Wednesday, November 14, 2012

Indodefence 2012 : Sodoran Baru dari Industri Pertahanan Nasional




Kapal tanker/Bantu Cair Minyak 93 meter yang sedang dibikin di galangan DKB untuk TNI AL (photo : Defense Studies)

Membandingkan pameran Indodefence 2012 terhadap perhelatan yang sama dua tahun sebelumnya, terasa sekali bedanya, disamping jumlah pesertanya yang lebih banyak, pada business day terasa sekali stan-stan yang ada ramai dikunjugi kalangan bisnis dan militer dari dalam negeri maupun negara-negara tetangga.

Industri pertahanan nasional, baik BUMN (state owned) maupun swasta juga tampil lebih baik dari tahun lalu, banyak sodoran produk baru pada pameran kali ini, lebih khusus lagi adalah bagi industri pertahanan swasta Indonesia yang pada pameran kali ini banyak yang mengambil stan-stan besar.

Matra Darat
Kendaraan taktis dengan payload 2,5 ton yang akhirnya diberi nama Komodo oleh Presiden SBY (photo : Defense Studies)

Pindad selain mengusung panser kanon menampilkan juga kendaraan taktis 4x4 yang akhirnya diberi nama Komodo oleh Presiden, rencananya Komodo dibuat dalam beberapa varian yaitu : V1 untuk Intai, V2 untuk APC, V3 untuk Komando, V4 untuk angkut rudal Mistral dan V5 sebagai varian khusus. Kendaraan ini diharapkan dapat mengikuti jejak kesuksesan panser Anoa 6x6.
Acmat VLRA 4x4 truk taktis dengan payload 2,5 ton yang sekarang diageni oleh SSE (photo : Defense Studies)

SSE yang beberapa waktu lalu telah berhasil mengeksport produknya ke Srilanka, kali ini tampil agak berbeda, selain mengusung kendaraan taktis kelas ringan P2 dalam versi Commando (payload 1,0 ton) dan APC (payload 1,5 ton) dengan versi digital camo, kali ini juga memperluas lini usahanya dalam bidang pesawat tanpa awak IPCD dan menjadi agen untuk kendaraan truk Prancis Acmat VLRA
Kendaraan taktis 2,0 ton hasil kerja Working Group II ini masih terus diuji-coba dan belum mempunyai nama (photo : Defense Studies)

