Sunday, September 16, 2012

Danpussenkav: Denkav Di Kalimantan Akan Dimekarkan Menjadi Yonkav



Danpussenkav Kodiklat TNI AD Brigjen TNI Purwadi Mukson S.IP didampingi Dirbinsen Pussenkav Kolonel Kav Widhioseno dan Staf Khusus Danpussenkav Kolonel Kav M. Hatta Usman Rukka, melaksanakan kunjungan kerja sekaligus beri pengarahan kepada prajurit Denkav-5/BLC, Rabu (12/09). Pada kesempatan tersebut Dandenkav berpesan untuk selalu menjaga satuan dan kekompakan prajurit Denkav-5/BLC.

Lebih lanjut Brigjen TNI Purwadi Mukson S.IP mengatakan Denkav-5/BLC harus bersyukur karena telah mendapatkan dukungan berupa Panser Anoa, dalam mendukung tugas pokok menjaga stabilitas keamanan wilayah di Maluku. Menurut Danpussenkav, Pussenkav akan menindak lanjuti lokasi lahan baru apabila nanti akan didukung kendaraan tempur jenis tank. Sementara untuk mengatasi keterbatasan rumah dinas personil dengan lahan yang terbatas adalah dengan dibangunnya Rusunawa. Dikatakan oleh Danpussenkav, kebijakan Angkatan Darat untuk personil yang relatif muda, ke depan nanti tidak akan ada yang berdinas di unit-unit administrasi, seluruhnya harus berdinas di satuan Tempur ataupun Banpur. Danpussenkav menginformasikan, akan datang kendaraan tempur jenis Tank Leopard dari Jerman yang sudah disetujui pembeliannya dan Pusenkav akan membentuk 1 Kompi Stanby Force yang bertempat di Jakarta. Litbang yang dilakukan sekarang adalah membangun Tank AMX-13 dan menyusun Draf Contract dan pemekaran satuan dari Denkav 1 menjadi Yonkav 13 Dam VI/Mulawarman serta Denkav 2 menjadi Yonkav 12 Kodam XII/Tanjung Pura.

Sebelum memberikan pengarahan kepada seluruh personil Detasemen Kavaleri-5/BLC, Danpussenkav Kodiklat TNI AD mengawali kegiatannya dengan melakukan pemeriksaan kendaraan tempur yang menjadi tanggung jawab Denkav-5/BLC.

Commander: Iran to Optimize Zolfaqar Tanks to Confront Modern Threat


TEHRAN (FNA)- Commander of the Iranian Army Ground Force Brigadier General Ahmad Reza Pourdastan said the country continues optimizing the home-made Zolfaqar tanks in a bid to upgrade its capabilities against modern threats.


"Each day we work on a newer version of Zolfaqar tanks so that the tank could maintain its efficiency in the battlefield and ground defense," Pourdastan told FNA on Saturday.

"We certainly make changes in Zolfaqar tanks in accordance to threats and prepare it and make it an advanced tank in accordance with our battleground needs," Pourdastan stated.

In April 2012, Pourdastan underlined the army's high capability to produce different hi-tech military tools and weapons, including a modern fire-control system mounted on the home-made Zolfaqar Tanks.

"The (new) fire control system of Zolfaqar tank has been manufactured and unveiled and the laser telemetry devices have also been mounted onto the tanks. Zolfaqar can now vie with the world's most advanced tanks," Pourdastan told reporters at the time.

Zolfaqar is a second generation of Iran's main battle tank (MBT). The test prototypes of the tank were evaluated in 1993. Six semi-industrial prototypes of the tank were produced and tested in 1997. The tank has a distinctive box-shaped, steel-welded turret of local design. Zolfaqar combat weight is reported to be 36 tons and has a 780 hp diesel engine; the tank has a 21.7 hp per ton ratio.

Zolfaqar is operated by a crew of three personnel. The automatic loader is believed to be the same one from the T-72 tank.

The Zolfaqar-1 uses a fire control system which enjoys a 'fire-on-the-move' technology. The Zolfaqar mounts a laser-warning pod on the turret. Its design enables the tank to use an Iranian-made package of reactive armor.

Zolfaqar-2 is a prototype tank used as a test bed. The Zolfaqar-3 also features considerable upgrades to the fire control system, chassis, engine and main gun, with a 125mm autoloader. 

ILA: German Heron UAV unit nears 1,000th mission


Rheinmetall Airborne Systems expects to complete the 1,000th operational flight of a leased Israel Aerospace Industries Heron 1 unmanned air vehicle in Afghanistan during October, as the German government nears a decision on whether to buy a medium-altitude, long-endurance surveillance system outright.
Flown in Afghanistan under a service provision deal since June 2010 in support of the NATO-led International Security Assistance Force, Germany's three Heron air vehicles had logged a combined 10,800 flight hours by the start of this month. Used in conjunction with two ground control stations, the aircraft are flown from Mazar-e-Sharif air base.
 
