tidak sembarang, hati-hati dan komit untuk mengatasi persoalan keamanan di Papua melalui pendekatan persuasif dan humanis,".

Sebelumnya Wakil Koordinator Kontras Indria Fernida, Ketua Sinode Gereja Kingmi Papua Pdt Benny Giay, dan Sekretaris Foker LSM Papua Septer Manufandu kepada Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Albert Hasibuan mengatakan pendekatan militer masih dikedepankan oleh Pemerintah dalam mengatasi persoalan di Papua.

Pendekatan kesejahteraan yang selama ini didengungkan belum dilaksanakan maksimal untuk menjawab aspirasi masyarakat Papua.


Sumber : Antara

Analisis : Kita Memang Lapar Alutsista

Kedatangan Presiden SBY ke Darwin Australia tanggal 2 Juli 2012 untuk “menjemput” hibah 4 Hercules dari Australia dan keputusan Kemhan untuk membeli langsung 100 tank Leopard dari Jerman dengan membatalkan beli dari Belanda menyiratkan sebuah keinginan cepat bahwa kita memang lapar alutsista.  Kita masih sangat butuh asupan gizi alutsista untuk memberikan kegagahan bagi hulubalang republik. Khusus Leopard Belanda yang mencla mencle itu keputusan Kemhan perlu diapresiasi karena ini sekaligus ingin menggenggam jetegasan,tak ada akar rotan pun dikejar. Yang jelas rotan lebih bagus dari akar, beli langsung dari yang membuat Leopard.

Indonesia masih sangat membutuhkan alutsista untuk memperkuat satuan tempur TNI segala matra.  Itu sebabnya daftar belanja alutsista kita memang luar biasa kontennya untuk memberikan nilai kecukupan bagi tentara yang mengawal negeri ini.  Tentara kita sudah kenyang dengan latihan fisik, bela diri, survival dan adu ketangkasan.  Yang belum dicukupi adalah gizi alutsista sebagai bagian dari kriteria 4 sehat 5 sempurna dalam postur tentara. Yang ke lima itu tentu alutsista yang modern dan berteknologi karena kita berada dalam era teknologi.  Oleh karena itu kelengkapan tentara bukanlah pedang atau tombak sebagaimana serdadu jaman dulu melainkan piranti teknologi yang tersimpan dalam segala jenis alutsista yang dimiliki.
3 Fregat TNI AL mengawal Jalesveva Jayamahe
Peningkatan kekuatan satuan tempur TNI mestinya tidak lagi berorientasi asal banyak jumlah pasukan namun lebih dikembangkan pada kekuatan alutsista dengan integrasi sistem teknologi pertempuran untuk mendapatkan gelar sebagai pasukan berkualifikasi teknologi tempur dan mampu menjalankannya.  Perkuatan alutsista di berbagai batalyon hendaknya menjadi prioritas termasuk daya gentarnya.  Misalnya untuk Paskhas tidak hanya bertumpu pada rudal jarak pendek QW3 untuk pengamanan Lanud melainkan sudah harus memilik rudal SAM jarak menengah di sejumlah pangkalan angkatan udara.

Sudah banyak alutsista yang dipesan, sudah banyak yang ditandatangani dan tinggal tunggu kedatangan. Tetapi menurut hemat kita itu masih belum mencukupi jika dikaitkan dengan besarnya teritori yang harus dikawal.  Jelasnya kita masih butuh banyak alutsista pemukul apakah itu jet tempur, rudal, roket, artileri, MBT, kapal perang dan kapal selam. Rentang kendali wilayah RI sangat luar biasa besarnya sehingga memerlukan kekuatan alutsista yang setara dengan luas wilayah.  Itu bermakna kekuatan tentara utamanya alutsista yang dimiiki sekarang atau bahkan yang sudah dipesan dan ditunggu kedatangannya sampai tahun 2014 masih belum menggapai kekuatan getar dan gentar.  Kekuatan alutsista TNI sampai tahun 2014 baru sampai pada tahap kekuatan “balita”, belum sampai pada kekuatan anak lanang sesungguhnya.

