Friday, October 05, 2012

Perisai Pertahanan Indonesia


backflight Perisai Pertahanan Indonesia
Dua  pesawat tempur Sukhoi  Skuadron 11 Lanud Hasanuddin, Makassar,   menghentikan pesawat asing yang melintas di wilayah udara Indonesia (30/9). Pesawat jenis Cessna 208,  N-354 RM itu dicegat dan dipaksa mendarat di Lanud Balikpapan, Kalimantan Timur.
“Terpaksa kami lakukan peluncuran dua Sukhoi,  karena pilot itu tidak merespons komunikasi radio dari ATC,” ujar Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) Marsekal Muda Bambang Soelistyo .
Pilotnya bernama Michael E. Boyd, berkewarganegaraan AS.  Pesawat asing itu berangkat dari Palau (sebuah negara kecil di kawasan Pasifik, tepatnya di utara Papua dengan tujuan mengantar pesawat yang baru dibeli ke Singapura.
Insiden ini bukan yang pertama. Pada 2011, Kohanudnas juga  mencegat pesawat tanpa izin.  Saat itu pesawat jet P2-ANW Dassault Falcon 900EX yang ditumpangi Wakil Perdana Menteri Papua Nugini Belden Namah distop oleh Sukhoi.
Kejadian ini menunjukkan radar Indonesia bekerja dengan baik di wilayah Kalimantan.  Dengan demikian, kru di darat bisa segera merespon dan mengambil keputusan yang dibutuhkan.
Namun bagaimana jika pesawat yang menerobos wilayah Indonesia adalah pesawat tempur berkecepatan supersonic ?.  Apakah radar Indonesia di Kalimantan masih bisa mendeteksinya ?.
radar tni au2 Perisai Pertahanan Indonesia
Tidak semua wilayah udara Indonesia dicakup oleh radar.  Selain itu, sistem radar Indonesia juga memadukan radar militer dan sipil dan kebanyakan radar sipil tidak bisa mendeteksi pesawat tempur, apalagi bila terbang dalam kecepatan supersonic.
Radar penerbangan sipil (angkutan udara) berbeda dengan radar militer (Angkatan Udara). Radar sipil bekerja dengan mengririm sinyal ke  pesawat agar transponder pesawat membalas, sehingga pergerakannya dapat dipantau melalui  sinyal transponder atau biasa disebut Secondary Surveillance Radar (SSR).
Sementara radar militer  (Primary Surveillance Radar-PSR) memantulkan sinyal ke udara dalam cakupan tertentu agar dipantulkan kembali  oleh penampang dan pergerakan pesawat. Pemantulan sinyal radar oleh penampang pesawat ini yang dipantau  radar militer.  Dengan demikian, pesawat yang mematikan transpondernya pun masih dapat dideteksi.  Beberapa bandara besar juga menggunakan primary radar (radar militer), namun tidak semua karena harganya lebih mahal.  Harga satu radar militer sekitar 50 juta dollar AS.Satuan Radar 241 Perisai Pertahanan Indonesia
SatRad 241 Buraen, Amarasi Selatan, Kupang, NTT
Radar militer mampu memberikan data secara akurat, baik ketinggian, posisi, maupun kecepatan sasaran atau singkatnya kemampuan tiga  dimensi. Radar militer juga  mampu melaksanakan perang elektronika. Selain dituntut dapat mendeteksi sasaran di udara, radar militer harus mampu menjejak pesawat tempur yang berupaya menghindar dengan peralatan elektronik.
Radar militer Indonesia di wilayah Barat, umumnya menggunakan  Radar Thomson CSF dari  Perancis yang berfungsi sebagai Radar Early Warning,  serta  Radar GCI (Ground Control Intercept) Plessey Inggris, yang berkemampuan 3 Dimensi.  Radar ini dibeli pada tahun 1980-an.
