Wednesday, January 02, 2013

Menuju Lepas Landas Industri Pertahanan Indonesia

Jajaran panser Anoa 6x6 di bengkel perakitan PT Pindad
Jajaran panser Anoa 6x6 di bengkel perakitan PT Pindad
Debu yang menempel di badan pesawat N-250 buatan Baharudin Jusuf Habibie mungkin sedikit-sedikit terhapus seiring menggeliatnya kembali industri kedirgantaraan dalam negeri. Pada 2012 ini, titik tolak menuju kemandirian industri strategis pertahanan dalam negeri, sudah dipancangkan pada 5 Oktober lalu. UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertepatan dengan hari ulang tahun ke-67 TNI.

Presiden SBY menyatakan bahwa regulasi itu merupakan "oli" untuk bisa licin meluncurkan berbagai produk alat utama sistem senjata (alutsista) dalam negeri. Lahirnya UU ini dipercaya bakal mempercepat perkembangan industri pertahanan dalam negeri. Maklum, dengan keberadaan regulasi ini, persoalan laten mengenai kesulitan sinergi antarindustri pertahanan, bisa terselesaikan. Apalagi, UU ini mengatur sinergi antarindustri strategis maupun industri pertahanan dalam memproduksi alustsista.

Kelahiran UU Industri Pertahanan tak bisa dilepaskan dari pembentukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) pada 2010 yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2010. Keberadaan KKIP amat menguntungkan PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad, maupun PT PAL, sebagai tiga industri pertahanan terbesar milik negara.

KKIP-lah yang berkontribusi membentuk masterplan revitalisasi industri pertahanan, kriteria industri pertahanan, kebijakan dasar pengadaan alutsista TNI dan Polri, serta verifikasi kemampuan industri pertahanan dan revitalisasi manajemen BUMN Industri Pertahanan.

KKIP dibentuk untuk mengawal pembangunan alutsista dalam negeri hingga 2029 yang dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama, 2010 hingga 2014, KKIP mencanangkan empat program strategis, meliputi penetapan program revitalisasi industri pertahanan, stabilisasi dan optimalisasi industri pertahanan, penyiapan regulasi industri pertahanan dan penyiapan produk masa depan.

Pada 2012 ini, hampir semua program sudah terealisasi. Bahkan, PT DI sudah merasakan manfaatnya. "Sebelum ada KKIP, untuk pemesanan alutsista TNI harus melalui proses tender. Kalau saat ini, pengguna (TNI) bisa menunjuk secara langsung industri yang diinginkan. Yang terpenting, kesanggupan dari PT DI untuk menerima pesanan dari TNI dan Polri," kata dia.

Sebagai bukti, pada 2011, PT DI sudah menerima pesanan tujuh unit helikopter Bell 412 EP dan sejumlah alutsista lainnya dari TNI. Bahkan, pada 2012 ini PT DI menerima pesanan pembuatan 9 unit pesawat angkut CN-295, 2 unit pesawat helikopter super puma untuk TNI AU, bahkan PT DI telah mengekspor pesawat CN-235 Maritime Patrol Aircraft (MPA).

Kemitraan Strategis

PT DI juga melakukan kemitraan strategis dengan produsen pesawat dari luar negeri, seperti Airbus Military dan Eurocopter European Aeronautic Defense Space Company (EADS). Kemitraan dengan Airbus Military akan semakin erat setelah kesepakatan produksi bersama pesawat C 212-400 versi upgrade dan C295. Pesawat yang akan dinamai NC 212 itu ditawarkan kepada pelanggan sipil serta militer, dilengkapi dengan avionik digital dan sistem autopilot terkini.

PT Pindad juga menerima banyak pesanan alutsista. Salah satu produk yang diminati adalah panser anoa 6x6 yang telah melanglang buana dan menjadi kendaraan taktis dalam misi perdamaian PBB, sedangkan PT PAL dipercaya menggarap kerja sama pembuatan tiga unit kapal selam dengan Korea Selatan.

Ada pula pembuatan kapal trimaran, yaitu kapal antiradar dengan tiga lambung asal Swedia yang dibuat perusahaan swasta di Banyuwangi. Kapal yang memiliki kemampuan minim terdeteksi radar dengan kecepatan 48 knots dan dilengkapi pelontar roket ini akan digunakan TNI AL untuk operasi khusus. Walaupun pada percobaan pertamanya, kapal ini gagal dan harus terbakar habis.

Di sektor swasta, industri pertahanan juga menggeliat, seperti pembuatan Kapal Cepat Rudal (KCR) C705 produksi PT Palindo Marine seharga 73 miliar rupiah yang memiliki kecepatan 30 knots. Jarak tembak sasaran rudal C705 mencapai 70 kilometer. Saat ini, satu KCR yang diberi nama KRI Celurit telah beroperasi di bawah Komando Armada RI Kawasan Barat.

Namun, keberhasilan sejumlah industri pertahanan itu masih sangat kecil dibandingkan dengan impor alutsista yang dilakukan tiga matra TNI. Saat ini sebagian besar alutsista milik TNI masih didominasi produk luar. Pesawat tempur masih didominasi nama, seperti F-16, sukhoi, dan Hawk. Tank-tank pun masih didominasi produk asing. Tak terkecuali dengan kapal-kapal tempur.

Tak heran, jika Wakil Presiden Boediono pada pembukaan Indo Defence 2012 Expo dan Forum di Jakarta, Rabu, 7 November, mengatakan Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang sukses mengembangkan industri pertahanan. Di banyak negara yang sudah sukses mengembangkan industri pertahanan, mereka tidak melepaskan industri itu tumbuh sendiri.

Dia menyatakan industri pertahanan adalah salah satu dari industri berteknologi tinggi. Setiap pembuatan perencanaan dan rancangan harus diintegrasikan dengan kemampuan secara luas, termasuk perguruan tinggi. Jika tidak, industri pertahanan akan mandek.
Pada 2029 diharapkan industri pertahanan Indonesia sudah bisa disejajarkan dengan industri pertahanan dunia
Lahirnya UU Industri Pertahanan merupakan perkembangan baik karena akan memberikan guideline yang bisa dipegang semua pelaku. Masalahnya sekarang, bagaimana ini diterjemahkan dan direalisasikan dalam program yang lebih operasional dan konkret, selain tentunya menyangkut biaya dan kualitas produknya.

Oleh karena itu, Wapres mendorong agar kerja sama dengan industri pertahanan di luar negeri bisa dilaksanakan dengan baik. Kerja sama itu bisa memberikan keuntungan bagi kemajuan kedua industri pertahanan yang bekerja sama.

Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, menuturkan lahirnya UU Industri Pertahanan sangat strategis dan fundamental untuk membangkitkan kembali industri pertahanan. Adanya UU ini diyakini akan mendorong kemampuan memproduksi dan pengembangan jasa pemeliharaan dari industri pertahanan semakin berkembang.

"Ini akan memberikan dampak, di antaranya kekuatan pertahanan dan keamanan Indonesia menjadi andal. UU ini juga akan menguatkan industri pertahanan itu sendiri untuk mandiri dan memproduksi produk alutsista secara berkesinambungan," ujar dia.

Pada 2029 diharapkan industri pertahanan Indonesia sudah bisa disejajarkan dengan industri pertahanan dunia. Capaian itu mungkin akan membuat Habibie terharu.

Koran Jakarta

what next's?

http://1.bp.blogspot.com/-8pw3eIXHoAY/UF2qC5ke-EI/AAAAAAAANiE/RB_tYeIjlAU/s1600/ah6409.jpg
Helikopter Apache AH64D
TAHUN 2013 ini merupakan tahun penantian yang dinanti untuk menyambut kedatangan berbagai jenis alutsista yang telah dipesan sebelumnya. Kedatangan berbagai jenis alutsista untuk TNI tahun 2013 sampai dengan tahun 2014 merupakan gelombang kedatangan yang diniscayakan mampu memberikan kebanggaan dalam upaya menggagahkan garda republik. Berbagai kesatrian TNI dari segala matra sedang mempersiapkan “resepsi pernikahan” antara batalyon mereka dengan pengantin yang dinanti bernama alutsista.

Pertanyaan Kemudian yang menggema tentu apakah cukup sampai disini atau apa setelah ini atau adakah selain yang ini. Kalau melihat pernyataan dari decision maker di Kemhan dan Mabes TNI, kalimat yang selalu keluar adalah : Sampai tahun 2014 MEF (Minimum Essential Force) akan mencapai nilai target 30-35% dari kebutuhan yang direncanakan. Maka secara matematis pengadaan alutsista apakah itu beli utuh dari luar negeri atau melalui transfer teknologi atau produksi dalam negeri akan tetap berjalan sampai tahun 2024.

MEF yang mencapai kisaran 30-35% tahun 2014 dipastikan akan berganti figur pemerintahan. Presiden Sby tidak lagi menjabat presiden setelah itu sehingga kalkulasi penyelesaian lanjutan pengadaan alutsista untuk MEF sampai dengan tahun 2024 masih berupa persimpangan. Namun kalau berhitung secara indikator makro ekonomi dengan prediksi kekuatan PDB tahun 2014 dan pertumbuhan ekonomi yang stabil tinggi seperti yang terjadi selama 8 tahun terakhir ini maka besaran nominal belanja militer juga ikut terangkat nilainya meski persentase rasionya tetap.

Menurut pemerhati pertahanan dari UI Andi Widjajanto untuk tahun 2014 nanti anggaran pertahanan RI yang terdiri dari belanja rutin dan belanja alutsista diprediksi akan mencapai angka 120 trilyun rupiah. Sementara untuk tahun 2019 diprediksi mencapai 190 trilyun rupiah. Jadi mestinya dengan indikator pertumbuhan ekonomi dan pertambahan PDB serta kekuatan daya beli (APBN) yang terus cemerlang, tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan modernisasi alutsista TNI seusai MEF yang diinginkan, meski berganti figur kepemimpinan RI-1.

Sekarang secara jangka pendek, meski masih jauh, tentu perhitungan anggaran tahun anggaran 2014 dilakukan tahun 2013 ini demikian juga perhitungan anggaran 2015 dikalkulasi tahun 2014. Artinya masih ada dua tahun anggaran yang diproses oleh pemerintahan eksisting. Meskipun diantara semua perhitungan anggaran itu tentu ada yang multi years seperti pengadaan PKR 10514, maksudnya pagu anggarannya dibebankan selama 3-4 tahun. Tetapi logikanya mosok gak ada lagi yang mau dibeli selama dua tahun anggaran itu. Pasti ada dong, lalu apa kira-kira alutsista yang mau dibeli itu.

Prediksi optimis kita masih banyak yang ada dalam daftar belanja alutsista untuk kebutuhan MEF. Salah satunya kita meyakini akan ada pengadaan 2 kapal selam dari negara yang berbeda, selain Korsel yang sudah teken kontrak 3 Changbogo. Disamping itu Angkatan Laut yang akan memekarkan armadanya dengan 3 armada tempur tentu memerlukan tambahan kekuatan KRI yang signifikan termasuk kapal selam. Misalnya armada barat dan timur masing-masing memerlukan 60 kapal perang berbagai jenis ditambah dengan armada pusat dengan kekuatan 80 KRI itu berarti secara keseluruhan harus ada 200 KRI.

Sementara saat ini diperkirakan baru tersedia 140-145 KRI. Jika 3 KCR 60 buatan PAL, 3 LST, 2 BCM, 1 kapal latih, 3 KCR 40 Palindo dan 3 light fregat Nachoda Ragam Class bergabung sampai tahun 2014 hitung-hitungannya baru tersedia 155-160 KRI. Terus kekurangan 40 kapal perang itu bisakah dipenuhi dalam MEF tahap II tahun 2015-2019 karena selama periode itu tentu ada juga KRI yang memasuki masa pensiun. Sementara MEF tahap I 2010-2014 kita hanya mampu menambah 15-20 KRI. Pertambahan KRI di MEF II mudah-mudahan akan memberikan keseimbangan antara pertambahan KCR dan PKR termasuk kapal selam sesuai dengan mekarnya armada.

Angkatan Udara dengan kekuatan 16 Sukhoi, 34 F16, 16 T50 Golden Eagle, 16 Super Tucano, 32 Hawk dan 12 F5E pada tahun 2014 tentu belum masuk kategori gahar tetapi cukup memadai dalam menjaga kontrol udara dan kewibawaan dirgantara RI. Namun untuk menghadapi perkembangan situasi kawasan regional yang tidak pasti di masa depan seperti konflik Laut Cina Selatan, perkembangan militer Cina dan India kita tidak puas dengan sejumlah alutsista diatas.

Bukankah Presiden kita pernah mengatakan di depan Universitas Utara Malaysia baru-baru ini ketika menerima penghargaan Doktor HC, tidak ada jaminan di masa depan bahwa di kawasan ASEAN tidak akan terjadi perang. Oleh karena itu kita perlu memperkuat kekuatan pukul udara yang membanting dengan tambahan minimal 2 skuadron jet tempur dari marga Sukhoi untuk pemenuhan kebutuhan jet tempur kelas berat. Dari jet tempur kelas welter masih dibutuhkan setidaknya 2 skuadron jet tempur dari jenis Rafale atau Typhon sembari menunggu kedatangan jet tempur produksi bersama RI_Korsel IFX mulai tahun 2020.