Pada pameran statis tampil juga prototipe kendaraan taktis 4x4 hasil kerja dari Working Group II, tampilan kendaraan ini telah mengalami face-lift dibanding prototipe sebelumnya. Dua kendaraan diturut-sertakan dalam pameran ini. Sekedar catatan, Panser Anoa 6x6 juga lahir melalui Working Group seperti ini, tepatnya adalah Working Group I.
Matra Laut
Strategic Sealift Vessel, kapal yang diajukan PT Pal untuk mengikuti tender di  Filipina (photo : Defense Studies)
PT. Pal menampilkan model-model kapal yang sedang diproduksi, terlihat model kapal PKR-105, KCR-60, dan Kapal Selam U-209 1400 Mod. Kapal Strategic Sealift Vessel, hasil modifikasi LPD yang tetap menggunakan heli deck dan well dock yang ditawarkan kepada pemerintah Filipina juga ditampilkan.
Haluan kapal PKR-105 yang  persenjataannya telah mengalami beberapa perubahan (photo : Defense Studies)
Model kapal PKR-105 yang dipamerkan adalah versi yang sedang dibangun untuk TNI AL, sedikit berbeda dengan model yang dibawa Damen Schelde 2 tahun lalu. Sebagaimana diketahui Kementerian Pertahanan dan DSNS akhirnya menyepakati hanya satu kapal fregat yang dibangun dengan pola kerja sama dengan PT. Pal. Jika dalam model sebelumnya adalah versi untuk peperangan bawah air (dilengkapi anti-submarine rocket) maka versi yang dibangun sekarang ini telah mengalami perubahan, kanon utamanya Oto Melara 76mm diganti tipe stealth cupola, CIWS Phalanx di bagian belakang diganti menjadi Oerlikon Millenium 35mm yang dipasang menggantikan posisi anti-submarine rocket. Oerlikon Millenium 35mm ini mempunyai amunisi jenis AHEAD (Advanced Hit Efficiency And Destruction), selain untuk melawan rudal yang mendekat juga dapat difungsikan sebagai air defense. Rudal permukaan ke udara tetap menggunakan MBDA Aster 15 dengan jangkauan 30km.
LCU 1.500 ton untuk TNI AD dari DKB (photo : Defense Studies)
PT. DKB menampilkan beberapa model kapal yang sedang dibangun termasuk kapal LST 117 meter pesanan TNI AL. Untuk pertama-kalinya model kapal tanker yang sedang dibangun untuk TNI AL juga ditampilkan, kapal ini mempunyai panjang 93 meter, lebih kecil dibandingkan KRI Arun 903 yang mempunyai panjang 140 meter. Meskipun LCU 1.000 ton pesanan TNI AD penyelesainnya mundur karena menunggu prioritas anggaran, namun konsep LCU selanjutnya dimunculkan oleh DKB, kali ini yang ditampilkan adalah LCU 1.500 ton.
Palindo Marine yang mendapatkan pesanan enam Kapal Cepat Rudal KCR-40 saat ini tengah mebuji coba KRI 643 Beladau dan saat ini unit ke-4 sedang dalam taraf pengerjaan, juga ditampilkan Combat Boat 58 (18 meter) dan PC-43 utuk Bakorkamla..
Fire Support Vessel X-18 FSV dari Lundin Industry Invest/North Sea Boats (photo : Defense Studies)
Lundin Industry Invest (North Sea Boats) yang namanya mendunia karena keberhasilannya membuat kapal cepat rudal KRI Klewang dengan telnologi stealth, selain menampilkan model kapal tersebut juga mengenalkan beberapa konsep baru dengan berbasis pada teknologi catamaran. Fire Support Vessel X-18 FSV merupakan kapal kecil 18 m berlambung catamaran yang mengusung kanon  90-105 mm. Dengan kecepatan 30 knot maka wahana ini dapat membantu pendaratan amfibi dengan memberikan bantuan tembakan ke pantai.
Fast PatrolBoat 60m dari PT Tesco Indomaritim (photo : Defense Studies)

Galangan Tesco Indomaritim banyak menampilan konsep Fast Patrol Boat (28, 43, hingga 60 meter). Untuk FPB-60 dalam rancangannya terdapat heli deck di bagian buritan.
LCU untuk mendaratkan MBT Leopard 2 (photo : Defense Studies)
Setelah sukses membuat LCU untuk mengangkut mobil peluncur roket RM-70 Grad milik Marinir kali ini Tesco juga menampilkan rancangan berupa LCU untuk membawa MBT Leopard, kelak Leopard dapat dibawa oleh LPD dan didaratkan dengan LCU ini.


CN-235 ASW (photo : Defense Studies)

Matra Udara

PT DI selain punya produk baru berupa pesawat angkut medium CN-295, kali ini juga membawa model pesawat CN-235 ASW. Pengalaman engineer PT DI dalam proyek Meltem II di Turki menjadikan pengalaman berharga untuk terus mengembangkan pesawat ASW ini. Meskipun pada bodinya tertulis TNI AL namun tipe inilah yang ditawarkan untuk Filipina lengkap dengan MAD (magnetic anomaly detector) boom di bagian ekor dan torpedo di sayapnya. Adapun yang saat ini dibangun untuk TNI AL sekarang bukan versi ASW namun versi surveillance. PT DI juga siap seandainya TNI AL ingin pesawat ASW dengan platform yang mempunyai jarak jangkau lebih jauh maka PT DI akan mengajukan CN-295 ASW bagi TNI AL.

Persenjataan, Elektonika, dan Instrumentasi

Brosur Seahake torpedo kelas berat dengan logo Atlas Elektronik dan PT DI (photo : Defense Studies)

Melalui divisi persenjatannya kita kenal PT DI sebagai pembuat berdasar lisensi atas torpedo kelas berat SUT, jangan kaget bila dalam pameran kali ini PT DI menawarkan 3 torpedo sekaligus : SUT, Seahake Mod4 dan Seaspider yang dibuat oleh Atlas Elektronik (sebelumnya AEG Aktiengesellschaft Marinetechnik beralih menjadi STN-Atlas Elektronik Underwater Technology dan akhirnya menjadi Atlas Elektronik) German.