Namun tidak semua radar ini berfungsi dengan baik, karena usianya yang sudah uzur.  Bahkan menurut Mantan KASAU TNI-AU Marsekal Purn. Chappy Hakim, sebagian radar telah rusak dan kemampuannya  hanya 70 persen.  Lebih parah lagi, tidak semua radar militer beroperasi  24 jam.  Sebagian hanya ifungsikan selama 12 jam akibat faktor usia.
Hitungan lebih pesimis disampaikan oleh Mantan  Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional Marsda F Djoko Poerwoko.  Dari jumlah total radar yang dimiliki TNI, 40 persen tidak dapat beroperasi.
Kondisi itu agak berbeda dengan radar militer yang  di Indonesia bagian Timur yang mendapatkan radar baru dan modern:  Radar Type Master-T buatan Perancis. Gelar Radar Master-T difokuskan di wilayah timur agar  untuk meng-cover wilayah udara dan perairan yang cukup luas, yang bisa menjadi celah bagi negara asing untuk menyusup.
Kohanudnas memiliki  20 Satuan Radar yang terbagi ke dalam 4 Komando Sektor (Kosek). Kosek I bermarkas di Halim, Jakarta membawahi 6 radar: SatRad 211 Tanjungkait, Satrad 212 Ranai, Satrad 213 Tanjung Pinang, Satrad 214 Pemalang, Satrad 215 Congot dan Satrad 216 Cibalimbing.
Kosek II di Makassar membawahi 5 radar, Kosek III di Medan membawahi 4 radar dan Kosek IV di Biak membawahi 5 radar:   yakni: Satuan Radar 243 Timika, Satuan radar Biak,  Satuan Radar 244 Merauke, Buraen Kupang NTT dan Satuan Radar 245 Saumlaki Maluku Tenggara Barat. TNI menargetkan terpasang 32 radar militer pada tahun 2024.
satrad241 Perisai Pertahanan Indonesia
20 Satuan Radar yang existing:
  1. Satuan Radar 211 Tanjung KaitMaukKab TangerangBanten
  2. Satuan Radar 212 Ranai
  3. Satuan Radar 213 Tanjung Pinang
  4. Satuan Radar 214 Pemalang
  5. Satuan Radar 215 Congot, DIY
  6. Satuan Radar 216 Cibalimbing, SuradeKab SukabumiJawa Barat
  7. Satuan Radar 221 Ngliyep, Malang
  8. Satuan Radar 222 Ploso, Jombang
  9. Satuan Radar 223 Balikpapan
  10. Satuan Radar 224 Kwandang, Gorontalo
  11. Satuan Radar 225 Tarakan
  12. Satuan Radar 231 Lhokseumawe
  13. Satuan Radar 232 Dumai
  14. Satuan Radar 233 Sabang
  15. Satuan Radar 234 Sibolga
  16. Satuan Radar 241 BuraenAmarasi SelatanKupangNTT
  17. Satuan Radar 242 Tanjung Warari, Biak
  18. Satuan Radar 243 Timika
  19. Satuan Radar 244 Merauke
  20. Satuan Radar 245 Saumlaki
Untuk menutupi lubang-lubang udara Indonesia, Kohandunas melakukan integrasi radar militer dengan radar sipil.  Dengan posisi seperti ini, masih banyak wilayah di Indonesia yang bisa diterobos oleh pesawat asing untuk melakukan black flight. Diperkirakan 1/4 wilayah udara Indonesia belum tercover radar militer.
Padahal menurut catatan Majalah Angkasa edisi Februari 2009, kehadiran black flight cenderung terus meningkat. Tahun 2007 terjadi  23 kali, dan tahun 2008 meningkat menjadi 26 kali, dengan perincian 10 kali pelanggaran wilayah kedaulatan dan 16 kali pelanggaran yang bersifat mengancam wilayah kedaulatan.