Angkatan Darat juga masih banyak yang harus dipenuhi. Tidak cukup hanya dengan 100 MBT Leopard. Mestinya setiap pulau besar harus ada minimal 2 batalyon MBT. Termasuk dalam penyediaan rudal anti serangan udara, tidak lagi berorientasi rudal “Blok M-Harmoni” tetapi sudah mulai dipikirkan rudal dari jenis AKAP (antar kota antar provinsi) alias rudal jarak sedang. Yang membanggakan tentu perkembangan Roket Lapan yang sudah menuju 3 digit dan tahun ini akan diuju coba. Gabungan teknologi jarak tembak roket Lapan dikombinasi dengan teknologi rudal C705 akan memberikan kekuatan berlipat untuk pertempuran pre emptive strike.

Yang terpenting dari semua itu adalah mempertahankan konsistensi alias istiqomah dalam upaya mendandani militer kita dengan alutsista modern yang tidak hanya berkualitas tetapi juga bernilai kuantitas. Inilah pekerjaan MEF dengan halte 2014 sebagai koridor pergantian kepemimpinan. Ini juga titik kritis yang memang harus dilalui sebagai konsekuensi negara demokrasi. Kita meyakini RI-1 after 2014 adalah sosok yang mampu melihat cakrawala pandang yang bisa melihat perkuatan militer sebagai bagian yang tak tergantikan dalam mengusung nilai-nilai kewibawaan diplomasi dan harkat kedaulatan negara.

Memahami perkuatan persenjataan militer sebagai bagian dari kebutuhan negara modern yang melaju maju merupakan perspektif cemerlang untuk mengantisipasi segala cuaca ekstrim yang mungkin terjadi. Benar, tidak ada jaminan tidak akan ada perang di kawasan ini meski semua negara anggota ASEAN sudah merenda sulaman kebersamaan dalam harmoni. Maka perkuatan persenjataan itu adalah untuk mengawal dan memastikan perjalanan bangsa untuk siap menghadapi kondisi terburuk. Keandalan persenjataan militer adalah bagian dari nilai kewibawaan yang dibangun untuk memberikan peran dan pesan diplomasi yang jelas dan lugas.

Jagvane

Tahun 2024, Kekuatan TNI AU Yang Sebenarnya Akan Terlihat

Rencana TNI AU yang akan diperkuat 102 pesawat baru sebagai bagian dari rencana strategis (Renstra) dan pemenuhan Minimum Essential Forces (MEF), dianggap tidak lepas dari perencanaan modernisasi alat utama sistem senjata (Alutsista) secara umum saja. Sebab, secara prinsip, perkuatan TNI AU yang sesungguhnya baru akan terlihat 2024 nanti.

Melihat perkuatan TNI AU tidak lepas dari perencanaan modernisasi Alutista secara umum. Secara prinsip, perkuatan tersebut baru terlihat 2024. Berapa skadron yang dibutuhkan, mulai dari pesawat tempur, latih dan angkut, ujar pengamat pertahanan Muradi, ketika dihubungi itoday, Rabu (2/1).

Muradi menganggap apa yang diungkapkan adalah bagian dari perencanaan, dan tidak ada masalah dengan perencanaan tersebut. Hanya kemudian harus digarisbawahi, sejauh mana renstra itu implementatif.

Saya tetap pada dua hal, pertama, dia harus tidak menggunakan alutsista yang sifatnya satu pintu, karena ini menyangkut maintenance ke depan. Jika bermasalah dengan HAM maka akan mendapatkan kesulitan. Kedua, lebih kepada penggunaan produk local. Untuk pesawat tempur, Indonesia baru bisa kerjasama dengan Korea Selatan, tuturnya.

Pengamat pertahanan yang juga dosen di FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung ini mengungkapkan, bicara pertahanan juga bicara anggaran dan komitmen pemerintah. Dari situ dapat terlihat apakah yang diungkapkan KSAU itu rasional atau tidak. Kalau melihat polanya 2024 itu masih rasional, hanya masalahnya dalam konteks realisasi.

Muradi menilai, pesawat yang dibeli seperti Sukhoi, F-16 dan Super Tucano secara prinsipil sudah oke, yang menjadi masalah adalah bagaimana menambah dan memperkuat yang ada. Sedangkan proses modernisasi adalah lebih kepada kebutuhan pesawat angkut yang kebanyakan sudah uzur.

Mungkin tahapan sampai 2014 hanya kepada pergantian pesawat lama menjadi pesawat baru, sedangkan untuk tahapan 2024 mungkin berfokus pada modernisasi bukan sekedar mengganti, tetapi juga menambah. Bagi saya, bicara 2024 bukan lagi pemenuhan MEF, tetapi justru mewujudkan kekuatan maksimum agar kembali menjadi raja di Asia Tenggara, ujarnya.

Ketika ditanya pendapatnya tentang jumlah ideal pesawat tempur yang seharusnya dimiliki TNI AU, Muradi memberikan perhitungan yang cukup mengejutkan, dimana Ia menilai Indonesia setidak memiliki 20-30 skadron pesawat tempur.

Kalau bicara standar, saya kira perlu 20-30 skadron tempur dimana satu skadron berisikan 16-18 pesawat tempur. Tetapi idealnya Indonesia butuh 50-60 skadron untuk mengcover, tandasnya.*

itoday

Pembangunan Pertahanan Indonesia Masih Terkendala Anggaran

http://m.itoday.co.id/timthumb.php?src=http://www.itoday.co.id/images/stories/itoday-images/militer-indonesia.jpg&h=auto&w=140&a=tlJakarta | Untuk memperkuat dan memodernisasi pertahanan serta teknologi alat utama sistem senjata (Alutsista) yang dimiliki TNI, pemerintah terkendala masalah anggaran yang dinilai masih jauh dari ideal. Khusus untuk TNI AU, harus diakui pembangunan pertahanan matra udara ini ini cukup tertinggal, baru dimulai ketika Indonesia membeli pesawat tempur Sukhoi Su-30 dari Rusia.

Sejujurnya, TNI AU baru membangun kekuatannya ketika membeli sukhoi. Bicara apa yang dilakukan TNI AU lebih kepada bagaimana mengidealkan apa yang sudah ada, yang sudah tidak dipakai dihapus, baru mengembangkan alutsista dalam konteks yang lebih luas. Menurut analisa saya, ini hanya kepada masalah anggaran, ungkap pengamat pertahanan Muradi, ketika dihubungi itoday, Rabu (2/1).

