Tuesday, October 23, 2012

F-16 lagi atau Gripen?



TNI AU harus segera memikirkan apa pengganti F-15E/F Tiger II Skadron Udara 14 yang akan segera (baca: harus) pensiun beberapa tahun mendatang. Paling tidak ya tahun 2012 atau dua tahun lagi, menurut hemat saya TNI AU harus sudah mengantongi keputusan final, calon mana yang akan diajukan ke pemerintah (Kemhan). Berdasakan kajian menyeluruh, apakah akan menguntungkan bila kita melanjutkan penggunaan F-16,sebagaimana telah sukses ditunjukkan oleh  Skadron Udara 3? Ataukah kita pilih dan gunakan pesawat format baru berteknologi terkini?

KSAU menyebut, tim pengkaji pesawat untuk pengganti F-5 kemungkinan akan menjajaki penempur ringan multirole JAS 39 Gripen b uatan Swedia (wawancara dengan Angkasa, Maret 2010). Soal mana nanti yang akan dipilih, tentu harus merupakan hasil kajian ditinjau dari berbagai aspek menyeluruh tadi. Ia pun mengaku tidak berani langsung main tunjuk dan asal pilih. Dan yang jelas, pemerintah pula yang akhirnya akan memilih dan memutuskan.

Mengenai JAS 39 Gripen, patut kiranya sosok pesawat tempur ringan ini dicermati. Gripen masuk kategori andalan karena, misalnya, pesawat ini mampu membawa beragam persenjataan maut buatan AS maupun buatan Eropa. Pesawat juga punya kemampuanmultirole atau swingrole yaitu mampu melakukan peran tugas Air-to-Air (Jakt), Air-to-Ground (Attack), dan Reconnaisance (Spaning) --disingkat JAS. Amat cocok untuk patroli udara, patroli darat, maupun patroli lautan. Tak salah bila pihak pembuat kemudian mengampanyekan penempur ini sebagai: Wings of Your Nation.

Persenjataan yang bisa dibawa Gripen meliputi AIM-9/IRIS-T, AIM-120/MICA, Skyflash/Meteor, Rb.75, KEPD.350, Paveway, Rbs-15 Antiship Missile, Cluster Bomb, Mk.82, dll. Lengkap dan dapat diandalkan.

Soal harga, mungkin harus dikonfirmasi dan dikomparasi ulang. Pada awal terbit, JAS 39 disebut-sebut punya harga lebih murah dari harga F-16. Namun, untuk seri Gripen C/D atau NG (Next Generation yang menggunakan mesin pesawat F/A-18E/F Super Hornet), harganya berkisar di 40-60-an juta dolar. Apakah betul? Artinya setara dengan harga satu unit penempur kelas berat Sukhoi Su-30?

Akan tetapi, tetap ada beda hitungan bila dibandingkan dengan Sukhoi atau F-16 sekalipun. Dalam hal operating cost misalnya, Gripen pasti lebih murah karena hanya menggunakan satu mesin, yang artinya biaya untuk suku cadang, perawatan, dan operasional juga akan setengah dari budjet pesawat dua mesin. Itu sebabnya, satu literatur asing pernah menjelaskan bahwa, dengan kemampuan sekelas F-16, Gripen punya biaya operasional/perawatan setengah dari biaya yang dibutuhkan oleh F-16. Tim pengkaji jelas harus membuktikan secara detail klaim tersebut.

Dari segi populasi maupun jaminan pemeliharaan yang sudah worldwide, F-16 jelas lebih menjanjikan. Untuk masalah perawatan atau suku cadang, pesawat ini tidak perlu melulu ke Amerika. Namun ke negara-negara yang sudah di-approve oleh Amerika dan itu jumlahnya banyak. Tapi pada kenyataannya, toh kita juga tak bisa berbuat apa-apa manakala diembargo oleh Amerika selaku negara penjual. Apakah embargo militer akan kembali terulang untuk negara kita? Tidak tahu. Sementara kalau kita pakai Gripen, artinya kita akan mulai dengan sistem baru. Mulai dari pelatihan mekanik, pelatihan pilot, penyediaan sistem pemeliharaan, dan sebagainya. Mungkin ini tidak akan jadi masalah bila kita mau bertekad untuk itu. Toh punya Sukhoi juga merupakan sistem baru buat kita setelah kurang lebih empat dekade kita tidak mengoperasikan pesawat Rusia lagi.