Kelemahan radar Indonesia lainnya terrcermin dalam kasus dua pesawat Sukhoi SU-30 milik TNI AU dikunci misil tidak dikenal ketika berlatih intersepsi udara di wilayah pesisir selatan Sulawesi Selatan, 20 Februari 2009.  Alarm missile lock kedua pesawat berbunyi tiba-tiba, tetapi kedua pesawat canggih  itu tidak bisa mengenali siapa pihak yang mengunci mereka. Saat itu,  di masing-masing pesawat yang sedang berlatih terdapat instruktur terbang dari Rusia yang sedang melatih dua penerbang tempur TNI AU. Kedua instruktur itulah yang menyatakan alarm berbunyi karena pesawat di-lock misil.
su30pitcblack Perisai Pertahanan Indonesia
Radar Indonesia belum cukup mampu menjejak pihak asing yang mengunci dua sukhoi Indonesia dengan misil mereka. Lebih parah lagi, Indonesia juga belum memiliki senjata anti-udara jarak menengah.  Padahal, elemen utama yang membentuk pertahanan udara adalah: Radar,  Pesawat Tempur, serta Surface to Air Missile.  Ketiga faktor itu akan menghasilkan kemampuan yang maksimal jika bisa diintegrasikan dengan baik dan didukung oleh sumber daya manusia yang handal.  Sayangnya ketiga faktor ini belum dapat terpenuhi. Jumlah radar masih terbatas, jarak jangkau senjata penangkis udara masih jarak pendek dan pesawat yang siap tempur dengan persenjataan yang komplit juga masih terbatas.
Dengan areal yang sangat luas, memang agak sulit bagi radar Indonesia untuk bisa meng-cover seluruh wilayah udara secara benar dan cermat.
Satelit Militer Lapan
Persoalan ini juga dialami oleh berbagai negara lainnya.  Turki  akan meluncurkan satelit militer bernama “Göktürk” ke ruang angkasa tahun 2013 , agar mampu mengambil gambar udara dengan tingkat akurasi sangat tinggi, termasuk mencover wilayah udara Turki secara baik dan benar.
Satelit militer ini juga membuat Turki mampu memantau gerak-gerik militer tetangganya secara detil, sehingga secara dini mampu mengantisipasi serangan pihak asing. Satelit militer itu buatan Turki bekerjasama dengan Perusahaan Italia “Tellesbazio”.
Turki ingin mengatakan, Mediterania Timur bukan merupakan lahan bermain bagi Israel, banyak negara yang berkepentingan di wilayah itu dan seluruh negara harus mematuhi hukum internasional,” ujar seorang peneliti Nimrod Goren.
Lebih dasyat lagi yang dilakukan Rusia.  Mereka memasang 70 satelit militer, untuk memantau wilayah dan pergerakan militer Amerika dan Eropa. Dengan jumlag satelit sebanyak itu, Rusia berharap mampu menjejak dan memusnahkan rudal yang mengancam negara beruang merah tersebut.
satelit lapan Perisai Pertahanan Indonesia
Satelit Lapan
Lompatan teknologi militer ini juga bisa dilakukan Indonesia.  Saat ini TNI berharap agar satelit Lapan-2 kualitasnya terus ditingkatkan. Diharapkan ke depannya Lapan mampu membuat satelit militer dan diterbangkan oleh roket RX-550.
Jika hal itu terwujud, tidak akan ada lagi cerita, pesawat tempur Indonesia dilock pihak asing, yang kita tidak tahu siapa pelakunya. Satelit militer akan memberi pantauan dan jangkauan frekuensi yang tinggi, untuk melengkapi perisai pertahanan Indonesia. (JKGR).