Untuk itu, disahkannya Undang-Undang Industri Pertahanan menurut Muradi menjadi titik awal yang cukup baik. Sebab dengan adanya Undang-Undang Industri Pertahanan, TNI memiliki dasar pijakan yang lebih kuat untuk pengajuan penguatan agar menjadi yang lebih baik.

Sedangkan mengenai adanya kekhawatiran perubahan kebijakan bidang pertahanan pasca 2014 nanti, dosen FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini menilai, tetap optimis. Pasalnya, hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia saja.

Tidak cuma di Indonesia, di negara manapun pasti terjadi, seperti di Australia ketika partai buruh yang menang, maka anggaran pertahanan seret, jelasnya.

Untuk itu, Muradi menekankan pentingnya keberadaan roadmap pertahanan, bagaimana roadmap pertahanan bisa dijadikan sebagai eksistensi Indonesia di Asia Tenggara.

Saya rasa ini adalah masalah bagaimana pimpinan politik Indonesia bisa dipengaruhi oleh roadmap pertahanan. Jika sudah memiliki roadmap, maka tidak akan jadi masalah, ujarnya.

Menurut saya pribadi, memang harus ditegaskan, dimana kemenhan tidak lagi menunggu lampu hijau politik, tetapi harus berani menyodorkan roadmap langkah-langkah modernisasi pertahanan. Dengan adanya UU Industri pertahanana dan nantinya jika RUU Kamnas disahkan, maka memperkuat roadmap, dan pembangunan pertahanan Indonesia tidak lagi tambal sulam tapi harus bersifat integrastif, tambah Muradi.*

itoday

PT PAL Yakin Kapal TNI Selesai Tepat Waktu

Surabaya ⚓ Keluhan dari Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin perihal molornya progres proyek kapal tunda pesanan pemerintah mendapat perhatian khusus dari PT PAL. Perusahaan yang berganti pimpinan Februari lalu itu menjamin bahwa waktu penyelesaian kapal tak akan terlambat.

Direktur Utama PT PAL M. Firmansyah Arifien mengatakan, pihaknya memahami kekhawatiran yang disampaikan Wamenham. Sebab, kinerja PT PAL sebelumnya belum bisa dipandang sebagai suatu kerja profesional.

"Kami tahu bagaimana PT PAL dipandang selama ini. Dan kami akan gunakan teguran dari beliau sebagai cambuk bagi kami untuk segera tak terlambat dalam penyerahan kapal," ujarnya, Senin (31/12).

Firmasnyah sama sekali tak menampik jika pembangunan dua kapal tunda sedikit molor. Terhitung November 2012, progress proyek produksi kapal tunda pertama takni tugboat M000276 mencapai 67 persen. Angka tersebut meleset dari 8,79 persen dari target progress semula yakni 76 persen. Sedangkan, kapal tunda kedua yakni M000277 sudah mencapai 63,03 persen atau 1,5 persen lebih rendah dari target progress.

Penyebabnya, lanjut dia, adalah karena material plat baja yang cacat yang diketahui September lalu. "Pertama, karena platnya dalam kondisi tidur, bagian atas tak terlihat cacat. Tapi pada proses blasting dan diberdirikan, baru terlihat kalau bagian bawahnya ada titik-titik. Dan, karena kami memperhatikan kualitas, kami putuskan untuk menggantinya dengan material yang baru," jelasnya.

Namun dia menegaskan bahwa kendala tersebut tak mempengaruhi tanggal penyerahan kapal. Pasalnya, semua material produksi, termasuk pengganti material yang cacat sudah diperoleh.

"Jadi, sejak penemuan plat baja yang cacat September lalu, kami langsung memesan lagi material baru. Untungnya, pelat baja yang kami pesan sudah datang. Jadi, sekarang yang semua faktor tinggal faktor internal yakni manajemen produksi," terangnya.

Frimansyah mengatakan, pihaknya bakal berlakukan dua shift untuk menggenjot produksi kapal. "Kami juga akan terus mencari sub kontraktor untuk mempercepat produksi. Dan kapal bisa tepat delivery time April dan Juni tahun ini," imbuhnya.(bil)



JPNN

Pesawat Baru Segera Perkuat Alutsista TNI AU

SEKITAR 102 pesawat baru yang terdiri atas F-16, T-50, Sukhoi, Super Tucano, CN-295, Hercules, Helikopter Cougar, Grob, KT-1, Boeing 737-500 maupun Radar akan segera memperkuat TNI Angkatan Udara.

Pengadaan pesawat tersebut bagian dari rencana strategis (Renstra) pembangunan TNI AU tahun 2010-2014. “Kita akan menambah alat utama sistem senjata yang cukup signifikan,” kata Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Madya TNI I.B. Putu Dunia, dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Komandan Korps Pasukan Khas Marsekal Muda TNI Amarullah pada Apel Khusus menyambut Tahun Baru 2013, di Lapangan Merah Markas Komando Korpaskhas, Lanud Sulaiman, Bandung (2/1/2-2013).

Menurut KSAU, kebijakan pengembangan kekuatan TNI AU tetap mengacu pada rencana pengembangan yang telah dituangkan dalam Renstra TNI AU tahun 2010-2014. Kebijakan pengembangan tetap memperhatikan dinamika yang terjadi di lapangan khususnya kemungkinan ancaman dan kontijensi yang muncul akibat situasi politik dan keamanan internasional yang makin intens.

Selain itu, juga memerhatikan fenomena global dan adanya rehabilitas akibat bencana alam, kebijakan operasi militer pengamanan perbatasan dan daerah rawan serta pengamanan pulau-pulau terdepan.

KSAU mengingatkan agar dapat melaksanakan tugas sebagaimana diamanatkan dalam UU RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Kebijakan yang ditempuh TNI Angkatan Udara yakni Minimum Essensial Force atau kekuatan pokok minimum yang merupakan jawaban tepat untuk dilaksanakan.

“Kita berharap pelaksaan renstra lima tahunan, pertumbuhan dan perkembangan TNI Angkatan Udara kedepan secara bertahap mampu mewujudkan impian tersebut,” katanya seperti dilansir dalam siaran pers Kepala Penerangan Korpaskhas, Mayor Sus Rifaid yang diterima Jurnal Nasional



Jurnas

AS Mendekat ke Asia, Pedagang Senjata Tuai Berkah

Kontrak jual-beli mesin perang AS di Asia tahun lalu US$ 13,7 miliar

http://1.bp.blogspot.com/-8pw3eIXHoAY/UF2qC5ke-EI/AAAAAAAANiE/RB_tYeIjlAU/s1600/ah6409.jpg
Helikopter Apache
Mesin-mesin perang buatan Amerika Serikat - seperti jet tempur dan sistem anti rudal - diperkirakan laris manis di Asia pada tahun-tahun mendatang. Tingginya permintaan mesin perang Amerika itu memanfaatkan ketegangan dan persaingan di negara-negara Asia - terutama negara-negara di sekitar China dan Korea Utara.