Seahake Mod4 merupakan varian akhir dari SUT yang lisensinya diperoleh PT DI pada tahun 1986. Jika PT DI memperoleh lisensi Seahake Mod4 yang mempunyai jangkauan 50 km maka tinggal selangkah lagi untuk bekerjasama dengan Atlas Elektronik untuk  torpedo Seahake Mod4 ER. Sebagaimana diberitakan pada uji coba Mei 2012, maka rekor torpedo saat ini dipegang oleh Seahake Mod4 ER yang dapat menghancurkan sasaran pada jarak 140 km.

Seaspider adalah torpedo pertama yang dibuat untuk anti torpedo. Sistem torpedo ini bereaksi cepat terhadap torpedo yang mendekat dan efektif melawan semua jenis torpedo. Ada dua varian peluncur torpedo ini dari kapal permukaan. Tidak dijelaskan apakah Sehake dan Seaspider ini akan diakuisi oleh TNI AL atau tidak.

PT Pindad menampilkan varian senjata SS2 termasuk varian terbaru SS2V5, juga senapan runduk, pistol dan bom.  PT Sari Bahari juga turut memamerkan bom produksinya yang terdiri dari P-100, P-25, dan roket FFAR
Combat Management System pada KRI Yos Suedarso (photo : Defense Studies)
Menarik disimak adalah aplikasi Combat Management System pada KRI Yos Soedarso yang telah menggunakan produk CMS PT Len dan lulus pada uji penembakan yang diadakan di Pulau Gundul. Dengan keberhasilan ini maka CMS produkasi LEN akan digunakan pada tiga fregat sejenis lainnya.
LenLink tactical data link buatan PT Len (photo : Defense Studies)
PT Len juga berhasil membuat peralatan untuk pertukaran data dari udara, permukaan, dan bawah air. LenLINK demikian namanya, untuk menjamin tingkat keamanan dan kehandalan dalam pengiriman data dimungkinkan untuk dilakukan customisasi protocol dan algoritma enkripsi.
Electronic Support Measures (photo : Defense Studies)
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi/PPET-LIPI yang selalu hadir dalam pameran Indodefence, kali ini menghadirkan Coastal Radar dan Electronic Support Measures untuk kapal kombatan. ESM adalah alat untuk memperoleh data/parameter signal elektronik beserta analisanya dari kapal musuh.
Road map PT Inti untuk menguasai teknologi radar (photo : Defense Studies)

Dalam aplikasi radar untuk militer, PT Inti juga tidak mau ketinggalan, dapat dilihat dengan jelas mengenai visi PT Inti untuk menguasai teknologi radar dimulai dari navigation radar, ground surveillance radar, missile tracker radar, airborne surveillance radar, dan weather radar.

CMI Teknologi yang telah bekerjasama dengan Lockheed Martin juga tampil pada pameran kali ini. Perusahaan yang bergerak dalam microwave dan RF modul ini terpilih oleh Lockheed Martin untuk turut serta dalam pembuatan radar pertahanan udara TPS-77 dan FPS-117.

Kokpit upgrade pesawat tempur F-5 (photo : Defense Studies)
Perusahaan yang berbasis di Surabaya yang telah dipilih untuk menjadi rekanan dalam integrasi radar sipil dan militer yaitu PT. Infoglobal pada pameran kali ini menampilkan kokpit pesawat tempur F-5 yang telah diupgrade. Perusahaan melihat peluang karena TNI berniat memperpanjang usia pakai F-5 Tiger hingga tahun 2020.

UAV taktis dan untuk keperluan surveillance dari IPCD-SSE (photo : Defense Studies)

IPCD-SSE tampil dalam Indodefence 2012 membawa dua tipe SUAV (small UAV), pesawat tanpa awak ini diperuntukkan bagi kegiatan riset, surveillance, reconnaisance, bahkan dimungkinkan sebagai target dan decoy. Tactical UAV dengan MTOW 2 kg dapat membawa beban 0,5kg sedangkan Surveillance UAV mempunyai MTOW hingga 6 kg dan dapat membawa beban hingga 1 kg.