TNI AD Belum Final Memesan Apache



AS550 C3 Fennec in Marignane (France) dilengkapi Machine Gun POD HMP 400 ; Flir ; Stubwing.  TNI AD telah memesan AS550 Fennec mempekuat satuan udaranya. (Foto: Eurocopter/PENNA Patrick)

4 Oktober 2012, Jakarta: KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menjelaskan bahwa pihaknya belum membuat keputusan final soal pemesanan heli serang Apache. Pihaknya masih terus berkoordinasi dengan Puspenerbad sebagai operator heli tersebut.

"Kami masih menimbang-nimbang antara Apache atau Blackhawk UH-60, Yang jelas kita pilih mana yang lebih murah tapi kualitas tetap baik," ujarnya tadi pagi di Mabes AD, Jakarta Pusat (4/5/2012).

Pramono juga memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat yang ingin memberikan kritik dan masukan terhadap alutsista-alutsista terbaru yang akan dipesan TNI AD. Hal ini terkait dengan upaya TNI AD yang terus menggenjot program modernisasi alutsistanya.

"Silahkan komplain,misalnya kenapa pilih A, kenapa tidak B saja yang lebih unggul. Tapi jangan komplain karena ‘pesanan pihak tertentu’," jelasnya.

Beberapa alutsista yang telah dipesan TNI AD diantaranya Tank Leopard RI dari Jerman, roket MLRS Astros II, Fennec AS 550, dan teropong Trijicon untuk senapan SS 2 yang dipakai oleh Infanteri.

Dalam program modernisasi tersebut TNI AD berprinsip untuk memprioritaskan produk-produk buatan dalam negeri. TNI AD terus mendorong pihak-pihak terkait seperti PT Pindad dan PT DI untuk bisa mengembangkan produknya masing-masing hingga dapat digunakan oleh internal AD.

Pramono juga menjamin transparansi dalam pemilihan rekanan dan penggunaan budget. “Rekanan tetap kita pakai tapi kita pilih yang paling masuk akal harganya,” tegasnya.

Sumber: Angkasa


Senapan serbu SS2 produksi PT PINDAD telah mengantarkan TNI AD meraih berbagai tropi kejuaraan menembak militer di luar negeri. (Foto: Berita HanKam)

4 Oktober 2012, Jakarta: Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (TNI) Pramono Edhie Wibowo mengatakan bahwa anggaran belanja AD untuk pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) merupakan yang paling kecil di antara matra TNI yang lain.

"Anggaran alutsista AD paling kecil daripada AL atau AU, tapi itu tidak boleh membuat kecil hati. Justru bagaimana caranya supaya semaksimal mungkin digunakan," kata Edhie Wibowo di Jakarta, Kamis.

Jumlah anggaran untuk AD senilai Rp14 triliun, lebih kecil dari dua matra TNI yang bernilai Rp20 triliun dan Rp22 triliun, lanjutnya.

Dengan anggaran tersebut, TNI AD berencana untuk memperkuat dan memperbaharui alutsista, dengan membeli sejumlah peralatan persenjataan baru.

TNI AD Bangga Pakai Alutsista Dalam Negeri

Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), matra Angkatan Darat (AD) khususnya, bangga menggunakan peralatan dan perlengkapan senjata buatan dalam negeri, kata Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Pramono Edhie Wibowo di Jakarta, Kamis.

"...alat-alat yang diproduksi dalam negeri, itu harus kita gunakan," tegas Kasad.

Meskipun demikian, sempat ada perasaan tidak percaya diri dalam diri para prajurit ketika menggunakan senjata produksi PT Pindad.

Dia bercerita pernah bertemu dengan salah seorang prajurit yang secara terus terang lebih memilih menggunakan senjata lama buatan asing daripada senjata baru buatan PT Pindad.

"Dalam hal itu, si prajurit tidak bisa disalahkan karena dia memang terbiasa dengan senjata produk asing. Namun, ada juga beberapa prajurit yang mau menggunakan senjata produksi dalam negeri, tetapi harus disesuaikan dengan senjata asing yang sudah dimilki," jelasnya.

Kebanggaan para tentara AD dalam menggunakan senjata buatan dalam negeri muncul saat perlengkapan pertahanan itu berperan penting dalam sebuah kejuaraan tingkat ASEAN.

Ketika prajurit AD untuk pertama kalinya menggunakan senjata buatan PT Pindad di perlombaan menembak se-ASEAN, TNI AD berhasil membawa pulang sembilan dari 15 trofi yang diperebutkan di ajang tersebut.

"Hal itu belum pernah diraih oleh negara mana pun. Oleh karena itu, di sini saya ingin menegaskan bahwa sebetulnya jika kita mau mengoreksi diri, kita pasti bisa," katanya.

Sejak saat itu, TNI AD menggunakan senjata ringan produksi dalam negeri.

Namun, untuk alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang berat, seperti tank, TNI AD masih membelinya dari pihak asing.

Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan membeli 103 unit tank Leopard, 50 unit tank Marder dan 10 unit tank pendukung guna memperkuat sistem alutsista pertahanan Indonesia.

Salah satu dari peralatan persenjataan yang dibeli TNI AD dari pihak asing adalah tank Leopard yang akan tiba di tanah air sebanyak 44 unit pada November.