Rex Features
Up to two of the UAVs can be flown simultaneously, with the longest single sortie having lasted 28h and 50min, says Christian Glaser, the company's senior maintenance manager supporting the Heron operation. Rheinmetall Airborne Systems personnel are responsible for maintaining the aircraft around-the-clock, with its pilots also conducting take-offs and landings. German military personnel manage the operational activity, which is based around intelligence, surveillance and reconnaissance tasks.
With a background in the German air force's air defence organisation, Glaser has completed 15 four-week deployments to Afghanistan in support of the programme in the last two years.
Berlin recently signed a two-year extension worth about €75 million ($97.4 million) to its interim UAV deal, which will see the current service continue until at least the end of October 2014. The German government has been considering the acquisition of a fully owned system, with the Rheinmetall/IAI-promoted Heron TP and General Atomics Aeronautical Systems Predator B in contention.

AS Rencanakan Perbarui Persenjataan Nuklirnya


jsf.milPesawat tempur F-35A jsf.mil

KOMPAS.com -
 Amerika Serikat (AS) berencana memperbarui persenjataan nuklirnya. Program ini terbilang program termahal. Meski, pada saat yang sama, militer tengah berhadapan dengan rencana pemotongan anggaran belanja. The Washington Post menulis mengenai hal itu, kemarin.
Sebuah studi dari lembaga Stimson Center menunjukkan ongkos pembaruan itu mencapai angka 352 miliar dollar AS.
Memang belum ada angka resmi soal biaya pembaruan yang direncanakan bertahap itu. Namun, setidaknya, ada pos pembiayaan untuk pemeliharaan sekitar 5.113 hulu ledak, penggantian sistem pengantaran berikut perbaikan fasilitas nuklir yang sudah uzur.
Sementara itu, sebuah studi dari lembaga Stimson Center menunjukkan ongkos pembaruan itu mencapai angka 352 miliar dollar AS. Perbaikan untuk satu dari tujuh jenis senjata yakni bom B61 menyedot biaya 10 miliar dollar AS selama lima tahun.
Pada bagian lain, pembangunan 12 peranti pengganti kapal selam kelas Ohio menelan ongkos sekitar 110 miliar dollar AS, tulis studi itu.
Pos pembaruan lainnya adalah rudal balistik Minuteman III. Fulus yang mesti tersedia adalah 7 miliar dollar AS.
Pada saat bersamaan, pesawat tempur F-35 berkekuatan nuklir tengah dibangun menggantikan pesawat yang sudah gaek. Ongkosnya, 162 juta dollar AS.
Kemudian, modernisasi gedung dan laboratorium untuk pembaruan persenjataan itu memerlukan dana 88 miliar dollar AS selama 10 tahun
.

DUA KAPAL EKS PD II IKUTI SAILLING PASS DI SAIL MOROTAI


Sebanyak 21 kapal terdiri dari kapal perang dan kapal pemerintah turut ambil bagian dalam pelaksanaan Sail Morotai 2012 di Pulau Morotai, Maluku Utara, Sabtu (15/9/2012).
Dari 21 kapal tersebut, ada dua kapal perang yang pernah mendarat di Pulau Morotai pada 15 September 1944 di saat Perang Dunia II. Dua kapal perang itu yakni kapal KRI Teluk Ratai 509 dan KRI Teluk Bone 511.

Kedua kapal ini juga turut ambil bagian dalam rangkaian acara Sailling Pass kapal perang. Dalam kegiatan Sailling Pass kapal perang ini, hanya 13 jenis kapal perang baik dari dalam negeri maupun luar negeri, termasuk KRI Teluk Ratai dan KRI Teluk Bone. Sisanya merupakan kapal pemerintah dan kapal pengawas dari Polri.

Ada tiga kapal perang mancanegara yang turut ambil bagian, yakni kapal US Navi 7th dari Amerika Serikat, kapal Serious dari Australia, dan kapal Parsistence dari Singapura. Sisanya 10 kapal perang itu merupakan kapal perang milik Indonesia dari berbagai satuan.

Kapal perang Indonesia yang unjuk gigi di Sailling Pass di antaranya KRI Slamet Riyadi 352, KRI Abdul Halim Perdana Kusuma 355, KRI Hiu 804, KRI Kakap 811, KRI Renjong 622, KRI Badik 623 dan KRI Teluk Ratai, serta KRI Teluk Bone.

Selain kapal perang ini, ada juga kapal-kapal lainnya, seperti kapal Baruna Jaya, kapal navigasi Bimasakti, dan kapal dr Suharsono.

Tak hanya Sailling Pass kapal perang, puluhan kapal layar dari peserta Yacht Rally dari sejumlah negara juga turut meramaikan puncak acara Sail Morotai pada Sailling Pass kapal layar.

Lebih dari itu, acara juga dimeriahkan oleh atraksi terjun payung oleh tim gabungan penerjun dari TNI/Polri. Sebanyak 100 penerjun melakukan atraksi terjun payung di pelataran acara puncak Sail Morotai.