(Defense Studies)

Lanal Batam Tempatkan Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) dari Sabang Hingga Batam



Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Batam mengakui penempatan 12 unit radar sistem pengawasan maritim atau Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) buatan Amerika Serikat dari Sabang hingga Batam, Kepulauan Riau, sangat efektif untuk mengamankan kawasan perairan Selat Malaka.

Lanal Batam Tempatkan Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) dari Sabang Hingga Batam
Pemantauan situasi perairan wilayah dengan IMSS
(Foto: Infoglobal
/tendef)


"Pengawasan bisa memantau hal terkecil yang berada di kapal. Radar ini terintegrasi ke gugus keamanan laut (Guskamla), dimana bisa melihat seluruh kapal yang melintas di Selat Malaka," kata Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Batam, Kolonel Laut Nurhidayat, saat menerima rombongan wartawan dan Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan), di Lanal Batam, Kepulauan Riau, Selasa (9/10).


Kata dia, penggunaan radar sistem pengawasan maritim tersebut dioperasikan hanya pada malam hari karena pada siang hari kapal-kapal yang melintas masih dapat dipantau oleh patroli keamanan laut (Patkamla). "Malam hari itu kan yang susah memantau sebetulnya. Sebelum ada radar itu, kita kesulitan memantau kapal-kapal yang melintas. Apalagi kapal yang bergerak dalam kecepatan rendah di malam hari, semakin sulit untuk dideteksi. Nah dengan adanya keberadaan IMMS itu kita bisa memantau kapal-kapal meski dari jarak kejauhan dan suasana gelap," ujarnya.

Ia menambahkan, radar tersebut akan menjadi sangat efektif membantu pengawasan laut mengingat jumlah personel yang ada di Lanal Batam kurang memadai. "Jumlah personel yang ada hanya 143 orang, padahal seharusnya jumlah personelnya mencapai 256 orang," katanya.

Tak hanya itu, lanjut dia jumlah kapal yang dimiliki oleh Lanal Batam hanya 12 unit, dari 18 unit yang dibutuhkan di tiap tiap pos penjagaan, sehingga dengan adanya Radar tersebut sangat membantu pemantauan. 


Sumber : Tendef

Indonesia Harus Miliki Kekuatan Udara Besar dan Handal



UNTUK melindungi seluruh wilayah Indonesia menuntut tersedianya kekuatan yang cukup besar dan handal, namun disisi kemampuan pemerintah serta prioritas pembangunan nasional belum memungkinkan untuk menyediakan tambahan anggaran.  
Indonesia Harus Miliki Kekuatan Udara Besar dan Handal

Hal tersebut dikatakan Komandan Skadron Udara 45 Lanud Halim Perdanakusuma Letkol Pnb Muzafar, S. Sos.,MM. pada acara HUT ke-1 Skadron Udara 45 lanud Halim Perdanakusuma baru-baru ini dalam suatu upacara militer di Hanggar Skadron Udara 45, Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (13/11/2012).

Lebih lanjut dikatakan, dalam kenyataannya harus kita hayati secara sungguh-sungguh dan oleh karenanya program pembinaan dan pembangunan TNI AU akan terus dilanjutkan sesuai kemampuan, dengan tetap harus diupayakan agar dengan kekuatan yang terbatas dapat dihasilkan kesiapan operasional yang optimal.


Untuk itulah HUT Skadron Udara 45 kali ini hendaknya tidak hanya sekedar diperingati sebagai suatu tonggak sejarah, namun kita dapat menemukan makna dan hikmahnya yang selanjutnya akan melandasi kiprah pengabdian Skadron Udara 45 dalam menghadapi tugas-tugas dimasa depan.

Upacara tersebut diikuti seluruh anggota Skadron Udara 45 dan sebagai acara tambahan diresmikan Mushalla Skadron Udara 45 yang ditandai dengan pemotongan pita.

Keterangan gambar: Komandan Skadron Udara 45 Letkol Pnb Muzafar, S. Sos.,MM. Saat memberikan piagam penghargaan kepada prajurit yang berprestasi pada HUT Skadron Udara 45 yang ke-1 di hangar Skadron Udara 45 Lanud Halim, Jakarta.


Sumber : Angkasa

Masih Pentingkah Peran AWACS Untuk Perang Udara Masa Kini?