Sumber: ANTARA News

Pangkalan Kapal Selam di Teluk Palu Segera Dioperasikan



Peta Teluk Palu. (Image: Google map)

3 Oktober 2012, Palu: Pangkalan kapal selam TNI AL di Teluk Palu, Sulawesi Tengah, akan selesai dibangun pada akhir 2012, dan segera beroperasi.

"Pada awal 2013, kapal selam dari Armatim (Armada RI Kawasan Timur) sudah bisa singgah di Teluk Palu," kata Komandan Pangkalan TNI AL Palu, Kolonel Pelaut Boedi Oetomo, di Palu, Rabu.

Dia mengatakan saat ini pembangunan tahap dua sudah selesai sekitar 80 persen. Tahap dua itu bangunan fisik di sekitar pangkalan. Selanjutnya masuk ke tahap tiga, yakni pengerjaan fisik yang ringan seperti pembuatan pagar dan proses pengecatan.

Salah satu alasan pemilihan Teluk Palu karena teluk ini cukup strategis di nusantara. Teluk Palu memiliki lebar 10 kilometer dengan lingkar garis pantai sepanjang 68 kilometer. Kedalaman Teluk Palu mencapai 400 meter dan dinilai sangat strategis. "Perlindungan alam" terhadap arus laut yang ekstrim juga dinilai sangat memadai dan menguntungkan untuk dijadikan pangkalan kapal selam.

Sebagai gambaran, pada Perang Dunia II, Angkatan Laut Kerajaan Inggris pernah mengandalkan pangkalan kapal selam Scapa Flow di Kepulauan Orkney, Skotlandia. Walau sempat ditembus flotila kapal selam U-boat Jerman namun eksistensi Scapa Flow tetap dipertahankan.

Boedi mengatakan, di pangkalan kapal selam itu nantinya akan diperkuat dengan pasukan pertahanan pangkalan dengan jumlah personel sebanyak satu peleton atau sekitar 24 orang.

Pangkalan kapal selam TNI AL sendiri berada di lahan seluas 13 hektare di Kelurahan Watusampu, Kota Palu.

Pada awal 2012, Komandan Pangkalan Utama TNI AL IV Makassar, Brigadir Jenderal Marinir M Suwandi Thahir, meninjau pembangunan pangkalan khusus kapal selam di Teluk Palu.

Saat itu, ia mengemukakan bahwa keberadaan pangkalan tersebut sangat strategis untuk pengamanan wilayah NKRI terutama di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II Selat Makassar sampai ke perbatasan dengan negara tetangga Malaysia di Laut Sulawesi.

Sumber: ANTARA News

Parlemen Setuju Penambahan Anggaran Kemhan Rp 18,3 Triliun



Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (dua kanan), Panglima TNI Agus Suhartono (kanan) dan Direktur Anggaran III Kemenkeu Sambas Mulyana (dua kiri) dan Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di kompeks MPR DPR Senayan, Jakarta, Rabu (5/9). Rapat kerja tersebut membahas dana optimalisasi Kementerian Pertahanan tahun anggaran 2012 sebesar Rp 678 miliar serta pemberangkatan tiga unit Mi-17 ke Kongo dalam rangka penguatan pasukan perdamaian Indonesia di Kongo. (Foto: ANTARA/Rosa Panggabean/ed/ama/12)

3 Oktober 2012, Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI Fayakhun Andriadi mengatakan, usulan penambahan anggaran dari Kementerian Pertahanan (Kemhan) sebesar Rp 18,325 triliun di luar pagu definitif Kemhan tahun 2013 sebesar Rp 77,7 triliun berpotensi untuk disetujui.

Sebab, pengajuan tambahan anggaran Kemhan sebesar Rp 18,3 triliun untuk 2013 itu merupakan bagian anggaran alutsista Minimum Essential Force (MEF) untuk 2010-2014 yang mencapai Rp 156 triliun, terdiri atas Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014 sebesar Rp 99 triliun dan alokasi on top berdasar arahan rapat kabinet terbatas 4 Oktober 2010 sebesar Rp 57 triliun.