Bagi kalangan pedagang senjata, seperti dilansir kantor berita Reuters, pergeseran strategi keamanan AS - yang belakangan ini mendekat ke Asia - turut menguntungkan mereka. Washington belakangan ini makin gencar mengingat kerjasama baru maupun memperluas kemitraan pertahanan dengan negara-negara sahabat di kawasan itu.

Apalagi, Asia sedang dilanda dua ketegangan besar, yang melibatkan sejumlah negara. Salah satunya ketegangan program nuklir Korea Utara dan yang lain adalah sengketa teritorial antara China dengan negara-negara pesisir di Laut China Selatan. Kebetulan pula negara-negara Asia itu tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil sehingga punya cukup anggaran untuk memperkuat pertahanan masing-masing.

Pergeseran strategi AS ini "akan menghasilkan bertambahnya peluang bagi industri kami dalam membantu memperlengkapi para [negara] sahabat," kata Fred Downey, wakil presiden urusan keamanan nasional dari Aerospace Industries Association (AIA). Ini merupakan kelompok dagang yang melingkupi para pembuat senjata asal AS.

Besarnya permintaan senjata asal AS diperkirakan berlangsung selama beberapa tahun, demikian menurut penilaian AIA dalam tinjauan dan prakiraan yang dipublikasikan pada Desember 2012.

AIA yakin bahwa kekhawatiran para negara tetangga akan meningkatnya belanja militer China bakal memicu pula penjualan mesin perang AS di Asia Tenggara dan Selatan. Ini untuk mengimbangi turunnya permintaan senjata dari Eropa, yang sedang berhemat karena mengalami krisis keuangan.

Badan Kerjasama Keamanan dari Departemen Pertahanan AS (Pentagon), mengungkapkan bahwa kesepakatan penjualan mesin perang dengan negara-negara yang berada di kawasan operasi Komando Militer AS di Pasifik pada tahun fiskal 2012 mencapai US$ 13,7 miliar. Jumlah ini naik 5,4 persen dari tahun sebelumnya. Kesepakatan-kesepakatan itu menggambarkan pasokan di masa depan.

Pada 2012, ada sekitar 65 pemberitahuan kepada Kongres AS atas penjualan mesin perang yang diatur oleh Washington ke luar negeri. Nilainya bisa lebih dari US$ 63 miliar. Selain itu, Departemen Luar Negeri AS menerima lebih dari 85.000 permintaan atas mesin perang berlisensi dari sejumlah negara pada 2012. Itu merupakan rekor baru.

Menurut data dari Congressional Research Service, pada 2011, AS mendapat kontrak penjualan senjata senilai US$ 66,3 miliar, atau 78 persen dari kontrak di penjuru dunia. Pada 2011, sebagian besar kontrak berasal dari Arab Saudi, yaitu senilai US$ 33,4 miliar, diikuti oleh India senilai US$ 6,9 miliar.

Rupert Hammond-Chambers, konsultan untuk para pembuat senjata AS melalui BowerGroupAsia, memperkirakan anggaran pertahanan negara-negara Asia Tenggara akan bertambah cukup banyak. Ini merupakan antisipasi akan langkah-langkah China dalam konflik teritorial di Laut China Selatan dan Laut China Timur.

Sistem Pertahanan Diri CN-235 ASW

SALAH satu ancaman masa kini dan masa depan yang akan terus langgeng dan abadi terhadap pesawat udara adalah ancaman rudal maupun peperangan elektronika.

Oleh karena itu, pesawat udara yang dioperasikan oleh militer, termasuk Angkatan Laut, harus dilengkapi dengan mission systems yang mampu merespon kedua ancaman tersebut.
 

Hal demikian seharusnya sudah dirancang pula untuk pesawat patroli maritim CN-235 ASW yang akan dioperasikan oleh Angkatan Laut.

Mengingat bahwa biaya pengadaan dan integrasi sistem pertahanan diri itu tidak murah, setidaknya saat ini dalam pembangunan pesawat CN-235 ASW telah dirancang suatu "ruangan" untuk itu.

Meminjam istilah yang lebih umum, CN-235 ASW menganut pendekatan fitted for but not equipt with. Melalui adopsi pendekatan itu, ketika nanti suatu saat perlengkapan mission systems untuk bela diri itu telah tersedia, yang harus dilakukan hanyalah integrasi sistem saja.


Dalam era masa kini dan masa depan, sangat riskan mempertaruhkan aset perang milyaran rupiah "telanjang" tanpa sistem pertahanan diri. Resiko kerugian yang ditanggung jauh lebih besar daripada biaya yang diperlukan untuk pengadaan perangkat bela diri tersebut.

Bagaimana dengan TNI ???

PT DI selain punya produk baru berupa pesawat angkut medium CN-295, mereka juga punya produk model pesawat CN-235 ASW (Anti-Submarine Warfare) yang pernah di tawarkan kepada TNI AL, CN 235 ASW sudah di operasikan oleh Turki.

Dimana dalam proyek ini, PT DI sangat beruntung, seperti ketiban durian runtuh, semua berawal dari pihak turki yang ingin,menjadikan 9 Pesawat CN 235 mereka, di rombak menjadi CN235 MPA (6 Unit), CN235 ASW (3 Unit).

Dimana didalam proyek ini teknisi PT DI di kirim untuk diperbantukan dalam perancangan dan modifikasi CN235 ASW Turki, semua dana Riset dan Pengembangan CN235 ASW di tanggung oleh pihak Turki, jadi PT DI tidak mengeluarkan dana untuk proyek ini.

TNI sudah memesan CN 235 MPA di PT. DI dan sekarang dalam tahap finishing, TNI AL dalam Rencana strategis (Renstra) 2010-2014 merencanakan akan mengakuisi 3 pesawat patroli maritim CN235 ASW dari PT Dirgantara Indonesia.

Nantinya 3 CN-235 ASW TNI AL akan bergabung dengan Pusat Penerbangan Angkatan Laut dan akan menjadi pesawat patroli maritim pertama di Indonesia dalam arti sebenarnya.

Sebab sampai kini, TNI hanya menggunakan CN-235 MPA di bawah TNI AU dan NC-212 MPA di bawah TNI AL.