Penggunaan pesawat lightweight fighter berkemampuan ekstra dalam hal kemampuan bawa senjata dan performa terbang, merupakan salah satu faktor penting yang dibutuhkan oleh negara kepulauan seperti indonesia. Untuk mengejar musuh, Gripen masih bisa diandalkan karena mampu melesat pada Mach 2 dan mencapai ketinggian terbang maksimum 50.000 kaki. Jarak jelajah Gripen juga terbilang besar yakni mencapai 3.200 km (dengan drop tank), lebih-lebih pesawat ini juga punya alat untuk air refueling.

Dibandingkan dengan F-16 dalam beberapa hal kemampuan Gripen memang masih kalah tipis. Masalahnya dibandingkan dengan F-16 varian yang mana? Kalau dengan F-16 yang kita punya sekarang ini, ya jelas Gripen lebih unggul. Bila mengukur kemampuan keuangan negara (seperti yang digembar-gemborkan), kemungkinan besar TNI AU juga tidak akan diberi F-16C/D tercanggih Block 52/60 seperti Singapura atau UEA. Amat jauh lah. Namun bisa jadi paling banter adalah tipe C/D Block 30 bekas pakai. Seberapa lama bekas pakainya? Tentu juga harus dipertimbangkan karena nanti kita akan kena beban perpanjangan usia dsb.

Lebih-lebih, bila misalnya beli F-16 C/D juga tidak lengkap satu paket dengan persenjataannya. Ketika negara lain sudah melengkapi diri dengan senjata-senjata BVR (beyond visual range), kita masih mengandalkan Sidewinder yang masuk kategori rudal udara ke udara jarak pendek. Lebih baik beli pesawat brand new yang ditawarkan lengkap dengan persenjataannya satu paket. Baru setelah itu kita hitung, mampunya kita beli berapa? Yang ideal sih cara hitungnya dibalik saja. Kita butuh berapa banyak, baru setelah itu disediakan anggarannya sesuai kebutuhan itu.

Thailand merupakan negara yang akhirnya memutuskan memilih JAS 39 Gripen sebagai pengganti armada F-5 mereka dengan membeli 12 Gripen. Selain digunakan oleh Thailand, Gripen lebih dulu sudah digunakan oleh Swedia, Rep. Czech, Hungaria, Afrika Selatan, dan juga Inggris beberapa unit untuk pesawat latih. Sebanyak 236 Gripen telah dipesan hingga tahun 2008. Pesawat yang prototipenya terbang pertama kali tahun 1988, lalu diperkenalkan kepada umum tahun 1996, dan mulai dikembangkan untuk varian ekspor sejak tahun 2005 ini memang patut untuk dikaji. Bolehlah TNI AU bermimpi dulu sebelum diputuskan akan diberi atau tidak anggarannya oleh pemerintah. (RS,280310)
Perbandingan Performa:
F-16 
(General Characteristics)
  • Crew: 1
  • Length: 49 ft 5 in (15.06 m)
  • Wingspan: 32 ft 8 in (9.96 m)
  • Height: 16 ft (4.88 m)
  • Wing area: 300 ft² (27.87 m²)
  • Airfoil: NACA 64A204 root and tip
  • Empty weight: 18,900 lb (8,570 kg)
  • Loaded weight: 26,500 lb (12,000 kg)
  • Max takeoff weight: 42,300 lb (19,200 kg)
  • Powerplant: 1× F110-GE-100 afterburning turbofan
    • Dry thrust: 17,155 lbf (76.3 kN)
    • Thrust with afterburner: 28,600 lbf (127 kN)
Performance
Armament
Avionics