Masih Pentingkah Peran AWACS Untuk Perang Udara Masa Kini?
 Apakah perang udara masa depan yang melibatkan pesawat generasi ke-5 seperti F-22 dan F-35 masih memerlukan kehadiran AWACS (radar terbang)?
foto : angkasa.co.id

Dari berbagai sumber USAF diketahui bahwa dengan kecanggihan pesawat generasi kelima maka kebutuhan akan AWACS (Airborne Warning and Control System) lebih kecil. Apalagi sistem perang udara lawan juga dirancang untuk menghancurkan radar terbang lawan. Dalam latihan perang di Nellis AFB yang berlokasi di atas gurun Nevada ditemukan fakta bahwa pesawat AWACS yang ditempatkan ratusan mil di belakang garis pertempuran tidak bisa memberikan gambaran menyeluruh tentang ancaman pesawat lawan sebaik gambaran ancaman udara yang dihasilkan dari sensor pesawat F-22.

Bertempur dengan pesawat generasi keempat masih sangat membutuhkan kehadiran pesawat AWACS untuk mendapatkan informasi “Situation Awareness” (Kewaspadaan Situasi) di atas medan perang. Namun dengan kemajuan sensor pesawat generasi kelima seperti F-22 dan F-35 maka kebutuhan bantuan informasi tersebut sangat berkurang. Memang kehadiran AWACS masih tetap membantu meningkatkan kewaspadaan, namun dalam situasi dimana sistem lawan juga bertambah canggih maka AWACS terkadang tidak bisa tersedia karena terlalu berisiko.


Perbedaan antara bertempur dengan pesawat tempur generasi keempat dengan generasi kelima cukup signifikan. Perbedaan utama adalah pesawat tempur generasi keempat menggunakan sensor yang bermain pada spektrum RF yang berbeda. Penerbang harus berkomunikasi dengan kata (verbal) lewat radio untuk membangun gambaran tiga dimensi tentang situasi di depan pesawat. Selanjutnya penerbang membagi tanggung jawab pada ruang udara tertentu untuk menyaring lawan dan membagi tanggung jawab. Budaya kerja sama dan komunikasi di antara penerbang dan pengendali radar terbentuk disini.

Pesawat generasi keempat memiliki sensor radar warning receiver, jammer, komunikasi data, dan berbagai peralatan independen yang harus dikelola dengan baik dalam sebuah konsep sistem operasi yang membutuhkan kemampuan manajemen tempur penerbang.

Dengan pesawat generasi kelima, penggunaan radar aktif (AESA) dan berbagai sistem independen tersebut sudah menggabungkan semua data situasi udara dalam layar glass cockpit yang mudah dibaca. Penerbang tidak usah terlalu repot dengan manajemen sistem pesawat yang rumit, sistem pesawat sudah membantu menyajikan dalam data yang mudah digunakan.

Pesawat generasi kelima akan menyajikan informasi lengkap tentang kawan dan lawan layaknya tayangan “battle manager” dalam pesawat AWACS dari semua sensor yang ada dalam pesawat, dari pesawat kawan, dari radar bawah, dari radar terbang, dari satelit, dari kapal angkatan laut, dari pasukan darat, dan dari UAV (pesawat nirawak). Penerbang bisa mengatur ritme operasi dengan data yang dibutuhkan sesuai kebutuhan operasi. 
(Baca tulisan lengkapnya dalam Angkasa edisi November 2012)


Sumber : Angkasa

KAI seeks to enhance Indonesian relationship through KT-1, T-50 collaboration

Helicopter Utility Surion
Korea Aerospace Industries (KAI) intends to build its presence in Indonesia through collaboration with local industry following deals to export KT-1 basic trainers and T-50 advanced trainer jets to the Southeast Asian country.

Noh Sun-park, KAI senior executive vice-president, told IHS Jane's on 9 November at the Indo Defence Expo & Forum in Jakarta that the company sees opportunities in Indonesia to export its Surion utility helicopter and to collaborate further on the co-development of the proposed next-generation KF-X fighter aircraft.

These projects are linked to the industrial collaboration programme that developed between KAI and state-owned PT Dirgantara Indonesia (PTDI) on the production of 17 KT-1 aircraft and the co-operation that is being finalised in relation to the production of the 16 T-50 aircraft that Indonesia ordered in 2011.