Fungsi dari pesawat patroli maritim adalah untuk peperangan anti kapal selam, sehingga dilengkapi dengan beberapa peralatan deteksi bawah air dan juga torpedo anti kapal selam.

Di era sekarang ini peralatan deteksi dan kemampuan yang diusung sejumlah pesawat patroli maritim masa kini sangat penting dalam pendeteksi dini, teknologi ini banyak dioperasikan oleh Angkatan Laut di dunia, seperti P-3 Orion, Atlantique, Nimrod dan P-8 Poseidon, dirancang secara khusus untuk menghadapi ancaman kapal selam.


Semoga dengan pembangunan pertahanan yang dilakukan ditubuh TNI AL sekarang ini dalam memenuhi MEF, semakin menambah sisi pertahanan maritim bangsa ini.

Awal Tahun Dengan PKR 10514

Di awal tahun, mari kita buka dengan kabar mengenai PKR10514. Seperti kita ketahui, poyek PKR ini merupakan salah satu proyek prestisius PT.PAL dan juga Kementrian Pertahanan, selain Kapal Selam. Seperti kita ketahui, kontrak pengadaan PKR 10514 telah ditandatangani sejak Juni 2012 lalu. Dalam kontrak senilai 220 Juta Dollar itu, juga disebutkan Transfer Teknologi yang akan didapat PT.PAL. Yaitu, pembangunan 4 buah modul serta integrasinya.


Namun demikian, pada pelaksanaannya tidak semudah dibayangkan. Hingga berganti tahun, belum ada kepastian tanggal efektif kontrak. Diduga, masih ada rincian kontrak yang belum terselesaikan, seperti detail ToT yang akan didapat PT.PAL. Di satu sisi, hal ini tentu sangat mengganggu, namun disisi lain, hal ini bisa dimaklumi. Pasalnya Pemerintah dalam hal ini Kemhan dan TNI-AL tentu harus berhati-hati dalam menyusun detail kontrak. Sehingga nantinya ditengah jalan tidak merugikan PT.PAL maupun Pemerintah.
Meski demikian, timeline produksi sudah disiapkan oleh PT.PAL. Yaitu  Steel Cutting nantinya akan dilaksanakan pada bulan ke 13 setelah kontrak efektif berlaku. Lalu pada bulan ke 15 setelah efektif kontrak, produksi akan dimulai. Dilanjutkan produksi Blok  di Hall Divisi Kapal Perang dan penyambungan keseluruhan akan dilakukan di dok Irian pada bulan ke 28. Dan akhirnya, launching serta Setting to Work akan dilaksanakan pada bulan ke 36. Total keseluruhan proyek akan memakan waktu 49 bulan setelah efektif kontrak.

Disisi lain PT.PAL juga melakukan persiapan secara internal, meski kontrak efektif belum berlaku. Diantaranya menyiapkan  keseluruhan calon peserta training ke luar negeri. Evaluasi calon peserta gelombang pertama bahkan sudah dilaksanakan pada bulan Nopember 2012,  untuk posisi Project Management, Design dan Procurement. Perkiraan pemberangkatan peserta gelombang pertama akan dimulai sekitar minggu ke 10 setelah kontrak efektif.
Karenanya untuk kelancaran program PKR ini, PT.PAL memerlukan kepastian tanggal efektif kontrak. Ini dibutuhkan untuk finalisasi kebutuhan SDM, khususnya untuk perencanaan proyek secara menyeluruh.  Selain itu, jadwal training (Training Plan) juga masih belum diterima, sehingga pengaturan calon trainee belum bisa ideal. Ironisnya pula, pembicaraan masalah fasilitas dan kemampuannya dalam mendukung pembangunan PKR, sampai saat ini masih belum dibicarakan. Tampaknya kita semua masih harus bersabar mengenai pembangunan PKR 10514 ini. Semoga saja ada titik cerah pada Rapim Kemhan 2013 yang rencananya diselenggarakan pertengahan Januari ini.

PAL INDONESIA: Patok Pendapatan 2013 Rp 1,5 Triliun

Desain KCR 60 PAL
Surabaya – PT PAL Indonesia pada 2013 memproyeksikan pendapatan menjadi Rp 1,5 triliun dengan menggenjot jasa pemeliharaan dan perbaikan kapal, atau naik 250% dibandingkan pendapatan tahun ini hanya senilai Rp 600 miliar.

Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero) M. Firmansyah Arifin mengatakan BUMN tersebut tahun depan berpotensi mendongkrak pendapatan, menyusul besarnya peluang di bidang pemeliharaan dan perbaikan (harkan) maupun pembuatan kapal baru.

Menurutnya, sepanjang tahun ini divisi harkan kapal mengontribusikan 45% terhadap total pendapatan PAL yang mencapai Rp 600 miliar.

“Tahun depan kami memproyeksikan kenaikan revenue menjadi Rp 1,5 triliun. Divisi harkan masih akan menjadi tulang punggung, selain pembuatan kapal niaga, kapal perang dan rekayasa umum (komponen industri minyak dan gas bumi),” ujarnya saat ditemui Bisnis di kantornya, kemarin (29/12).

Firmansyah optimistis pada 2013 mampu mencapai kinerja sesuai yang direncanakan, mengingat kini mendapat sejumlah proyek yang akan dirampungkan tahun depan. Diantaranya dua unit tanker pesanan Pertamina masing-masing berbobot 17.500 dead weight ton (DWT) dengan harga US$ 25 juta dan US$ 24,8 juta.

Divisi rekayasa umum (general engineering/GE) juga tengah merampungkan pengerjaan platform untuk pemboran minyak lepas pantai pesanan Petronas senilai US$ 46 juta. Perusahaan migas asal China CNOOC juga memesan komponen yang sama untuk pemboran minyak di Madura seharga US$ 42 juta.

“Platform pesanan CNOOC kami kerjakan bersama perusahaan asal China, maka nilai kontraknya dibagi dua masing-masing memperoleh US$ 21 juta,” tutur Firmansyah.

Dia menambahkan peluang lain masih terbuka lebar berupa pembuatan dan harkan kapal dari dalam maupun mancanegara. Untuk itu, bagian pemasaran PAL tahun depan disebutkan akan lebih proaktif mencari order.

Upaya tersebut akan dibarengi dengan pembenahan manajemen, agar PAL dapat bangkit kembali sesudah tahun lalu mengalami kerugian hingga ratusan miliar rupiah.