-o0o-


JAS 39 Gripen

(General characteristics)
  • Crew: 1 (2 for JAS 39B/D)
  • Length: 14.1 m (46 ft 3 in)
  • Wingspan: 8.4 m (27 ft 7 in)
  • Height: 4.5 m (14 ft 9 in)
  • Wing area: 30.0 m² (323 ft²)
  • Empty weight: 5,700 kg (14,600 lb)
  • Loaded weight: 8,500 kg (18,700 lb)
  • Max takeoff weight: 14,000 kg (31,000 lb)
  • Powerplant: 1× Volvo Aero RM12 afterburning turbofan
    • Dry thrust: 54 kN (12,100 lbf)
    • Thrust with afterburner: 80.5 kN (18,100 lbf)
  • Wheel track: 2.4 m (7 ft 10 in)
  • Length (two-seater): 14.8 m (48 ft 5 in)
Performance
Armament

Jet Tempur Nasional



Beberapa hari terakhir ini banyak artikel di web mengenai kegiatan PT.DI. salah satu yang paling menarik perhatian adalah adanya produksi bersama atau join production antara PT.DI dan KAI (Korean aerospace Industri, Pabrik pesawat korea selatan). Dalam artikel yang beredar, disebutkan kerja sama ini akan memakan dana 8 miliar dolar amerika.


Pembagiannya, Indonesia nyumbang 2 Miliar sementara Korsel yang menanggung sisanya. Disebutkan juga, PT.DI nantinya akan membangun 50 pesawat tempur, sementara KAI akan membuat sebanyak 200 buah. Untuk lebih jelasnya liat link berikut: http://jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=125194

Strategi Bisnis Senjata Korea Selatan

Secara perlahan tapi pasti, Industri senjata korea selatan makin menancapkan kukunya di Indonesia. Indonesia khususnya TNI-AL di tahun 80-an pernah membeli kapal serang cepat, Patrol Ship Killer kelas Mandau dari Korea selatan. Kemudian Korsel juga memasok senapan serbu ringan seperti K-1, K-3 kan K-7. di Udara, pesawat latih KT-1B telah menari-nari bersama TNI-AU sejak awal tahun 2000-an. lalu kemudian, Korsel membangun LPD pertama untuk TNI-AL dari kelas Tanjung dalpele (kini KRI dr.Suharso). kontrak rupanya berlanjut dengan pembangunan LPD kelas Makassar, dimana dari 4 yang dipesan, 2 diantaranya dibangun oleh PT.PAL melalu skema Transfer of Technology. Bahkan PT.PAL diperbolehkan melakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhan TNI-AL. karenanya LPD ke-tiga (KRI Banjarmasin) memiliki bentuk yang berbeda dengan LPD sebelumnya.

Kerja sama juga dilakukan dengan hibah Ranpur Amfibi bekas pakai Korsel, yang kini dioperasikan oleh Marinir TNI-AL. sementara, kapal selam TNI-AL juga kini sedang mengalami peningkatan kemampuan di negeri ginseng tersebut. Di matra darat, Korsel juga konon membantu PT.DI untuk merancang Panser kanon. Meski demikian, kelanjutan mengenai proyek ini belum dipublikasikan.

Dapat kita lihat disini, Korsel sangat agresif untuk menjual peralatan tempurnya. Kelebihannya disbanding Negara lain adalah, Korsel terkesan tidak pelit dalam hal bagi-bagi teknologi. Pasalnya Setiap kontrak yang terjadi selalu dibarengi dengan kerja sama produksi bersama.