"Saya rasa ajuan penambahan anggaran. Kemenhan untuk 2013 sebesar Rp 18,3 triliun itu kita akan dukung, karena itu merupakan anggaran yang masuk dalam on top. Cuma yang perlu kita dalami nantinya soal sumbernya bagaimana. Memang itu uangnya dari APBN juga, cuma untuk program MEF yang alokasi pencairannya secara bertahap itu, memang tidak secara jelas disebutkan," ujar Fayakhun Andriadi kepada Jurnalparlemen.com, Rabu (3/10).

Hal ini disampaikan Fayakhun terkait Raker dengan Menhan di Komisi I, Senin (1/10), yang membahas RKA/KL 2013. Saat itu, Kemhan mengajukan dana tambahan sebesar Rp 18,3 triliun. Fayakhun yang juga anggota Banggar dari Fraksi Partai Golkar ini mengatakan, yang perlu dipertajam dalam rapat berikutnya adalah tambahan itu digunakan untuk apa saja. Usulan tambahan anggaran 2013 sekitar Rp 18,3 triliun ini sendiri terdiri dari penambahan anggaran untuk Kemhan Rp 672,34 miliar, Mabes TNI Rp 1,260 triliun, TNI AD Rp 9,283,93 triliun, TNI AL Rp 3,237 triliun, dan TNI AU Rp 3,871 triliun. Total Rp 18,325 triliun.

Sementara, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menyatakan tidak optimistis, jika program MEF 2010-2014 dengan anggaran lewat on top sebesar Rp 57 triliun akan terserap semua. "Justru seharusnya untuk anggaran on top di 2013 diajukan lebih besar lagi. Karena dikhawatirkan pada tahun terakhir 2014, dana yang tersisa masih besar, tidak terserap secara maksimal. Harusnya ajuan tambahan anggaran di 2013 ya Rp 22 triliun," ujarnya.

Seperti diketahui, Pemerintah menganggarkan Rp 156 triliun untuk penyediaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI pada periode 2010-2014. Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebelumnya menjelaskan bahwa anggaran alutsista untuk memenuhi MEF untuk 2010-2014 mencapai Rp 156 triliun yang terdiri atas Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014 sebesar Rp 99 triliun dan alokasi on top berdasar arahan rapat kabinet terbatas 4 Oktober 2010 sebesar Rp 57 triliun.

Dari alokasi Rp 99 triliun tersebut, Rp 32,5 triliun digunakan untuk belanja barang dan Rp 66,6 triliun untuk belanja modal. Dana belanja modal itu terdiri atas pinjaman luar negeri sebesar 6,5 miliar dolar AS dan sisanya berasal dari pinjaman dalam negeri. Pemerintah, kata Menkeu, sudah menerbitkan penetapan sumber pembiayaan (PSP) sebesar 5,7 miliar dolar AS. Artinya, masih ada sekitar 0,8 miliar dolar AS belanja modal yang belum didukung pembiayaannya, dan menurut Menkeu masih akan dievaluasi dalam pengajuan pembiayaan.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menambahkan, inisiatif baru pengadaan alutsista sebesar Rp 57 triliun tersebut sudah ditetapkan dalam Keppres 35/2011 tentang Percepatan Pemenuhan Kekuatan Pokok Minimal Alutsista TNI Tahun 2010-2014, yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 27 Desember 2011.

Kata Armida, alokasinya bertahap yaitu Rp 7 triliun pada 2010, Rp 4 triliun pada 2011, Rp 6 triliun pada 2012, dan Rp 40 triliun pada 2013-2014. Semuanya disesuaikan dengan kemampuan anggaran negara dan dengan mekanisme yang berlaku.

Sumber: Jurnal Parlemen

KSAD : HANYA ALUTSISTA KHUSUS DAN BELUM BISA DIBUAT DI INDONESIA YANG KITA BELI DARI LUAR NEGERI




:Meski Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus menambah alat utama sistem senjata (alutsista), demi melengkapi yang sudah ada, bukan berarti buatan produksi dalam negeri dilupakan.

Kepala Staf Angkatan TNI AD, Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, meyakinkan hal itu. Bahkan menurutnya, TNI tetap memprioritaskan produksi anak negeri.