"We want to expand our footprint in Indonesia but at the moment the scale is too small and economically it is not yet worthwhile," Noh said. "We have proposed to PTDI that they re-assemble the T-50 here in Indonesia and undertake some other production activities: this is similar to the KT-1 programme. However, the workshare programme on the T-50 is not yet finalised and we are talking this through."

RI - Singapura Berencana Produksi Alutsista Bersama RWS

PRODUKSI dan pengembangan perangkat militer terus dilakukan Indonesia, baik secara mandiri maupun kerjasama. Ini diantaranya dilakukan dengan Singapura melalui PT Pindad, Bandung dan Singapore Technologies Kinetics Ltd (ST Kinetics) Singapura, mengembangkan kerjasama produksi perangkat pembidik dan perlindungan individu penembak untuk kendaraan lapis baja atau tank bernama Terrex RSTA.

Perangkat semacam Terrex RSTA adalah sistem pendukung yang dilengkapi perangkat elektronik, baik untuk mengintip maupun memperjelas sasaran serta situasi sekitar. Prajurit tak perlu keluar dari panser untuk menembak, cukup menembak dari dalam ruangan kendali kendaraan tempur lapis baja atau truk.

Ini membuat keamanan personel terlindungi dari risiko serangan musuhnya, dan penglihatan sasaran cukup dilihat dari tampilan layar monitor. Perangkat seperti yang dipasang pada sejumlah kendaraan tempur marinir Amerika.

Menurut seorang pimpinan ST Kinetics, Lim Miah Wee, didampingi Predir PT Inter Korana Inti Adi Sunaryo, selaku mitra, di sela-sela Pameran Industri Pertahanan Indo Defense, di Jakarta, Kamis (8/11) lalu, rencananya Terrex RSTA akan di coba dipasangkan pada panser buatan PT Pindad, pekan ini. Ini sebagai optimalisasi sistem penembakan sekaligus pengamanan individual pada kendaraan lapis baja 6x6 Anoa, produksi PT Pindad.

Terrex RSTA yang digunakan memang pas ukurannya untuk melengkapi senapan mesin berat (SMB) kaliber 12,7 mm x 99 (.50 Browning) produksi PT Pindad yang mengikuti model ST Kinetics, yaitu CIS 50 MG. Panser 6x6 Anoa produksi PT Pindad tengah diuji apakah dapat dioptimalkan dengan dilengkapi perangkat Terrex RSTA tersebut.

Humas PT Pindad, Tuning Rudiyat yang dikonfirmasi, Minggu (11/11), belum memberikan keterangan.

Sumber Pikiran Rakyat

Indonesia pays upfront costs for 16 T-50 jet trainers


693827 기사의  이미지

Indonesia has finally implemented its $ 400 million deal to buy 16 units of T-50 Golden Eagle advanced jet trainers from Korea Aerospace Industries (KAI) by paying part of the contract, Korea Aerospace Industries (KAI) said Wednesday.

The deal marks the type’s first export sale to overseas but the payment had been delayed, said the Korean aerospace company.



Indonesia paid an upfront cost of $ 60 million, 15 percent of the total contract for the jet trainers.

The Indonesian Defense Ministry signed the deal with KAI one year and six months ago. KAI will deliver the trainers to the country’s air force as the contract stipulates that the aircraft must be delivered 18 months after the contract went in effect.

The aircraft will be delivered more than four months ahead of schedule. KAI already began production of T-50i, the Indonesian variance of T-50, a KAI official said.

© News.mk.co.kr

ANALISIS : MENYEIMBANGKAN SUMATERA




Pagar pertahanan RI di wilayah barat yang bersinggungan dengan 4 negara (Malaysia, Singapura, Thailand dan India) sudah pasti Sumatera, meski batas teritorinya laut.  Secara geografi Sumatera lebih panjang dari semenanjung Malaysia dan Singapura, jumlah penduduknya pun setara dengan jirannya, kulturnya pun setali tiga uang.  Dari sudut pandang militer negeri seberang utara selat Malaka itu Singapura dan Malaysia  menyimpan kekuatan militer utama untuk pertahanan negaranya.  Singapura jika melakukan serangan udara ke Sumatera, akan banyak obyek vital yang mampu dilumatnya meski belum berarti dia akan memenangkan pertempuran