“Kami optimistis pada 2013 sudah mampu menangguh untung, tahun ini pun [dengan pendapatan Rp 600 miliar] kami sudah bisa membukukan laba usaha kendati masih sangat kecil,” paparnya. (sms)


Bisnis Jatim

Rusia dan Peremajaan Sistem Pertahanan



Rusia dalam beberapa tahun terakhir telah melakukan berbagai kebijakan untuk memodernisasi dan meremajakan persenjataan dan militernya. Perhatian para petinggi militer dan politik Rusia selama ini terfokus pada penaikan bujet militer dan peremajaan peralatan militer khususnya belanja senjata. Peralatan modern militer ini baik secara kwalitas maupun kemampuan operasi akan meningkatkan kekuatan serta kemampuan militer Rusia.

Berbagai laporan menyebutkan bahwa Rusia saat ini tengah melakukan berbagai uji coba senjata baru dan Departemen Pertahanan Rusia juga dilaporkan tengah menindaklanjuti proyek militer Uni Soviet yang belum tuntas. Proyek tersebut terpaksa dihentikan karena kekurangan dana.

Uni Soviet di era perang dingin mengeluarkan anggaran besar untuk proyek dan produksi senjata militer canggih. Mayoritas proyek tersebut mandek karena biaya mahal dan kekuarangan bujet. Proyek itu hingga kini hanya sebatas rancangan atau prototype. Pasca tumbangnya Uni Soviet dan terbentuknya Rusia, proyek tersebut juga terbengkalai karena kondisi yang tak menentu di sejumlah besar industri militer negara ini.

Rupanya kini Rusia ingin menuntaskan sejumlah proyek militer khususnya di sektor anti rudal. Terkait hal ini radio pemerintah Rusia menyebutkan program anti rudal KAZ sebagai salah satu proyek tak tuntas di era Uni Soviet dan menyatakan bahwa Moskow berencana memulai kembali proyek ini tahun ini.

Terkait hal ini, Viktor Murakhovsky, salah satu petinggi industri pertahanan Rusia menyatakan, "Sistem anti rudal KAZ dirancang di dekade 80-an. Salah satu keistimewaan sistem ini adalah harganya yang murah, otomatis dan daya ledaknya yang memiliki kekuatan 100 persen."

Poin positif lain dari sistem ini adalah pengoperasiannya di perbatasan. Menurut klaim Murakhovsky, sistem anti rudal KAZ di zamannya tak tertandingi dan kini hanya diperlukan modernisasi di sistem radar pelacaknya. Dengan demikian sistem anti rudal KAZ dengan sedikit sentuhan dan perubahan akan menjadi sempurna. Ketika sistem ini ditempatkan di wilayah strategis maka sistem pertahanan anti rudal Rusia akan sempurna.

Murakhovsky menambahkan, berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan sistem ini mampu menghancurkan rudal balistik antar benua sekalipun. Sistem anti rudal KAZ terdiri dari sistem radar, kontrol pelacak dan pelontar roket. Menurut klaim Rusia, jika roket atau jet tempur musuh barhasil lolos dari sistem anti udara atau anti rudal Rusia,maka sistem anti rudal KAZ dengan dibantu sistem anti udara negara ini siap menghancurkan jet tempur atau rudal musuh.

Menurut penilaian pengamat, perlombaan senjata di era perang dingin dan bujet raksasa militer di Uni Soviet menjadi salah satu faktor tumbangnya adidaya ini. Hal ini mungkin dapat dicermati sebagai alasan Presiden Vladimir Putin yang baru-baru ini menjelaskan bahwa negaranya tidak harus meningkatkan bujet militer secara drastis dan mengulang sejarah pahit Uni Soviet.

Dengan berbagai bukti yang ada menunjukkan bahwa Rusia tengah menggarap proyek modernisasi dan peremajaan sistem persenjataannya dan statemen terbaru Dmitry Rogozin, deputi perdana menteri Rusia bidang militer yang menyatakan berdasarkan program yang ada, hingga tahun 2020 dialokasikan dana sekitar 690 miliar dolar untuk peningkatan dan peremajaan sistem pertahanan negara ini, maka perlombaan senjata di dunia kembali akan ramai. (TGR/IRIB Indonesia)

Rusia Serahkan Empat Jet Tempur MiG ke India



Perusahan pembuat pesawat terbang Rusia, MiG menyerahkan empat unit pesawat MiG-29 K/KUB yang khusus diterbangkan dari atas geladak kapal, kepada Angkatan Laut India.

Jet-jet tempur Rusia ini, kata IRNA, Selasa (1/1), diserahkan kepada India berdasarkan perjanjian yang ditandatangani kedua negara tahun 2010.

Dengan diserahkannya keempat unit jet tempur ini, MiG telah melaksanakan seluruh isi perjanjiannya pada tahun 2012.

Tahun lalu Rusia memenuhi perjanjian yang ditandatangani pada tahun 2004 dengan Kementerian Pertahanan India dengan menyerahkan 12 pesawat berawak tunggal MiG-29K dan empat pesawat berawak ganda MiG-29KUB.

Perjanjian itu selain berisi aturan penyerahan jet-jet tempur, juga meliputi penyediaan fasilitas pendukungnya seperti pelatihan pilot, reparasi pesawat, simulasi terbang dan sistem pembelajaran maritim.

MiG-29K adalah tipe jet tempur laut MiG-29. Pesawat ini memiliki kemampuan melipat sayapnya dan dilengkapi dengan kemampuan multifungsi. Badan pesawat sudah diperkuat dan dapat dipersenjatai dengan berbagai senjata udara ke udara atau udara ke darat. (TGR/IRIB Indonesia/HS)

Roket Cruise Nasr Iran Sukses Diluncurkan



Di hari keempat digelarnya manuver maritim Velayat 91, rudal Cruise jarak pendek Nasr berhasil diluncurkkan dan mengenai sasaran yang sudah ditentukan.

Roket Nasr 1 merupakan roket tipe Cruise yang mampu menghantam kapal berbobot tiga ribu ton. Roket ini termasuk jenis roket jarak pendek yang mampu menembak sasaran dari pantai. Tidak lama lagi roket ini bisa ditembakkan dari helikopter dan kapal selam. Demikian dilaporkan Fars News (31/12).

Roket pintar tipe Cruise ini dapat menyempurnakan sistem pertahanan pantai selain sistem artileri yang sudah ada. Roket ini memiliki kemampuan menghancurkan perahu-perahu penembus perairan pantai Republik Islam Iran.

Produksi massal jenis roket ini dipastikan akan meningkatkan kekuatan pertahanan Angkatan Laut Iran. (TGR/IRIB Indonesia)

Helikopter 'Surion' Buatan Korea Selatan Siap diujicoba


Industri dirgantara militer Korea Selatan mengalami kemajuan. Helikopter pertama buatan Korea Selatan ‘Surion’ akan melakukan penerbangan uji coba di Alaska.