"Kami masih beli alutsista dari luar, untuk alat-alat khusus. Tapi kami juga kembangkan untuk dibuat oleh dalam negeri. Alat yang bisa dibuat dalam negeri, ya dibuat. Bagi yang tidak bisa dibuat, kami anggarkan untuk membeli dari luar," ujar Pramono Edhie, Kamis 4 Oktober 2012.

Pramono menjelaskan, alutsista produksi dalam negeri dibuat dengan sejumlah penyesuaian yang ada di Indonesia. Penyempuraannya juga akan melihat di lapangan.

"Perlengkapan prajurit mulai dari helm, seragam, sepatu, parasut terjun payung, tas ransel, senjata, itu produk sudah dalam negeri. disesuaikan dengan postur prajurit-prajurit kita yang kecil badannya," ucap Pramono.

Selain itu, kata Pramono, persenjataan Indonesia yang dibuat PT Pindad juga sudah menunjukkan kualitasnya. Sebut saja Senjata Serbu (SS1 dan SS2) dan Tank Anoa.

Bahkan sejumlah negara tertarik dan segera memesan senjata buatan perusahaan dalam negeri itu.




Sumber : Vivanews

UNTUK SENJATA SERBU TNI LEBIH PILIH SS PINDAD DIBANDING M 16 AMERIKA




:Peralatan perang buatan Indonesia dinilai tidak kalah hebatnya dibanding produksi negara lain. Tentara Nassional Indonesia (TNI) akan memaksimalkan produk dalam negeri ini untuk persenjataannya.

Demikian disampaikan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Pramono Edhie Wibowo di Jakarta, Kamis 4 Oktober 2012. "Peralatan produksi dalam negeri juga tak kalah mumpuni," kata Pramono.

Dalam sejarahnya, dia menambahkan, Indonesia mengembangkan peralatan militer karena mend`pat embargo. Kondisi itu yang membuat Indonesia berinisiatif mencari jalan ke luarnya. "Akhirnya kami berusaha mengembangkan senjata produksi dalam negeri," ujar Pramono.

Akhirnya, ujar dia, senjata  buatan PT Pindad dikembangkan dan disesuaikan dengan teknologi mutakhir. "Penyempurnaan secara bertahap terus dilakukan, disesuaikan juga dengan kondisi di lapangan. Andai kami mau mengoreksi diri, kami bisa melakukannya," tutur adik Ani Yudhoyono ini.

Menurut dia, hasilu saha itu memang membanggakan. Dalam sejumlah lomba, beberapa kali TNI menyabet gelar juara dengan menggunakan senjata Pindad itu. Sehingga, kata Pramono, TNI sudah tidak ragu lagi menggunakan produk dalam negeri itu.

Dulu, kata Pramono, TNI masih mempertimbangkan untuk menggunakan sejata lama M16 atau senjata buatan Pindad. Namun, saat berlomba menggunakan senjata buatan Pindad, TNI berhasil memperoleh tropi juara.
"Waktu lomba menembak antar ASEAN, kami juara pertama kali setelah menggunakan senjata-senjata Pindad," kata dia. "Sejak itu kami tidak ada pilihan, selain senjata ringan dari Pindad. SS2-V1 sampai V6," Pramono menambahkan.



Sumber : Vivanews

KSAD INGIN ALUTSISTA TNI SEKELAS DENGAN NEGARA TETANGGA




:Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Pramono Edhie Wibowo mengatakan, TNI AD masih terus menambah alat utama sistem senjata (alutsista). Dalam pengadaannya, TNI secara keseluruhan harus melihat peta kawasan ASEAN.

Maksudnya, Indonesia juga harus mengikuti perkembangan alutsista yang dimiliki negara tetangga di kawasan ASEAN. "Ada satu yang buat saya miris. Kita tidak pernah bisa latihan bersama dengan negara tetangga dengan skala yang besar, maksudnya dengan Batalyon yang besar. Paling cuma latihan kecil-kecilan," kata Pramono dalam jumpa pers di Markas Besar TNI AD, Jakarta, Kamis 4 Oktober 2012.
 