Berandai-andai tentang skema pertahanan pulau maka Sumatera yang bertetangga satu erte dengan dua rumah sebelah seyogyanyalah  perlu didandani dengan polesan sejumlah alutsista baru berkualifikasi gebuk dulu. Memang Sumatera bukanlah jantung Indonesia, dia hanya salah satu organ NKRI.  Tetapi untuk memberikan rasa segan pada rumah sebelah agar tidak bermain api dengan tetangganya, sekaligus sebagai pemecah perhatian lawan jika terjadi konflik militer, maka sebagai pulau yang terdepan kekuatan alutsista layak diperkuat.

Debarkasi pasukan dalam latihan brigade TNI AD di Baturaja
Menyeimbangkan pulau terdepan ini perspektifnya adalah memberikan kekuatan yang paling tidak mendekati kekuatan negeri seberang selat Malaka. Itu sebabnya penempatan 1 skuadron jet tempur F16 di Pekanbaru untuk menemani 1 skuadron Hawk 100/200 merupakan langkah tepat karena mampu memberikan kekuatan tambahan meski belum sama sekali “mendekati” kekuatan lawan. Tetapi juga harus diingat lawan yang dihadapi berada pada geografi utamanya alias pusat komando militer, tentu mereka harus lebih kuat.

Malaysia menempatkan skuadron tempur utamanya di Semenanjung seperti F18 Hornet, Mig 29 dan Sukhoi.  Demikian juga dengan Singapura karena negerinya memang cuma punya pulau itu tok. Meski Singapura punya banyak jet tempur mutakhir, tidak semuanya ada di negeri pulau itu.  Sebagian ditransmigrasikan ke AS, Thailand, Australia dan Taiwan karena negeri Temasek ini punya handikap yang cukup menyesakkan, kurangnya ruang udara untuk berlatih di wilayah sendiri.

Secara kuantitatif dan kualitatif menempatkan 2 skuadron jet tempur Hawk dan F16 di Sumatra belum memberikan kesan gahar tetapi dalam gelar kekuatan skuadron udara untuk kegiatan patroli udara dinilai cukup memadai.  Namun ke depan  tetap perlu ada penambahan minimal 1 skuadron udara intersep pemukul yang fungsinya juga untuk memayungi Jakarta dari serangan udara yang muncul dari horizon barat laut. Dilhat dari ruang jelajah yang proporsional mencakup seluruh Sumatera dan Laut Cina Selatan, maka menempatkan 1 skuadron Sukhoi SU30 (atau SU35) di Belitung adalah kebijakan jernih yang sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.  Maksudnya Jakarta tercover, Sumatera sampai Sabang dipayungi, ALKI satu termonitor, Natuna pun ada dalam jangkauan.  Posisi penempatan skuadron Sukhoi ini diyakini memberikan efek getar dan gentar bagi negara tetangga.
Seandainya ini yang digelar, dijamin gentar tuh
Sumatera yang memiliki  3 Kodam dirasa cukup untuk mengamankan teritori darat yang memanjang itu.  Tetapi tentu yang perlu dicermati adalah koordinasi 3 Kodam ketika menghadapi kondisi darurat perang dan harus berjuang duluan misalnya ketika konfrontasi dengan Malaysia.  Musuh terbesar Sumatera jika terjadi konflik dengan 2 jiran itu adalah serangan udara.  Sementara serangan pantai untuk ofensif pasukan tetangga diyakini tidak terjadi karena 2 jiran itu tak memiliki kemampuan serangan laut ke pantai seperti yang dimiliki Marinir Indonesia.

Oleh karena itu mobilisasi pasukan di pulau itu harus di dukung alutsista bernilai pre emptive tinggi misalnya ketika menghadapi serangan udara jet tempur Sukhoi Malaysia. Sumatera harus diperkuat dengan satuan rudal darat ke udara jarak menengah, tidak lagi mengandalkan rudal jarak pendek seperti yang dimiliki saat ini.  Demikian juga dengan penempatan satuan rudal darat ke darat di lokasi paling dekat dengan negeri seberang. Evaluasi latihan setingkat brigade yang dilakukan beberapa waktu yang lalu di Baturaja Sumsel dengan mendatangkan ratusan alutsista berat dari Jawa memberikan kesan beratnya situasi tempur dan waktu yang diperlukan ketika menyeberangkan ratusan alutsista dari Jawa ke Lampung.