Yang menarik dari aksi terjun payung ini, mereka mengibarkan bendera-bendera peserta Sail Morotai, seperti Laos, Vietnam, Malaysia, Kamboja, dan negara ASEAN lainnya. Juga dikibarkan bendera Amerika Serikat, Jepang, dan Australia. Bendera Merah Putih dan bendera Sail Morotai berkibar sebagai penutup aksi terjun payung.



Sumber : Kompas

PEMERINTAH HARUS SEGERA SIAPKAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG TANK


 :Pemerintah harus segera memikirkan pembangunan infrastruktur dan mengkaji lokasi-lokasi penempatan untuk tank-tank tempur yang akan tiba dari Jerman.

Apalagi sebagian besar infrastruktur yang ada sekarang tidak dirancang untuk mendukung pergerakan kendaraan tempur seperti tank. Pengamat pertahanan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Cornelis Lay menuturkan, tank yang dimiliki Indonesia sekarang ini memang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. “Tapi dengan membeli tank seberat 63 ton (Leopard),kesulitan kita infrastruktur tidak tersedia,”paparnya saat dihubungi SINDO kemarin. 


Sebagaimana diketahui,Pemerintah Indonesia telah membeli ratusan tank Leopard dan Marder dari Jerman. Keberadaan tank tersebut sebagai penguatan pertahanan dalam negeri. Kendala infrastruktur makin jelas bila tank-tank itu ditempatkan di wilayah perbatasan. “Itu kesulitan teknis mau penempatannya di mana,” sebut dia.

Cornelis menyebut pembangunan infrastruktur yang ada tidak dirancang untuk mendukung pergerakan kendaraan militer sebagaimana banyak dilakukan negara lain di dunia. Kalaupun ada yang sanggup, itu pun jumlahnya terbatas. Selain itu, lanjut dia,pemerintah patut mengkaji masalah strategi penempatan ini dengan kebijakan politik luar negeri.

Pada 2015, kebijakan politik luar negeri mengarahkan Indonesia menjadi bagian ASEAN Community yang memiliki tiga kesepakatan integrasi. Integrasi pertama adalah integrasi wilayah,kemudian integrasi lembaga, serta integrasi penduduk.

Integrasi-integrasi ini membuat semua negara ASEAN Community terbuka satu sama lain. “Apakah dengan kebijakan seperti ini, penjagaan perbatasan dengan penguatan militer di perbatasan (Kalimantan-Malaysia) masih relevan? Memang masih ada perbatasan lain seperti di Papua, tapi ya itu tadi kendalanya infrastruktur,”sebut dia.

Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menuturkan, sesuai kajian pertahanan yang pernah dilakukan, geografi Indonesia lebih cocok dengan pengoperasian tank medium ketimbang MBT.Karena itu pihaknya sejak awal menyarankan agar pemerintah tidak membeli MBT.

Sementara itu, kajian tim kavaleri TNI Angkatan Darat menyimpulkan Leopard memiliki beberapa keunggulan dibandingkan MBT lain. Di antaranya dari segi penggunaan bahan bakar, Leopard multifuel berbeda dengan lainnya yang hanya bisa dengan satu jenis bahan bakar. Dari segi kemampuan, Leopard mampu menembak sejauh 6 km, lebih jauh ketimbang MBT PT-91M milik Malaysia yang sanggup 5 km.

Leopard juga mampu menyelam dalam air berkedalaman tak lebih dari empat meter dan mampu menembak siang dan malam. Adapun Marder, tank medium ini dapat difungsikan sebagai pengangkut perpindahan personel. Pengadaan Mar-der ini tidak pernah disinggung sebelumnya. Bahkan,Komisi I DPR juga belum membahasnya.

Kapal Berpeluru Kendali Perlu Diperbanyak 
Sementara itu,TNI Angkatan Laut membutuhkan banyak kapal cepat berpeluru kendali, termasuk KRI Klewang, untuk memperkuat pengamanan di wilayah perairan.Namun, kapal- kapal perang berukuran kecil tersebut harus ditopang dengan sistem persenjataan yang canggih.

Menurut Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno, wilayah laut Indonesia yang sangat luas memerlukan dukungan alutsista yang banyak dan canggih. “Kita butuh banyak sekali kapal cepat seperti Klewang,” katanya kemarin.

Namun karena sekarang ini baru memiliki satu kapal kawal cepat rudal (KCR) dengan tiga lunas, penempatannya ada di armada RI wilayah timur (armatim). Dia menyebut KRI Klewang adalah kapal yang dari segi desain unik dengan adanya tiga lambung. Dengan tiga lambung itu,kapal ini memiliki stabilitas yang tinggi saat menghadapi gelombang.

Namun, biaya membuat kapal tersebut juga mahal, yakni mencapai Rp114 miliar. Meski demikian, Soeparno menuturkan,pengadaan kapal KCR akan terus dilakukan sehingga jumlahnya lebih banyak lagi.


Sumber : Sindo

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...