Pramono mengatakan, sampai saat ini alutsista Indonesia masih tertinggal dengan negara tetangga. "Negara tetangga sudah punya tank kelas berat, Indonesia masih kelas ringan. Kita tertinggal," kata dia.
 

Untuk itu, salah satu tank kelas berat yang akan didatangkan TNI AD adalah tank Leopard. "Harusnya itu datang 5 Oktober 2012. Tapi diundur," katanya. "Itu sebabnya, kenapa saya inginkan tank Leopard buatan Jerman itu."
 

Tank Leopard yang dipesan Indonesia itu juga dipastikan berbeda dengan pesanan negara lain. Perbedaan itu disesuaikan dengan kondisi Indonesia. "Kalau di Eropa tidak perlu pakai pendingin, kita pesannya sekalian dengan AC. Biar tidak kepanasan," kata dia.
 

Pramono ingin alutsista Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara tetangga, baik dari segi kualitas maupun kapasitas. "Sehingga kita sekelas. Kita jangan terjebak perang gerilya. Karena itu, harus melihat negara tetangga yang ada di kawasan," ujarnya.
 

Namun demikian, alutsista yang dibeli jangan hanya dipakai saja, tapi juga dikembangkan. Oleh karena itu, Indonesia selalu minta ahli teknologi dari negara produsen alustsista juga mengajari ahli-ahli Indonesia. "Harus ada transfer of technology," katanya.




LEOPARD DAN MARDER DATANG AWAL NOPEMBER




"Kami ingin mendatangkan tank Leopard dalam HUT TNI Ke-67 ini, namun karena prosesnya agak panjang, sehingga November 2012 baru bisa tiba di Indonesia sebanyak 44 unit," kata Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo saat jumpa pers Peringatan HUT TNI Ke-67 di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu.

Selain itu, TNI AD juga akan menambah dua batalyon Multiple Launch Rocket System (MLRS) buatan Brasil, satu batalyon Mitra Rudal Antipesawat Terbang dan dua batalyon Meriam 155 mm/Caesar buatan Perancis.

Dalam upaya membangun MEF, TNI Angkatan Laut juga akan membangun tiga kapal selam dari Korea Selatan, yang bekerja sama dengan PT PAL, tiga unit Kapal Cepat Rudal (KCR)-60M dan dua unit Kapal Tunda 2400 HP.

 

"Kami juga mau mendatangkan satu skadron helikopter antikapal selam dari Amerika Serikat," ujar Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Soeparno.

Sementara TNI Angkatan Udara akan menambah dan mengupgrade pesawat Hercules hibah dari Australia. "Hercules kami cuma 13 unit. Kami akan upgrade lagi dan akan membeli 10 unit pesawat Hercules lagi dari Australia," kata Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufa`at.

Di tempat yang sama, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengatakan penambahan alutsista itu harus diimbangi oleh kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) TNI.

"Kami menyadari, secanggih apa pun alutsistanya, namun SDM yang ada tidak memadai, maka alat secanggih apa pun tidak ada artinya," ujar Agus.

Sebelumnya, Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyatakan, sebagian tank tempur utama (Main Battle Tank/MBT) Leopard dan tank tempur medium Marder dijadwalkan akan tiba di Indonesia pada awal November 2012 nanti, dengan pengiriman dilakukan melalui angkutan udara dan laut.

"Leopard akan dikirim bersama dengan Marder pada awal November 2012," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Mayjen TNI Hartind Asrin di Makodiv-1 Kostrad, Cilodong, Depok, Jawa Barat, Selasa (25/9).

Staf ahli menteri pertahanan bidang keamanan itu mengatakan, dipersiapkan dua unit pesawat yang akan digunakan khusus mengangkut tank-tank tersebut.

"Tapi nanti kombinasi pengirimannya, ada yang melalui pesawat, ada juga melalui kapal," jelas Hartind.

Pengiriman ini molor dari rencana semula pada Oktober 2012 mendatang karena terkendala administrasi. Pada November mendatang, tank-tank tersebut akan ditunjukkan kepada publik.

Pemerintah sendiri akan membeli tank Leopard sebanyak 103 unit, tank Marder sejumlah 50 unit dan membeli 10 tank pendukung. 



Sumber : Antara



LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...