Contohnya untuk armada kapal selam, kita masih butuh kapal selam lebih banyak dari yang diprediksi sekarang dengan 2 Cakra Class ditambah 3 Changbogo Class.  Kita masih butuh minimal 4 kapal selam setara U214 atau Kilo disamping kekuatan 5 kapal selam yang bakal dimiliki RI sampai tahun 2018 itu.  Changbogo boleh saja diteruskan produksinya oleh PT PAL tetapi kita masih butuh kapal selam yang lebih tangguh untuk mengawal perairan yang luas ini.  Selain kapal selam pertambahan yang signifikan diperlukan untuk armada fregat dan korvet TNI AL.  Kita masih butuh banyak kapal perang untuk mengganti yang sudah uzur atau menambah kekuatan armada itu sendiri. 
KRI Widjajadanu di masa keemasan armada kapal selam RI
Perkembangan geo politik di kawasan Asia Pasifik memerlukan antisipasi dengan ukuran “paling tidak mengenakkan”, dan jalan untuk menghadapi itu adalah dengan perkuatan militer skala penuh.  Bukan untuk mengajak perang tetapi sebagai langkah antisipasi bahwa kami siap menjaga kedaulatan kami.  Sejauh ini Pemerintah dan DPR sudah mengucurkan dana milyaran dollar untuk pengadaan alutsista.  Kebijakan ini didukung oleh mayoritas rakyat Indonesia. Meskipun begitu kita tetap mengkhawatirkan serial MEF (MInimum Essential Force) ini manakala ada pergantian pemerintahan tahun 2014.  Mengapa begitu, karena kalau hanya sampai tahun 2014 belanja alutsista belum bisa masuk kategori disegani, melainkan baru sampai pada sebutan memenuhi kekurangan gizi akibat ditelantarkan selama bertahun-tahun.

Negara ini harus punya militer yang kuat untuk meneguhkan eksistensi dan kewibawaannya karena posisi Indonesia dalam peta strategi ekonomi dan militer  kawasan sudah mencerminkan nilai kewibawaan yang penuh gengsi. Kaya sumber daya alam, terbesar dalam jumlah penduduk dan wilayah di Asia Tenggara, kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan 16 besar dunia.  Militer yang kuat akan memberikan sinyal ke segala arah bahwa teritori yang luas dan kaya ini ada dalam jangkauan tempur bagi siapa saja yang hendak melakukan penjarahan kekayaan alam, infiltrasi atau aneksasi ke wilayah NKRI.

Perjuangan untuk pertumbuhan menuju kekuatan alutsista yang gahar sedang ada dalam perjalanan menuju horizon.  Dalam bingkai ini selayaknya kita memberikan dukungan kuat untuk perjalanan menuju target yang diinginkan.  Lihatlah sekeliling kita yang sudah berubah. Jendela LCS (Laut Cina Selatan) yang selama ini tenang semakin bergelombang panas. Pagar halaman belakang rumah tiba-tiba saja hiruk pikuk dengan kedatangan militer adikuasa dan alutsistanya, padahal selama setengah abad ini adem ayem saja. 

Itu sebabnya jangan sampai kita setengah hati  membangun kekuatan militer kita yang tertinggal jauh.  Hari ini dan seterusnya adalah perjuangan yang terus menerus untuk menjadikan tentara kita memiliki persenjataan yang modern dan berteknologi.  Kita memiliki teritori yang berwibawa, strategis dan kaya sumber daya alam.  Kepemilikan yang penuh gengsi itu harus diimbangi juga dengan kepemilikan tentara yang punya alutsista canggih agar terjadi keseimbangan yang terukur diantara keduanya.  Kepemilikan militer yang kuat merupakan payung dalam menjaga gengsi teritori sekaligus kewibawaan berbangsa.  Militer yang kuat menjadi indikator  segan dalam bahasa  dan upaya diplomasi bilateral dan multilateral. Oleh sebab itu kita harus mampu menjaga momentum perkuatan alutsista dan istiqomah dalam perjalanan mencapai horizon itu.


Sumber : Analisis

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...