Menurut sumber berita militer, seperti yang dilansir radi KBS World, Sabtu, menyatakan bahwa Surion akan mengadakan penerbangan uji coba di Alaska mulai tanggal 24 Desember sampai awal bulan Februari tahun depan.

Diketahui pula bahwa Industri Dirgantara Korea –KAI menyewa pesawat transportasi dari Rusia dan memindakan Surion sampai ke Alaska.

Dana untuk penerbangan uji coba diperkirakan mencapai 4,2 miliar won, dan sekitar 20 orang dari pihak militer, Badan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan –DAPA, KAI, dan beberapa lembaga dipastikan ikut serta dalam uji coba tersebut.

Tujuan utama penerbangan uji coba tersebut adalah pengecekan keamanan dan daya tahan dalam cuaca yang sangat dingin di Alaska.

Helikopter Surion dikembangkan atas dukungan Kementerian Pengetahuan dan Perekonomian Korea, DAPA dan KAI mulai bulan Maret tahun 2006 dan berhasil melakukan penerbangan pertama pada bulan Maret tahun 2010. (TGR/KBS)

Arab Saudi Berencana Beli 30 Tank Jerman


Arab Saudi berencana untuk membeli 30 kendaraan lapis baja German Dingo 2 senilai sekitar 100 juta euro (sekitar Rp1,27 triliun). Demikain laporan surat kabar Bild am Sonntag dalam edisi Minggu-nya.

Mengutip sejumlah sumber yang mengetahui pembicaraan kesepakatan tersebut, surat kabar itu mengatakan bahwa Riyadh kemungkinan dapat membeli kendaraan tahan ranjat tersebut hingga 100 unit.

Dingo 2 diiklankan oleh pembuatnya Krauss-Maffei Wegmann sebagai “kendaraan dengan roda yang paling aman dan terlindungi di kelasnya” dengan “kinerja yang luar biasa di medan yang paling sulit dan di bawah kondisi iklim yang ekstrem.”

Kendaraan itu juga dilengkapi dengan sistem perlindungan nuklir biologis dan kimia.

Dewan keamanan nasional Jerman yang beranggotakan Kanselir Angela Merkel masih harus membuat keputusan akhir terkait kesepakatan tersebut, namun sudah memberikan izin pada prinsipnya, kata harian itu.

Arab Saudi berulang kali menunjukkan minat terhadap tank-tank Jerman.

Sebelumnya pada tahun ini, Sonntag melaporkan, mengutip dari sejumlah sumber pemerintahan, bahwa Riyadh ingin membeli 600 hingga 800 tank tempur Leopard, lebih dari dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya.

Selama beberapa dekade, Jerman menolak untuk menjual senjata berat ke Arab Saudi karena kekhawatiran atas HAM dan ketakutan terhadap keamanan Israel.

Sejumlah politisi oposisi dan bahkan beberapa anggota koalisi sayap tengah-kanan Merkel yang berkuasa mengecam laporan penjualan tank itu, terutama mengingat adanya pemberontakan yang pro-demokrasi di seluruh Timur Tengah. (TGR/ANT/AFP)

Kemhan Iran Perkenalkan Hovercraft Tondar



1 Januari 2013, Jakarta: Iran meluncurkan hovercraft untuk kepentingan militer pada November lalu di Tehran. Hovercraft diberinama Tondar (Halilintar) dirancang dan dibangun oleh para ahli dari Kementerian Pertahanan.

Hovercraft Tondar dibuat dua jenis untuk kepentingan pertempuran dan misi transportasi.

Tondar dapat dilengkapi beragam persenjataan, termasuk roket, meriam dan sebagai sarana peluncur pesawat tanpa awak.



Iran mengklaim Tondar telah dilengkapi sistem khusus guna mengumpulkan informasi, dapat melakukan patrol di perairan Iran, operasi peperangan asimetrik, pengakutan pasukan dan peralatan militer, misi pengintaian jarak menengah di darat dan laut.

Menteri Pertahanan Iran Ahmad Vahidi mengatakan produksi missal Hovercraft Todar akan menaikkan kemampuan mobilitas dan operasional kekuatan Angkatan Laut.

Sumber: The Tehran Times/FARS

Pesawat Tanpa Awak Produksi Lokal Dioperasikan 2013


PUNA Alap-Alap. (Foto: Berita HanKam)

29 Desember 2012, Sampit, Kalteng: Pesawat tanpa awak yang dikendalikan remote kontrol buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan dioperasikan pada 2013 mendatang, kata Menteri Riset dan Teknologi, Gusti Muhammad Hatta.

Di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, Sabtu Gusti Muhammad Hatta mengatakan, kemampuannya tidak diragukan lagi karena telah diuji coba di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta pada Kamis, 11 Oktober 2012.

"Pesawat tanpa awak yang diberi nama Wulung tersebut dirancang khusus dan sangat canggih sehingga memiliki kemampuan yang luar biasa dibandingkan dengan pesawat-pesawat yang ada," kata Menristek, Gusti Muhammad Hatta.

Selain bisa menjadi pesawat mata-mata, pesawat tersebut nantinya juga dapat dipergunakan untuk pemotretan wilayah dari udara dan pemadaman kebakaran hutan dan lahan. Pesawat ini memiliki kemampuan terbang selama 4 jam tanpa henti dan bisa digunakan untuk membuat hujan buatan.

Jarak tempuh maksimalnya 70 kilometer, dengan kecepatan jelajah 52--69 knot. Puna Wulung bisa dikendalikan dengan jarak 73 kilometer dari remote control. Wulung mampu terbang hingga ketinggian 12 ribu kaki, dan yang sudah diujikan sejauh 8.000 kaki.

BPPT membuat lima pesawat serupa, dan biaya yang dikeluarkan untuk lima pesawat serupa berkisar antara Rp6 miliar-Rp8 miliar.

Wulung memakai mesin 2 tak dan untuk mendapatkan tenaga yang optimal, bahan bakar yang dipergunakan adalah pertamax.

Bahan material pesawat tanpa awak tersebut menggunakan komposit (komposisi serat kaca, fiber, karbon) sehingga mendapatkan struktur pesawat yang ringan.

"Dengan adanya pesawat tersebut nantinya pemadaman kebakaran hutan dan pembuatan hujan buatan tidak perlu lagi menaburkan garam pada awan dan kami telah menemukan bahan penggantinya, yani bernama pleer," katanya.

Setiap satu kilogram pleer sama dengan satu ton kilogram garam dan pesawat Wulung mampu membawa delapan kilogram pleer.

Sumber: ANTARA News

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...