T/A-50

Kembali ke proyek antara PT.DI dan KAI, besar kemungkinan jika proyek ini terwujud, pesawat yang akan menjadi basis produksi adalah KAI T/A-50. T/A-50 sendiri adalah pesawat latih lanjut canggih yang juga bisa berperan sebagai pesawat tempur ringan. Pada tahap lebih lanjut, T/A-50 dikembangkan menjadi F-50, sebuah pesawat tempur ringan sejati. KAI dalam melakukan proyek ini sendiri mendapat bantuan dari pabrikan Amerika Serikat, Lockheed Martin. Karenanya, bentuk T/A 50 mirip dengan F-16.

Pengembangan T/A-50 dimulai dengan proyek KTX-2, sebuah jet latih tingkat lanjut untuk AU Korea Selatan. Pesawat ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan Korsel akan pesawat latih canggih, untuk mengawaki pesawat tempur mereka. AU korsel sendiri memesan sebanyak hamper 100 buah pesawat ini. Tahun 2002, T/A-50 sukses melakukan terbang perdana. Dan pada desember 2003, T/A-50 seri produksi mulai diperkenalkan. Selanjutnya, pada april 2007, T/A 50 mulai masuk skadron operasional.

Selanjutnya, KAI mengembangkan T/A 50 menjadi pesawat tempur sejati, yang diberi kode F/A 50. AU korsel sendiri membutuhkan pesawat tempur ringan untuk mengganti armada F-5 dan A-37 yang sudah makin menua. Secara teknis, baik T-50 maupun F/A-50 tidak bias dibilang pesawat kacangan. Bahkan untuk F/A-50, pesawat ini nantinya akan memakai system radar canggih AESA.

Kelebihan lainnya, T/A-50 memiliki kokpit digital, dengan MFD selebar 127mm serta HUD yang disuplai oleh BAe System. Sementara pengendaliannya telah memakai sistem Fly by wire dan HOTAS.

Untuk kebutuhan navigasi, T/A 50 telah menggunakan system navigasi terkini. Ditambah lagi dengan radar AN/APG-67(V)4 multi-mode radar, yang dibuat oleh Lockheed Martin. Radar ini terutama ada pada versi LIFT (lead in fighter trainer).

Dan dengan mesin GE F404-GE-102, T/A 50 sanggup melesat hingga 1,5 kali kecepatan suara, dan ketinggian terbang maksimum 14.500 meter.

Untuk urusan senjata, terdapat 7 eksternal hardpoint. Satu terletak dibawah badan pesawat, 2 pada ujung sayap, dan sisanya pada sayap utama. Pada versi A-50 LIFT, juga terdapat intenal kanon dengan kalibet 20mm. Jenis senjata yang dibawa pun beragam, mulai dari Sidewinder, Maverick hingga bom.

JET TEMPUR NASIONAL

JIKA memang proyek ini benar adanya, sungguh sangat saying untuk dilewatkan. Dengan kerja sama ini, PT.DI bisa mengambil pengalaman dan teknologi produksi pesawat tempur canggih.

Untuk TNI-AU sendiri, pilihan untuk T/F/A- 50 sungguh masuk akal. Pasalnya dalam waktu dekat ini, TNI-AU harus memensiunkan armada F-5 serta Hawk Mk53. nah, T/F/A-50 ini bisa mengisi peran kedua pesawat tersebut. Untuk latih lanjut dan latih tempur gunakan T/A-50, sementara fighter ringan gunakan F-50. bahkan dengan system dan avionic yang mirip dengan F-16, F-50 juga bisa didaulat untuk mengganti pesawat tersebut.

Dengan demikian, maka program penyederhanaan rating/type pesawat TNI-AU bisa berjalan mulus. Sementara, regenerasi pilot juga berjalan lancar, karena menggunakan pesawat yang mirip.

Kesimpulannya, kita lihat betapa pintarnya Korsel dalam berbisnis. Dengan iming-iming produksi bersama, maka dagangannya bisa laku. Tapi benarkah akan laku, meski telah mengeluarkan segala jurus??? Kita lihat saja nanti….


**dari berbagai sumber

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...