Itulah sebabnya menurut hemat kita Sumatera harus mempunya kekuatan pukul organik yang lebih menggigit sebelum datang bala bantuan dari pulau lain utamanya Jawa.  Pekanbaru, Dumai, Batam dan Medan minimal harus memiliki satuan rudal darat ke udara jarak menengah untuk mengawal obyek vital di wilayah itu.  Untuk menambah kekuatan pre emptive tentu sangat dimungkinkan melakukan penempatan rudal darat ke darat di Bengkalis, Karimun, Batam dan Bintan.  Menempatkan satuan rudal darat ke darat ini bukan sesuatu yang nisbi loh.  Kita saat ini dalam tahapan menuju kepememilikan teknologi rudal jarak jangkau 300 km.  Lha kalau sudah punya teknologinya masak rudalnya ditempatkan di Jawa.  So pasti ruang kesatriannya ada di wilayah border semacam Sumatera dan Kalimantan.

Dalam kondisi damai seperti saat ini, menyeimbangkan kekuatan militer di Sumatera merupakan langkah terukur bernilai sunnah muakkad karena ini juga bagian dari strategi untuk memecah konsentrasi lawan agar berhati-hati dengan Sumatera.  Gelar kekuatan darat dengan kekuatan rudal arhanud jarak sedang, angkatan laut dengan satuan kapal cepat rudal yang disebar di selat Malaka dan sebaran skuadron tempur Hawk, F16 dan Sukhoi merupakan strategi pertahanan lapis yang perlu disandangkan di bumi Andalas.

Setidaknya dalam pola pertahanan berlapis, memperkuat Sumatera dengan sejumlah alutsista gebuk dulu akan memberikan kekuatan penyeimbang sekaligus rasa segan bagi pihak lawan untuk berhitung ulang ketika mau memulai konfrontasi.  Menumpuk alutsista di Jawa memberikan kesan seakan-akan hanya Jawa yang hendak dipertahankan. Oleh sebab itu gelar kekuatan milter strategi pertahanan berlapis dengan menyeimbangkan kekuatan alutsista di perbatasan dengan jantung Indonesia perlu dikembangkan. 

Menempatkan sejumlah alutsista pukul duluan di Sumatera merupakan bagian dari strategi reaksi cepat itu sendiri karena alutsistanya sudah ada.  Tidak nunggu dulu, dipukul bonyok baru datang bantuan pasukan pemukul dari Jawa, saake tenan rek.  Jernihnya, kita tidak ingin bermusuhan dan memulai konfrontasi dengan negara tetangga tetapi sekaligus tidak ingin dianggap remeh apalagi dilecehkan dengan mereka.   Kehadiran sejumlah alutsista gebuk dulu di sepanjang perbatasan Sumatera dengan negara jiran adalah dalam rangka itu, anda sopan kami segan, anda injak kami pijak !






Sumber : Analisis

IRAN AKAN PAMERKAN DUA SISTEM RUDAL BARUNYA



Komandan Pangkalan Pertahanan Udara Khatam al-Ambiya Brigadir Jenderal Farzad Esmaili mengatakan, Republik Islam Iran akan memperkenalkan dua sistem rudal produksi dalam negeri selama manuver sepekan di timur negara itu.

"Sistem rudal Qader dan Ya Zahra III akan diluncurkan selama latihan…," kata Esmaili pada Selasa (13/11) di sela-sela manuver akbar dengan sandi Modafean-e Aseman-e Velayat 4 yang dimulai pada Senin.
 
Ia menambahkan, sistem rudal Qader dapat dipindahkan, diinstal dan menembakkan rudal dalam waktu kurang dari 30 menit.

Menurut Esmaili, sistem Ya Zahra III dirancang dan diproduksi dalam waktu yang singkat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sistem ini dapat dipindahkan dan diinstal dengan cepat dalam berbagai kondisi. 

 
Dalam beberapa bulan terakhir, Iran telah menggelar barbagai latihan pertahanan di tengah ancaman rezim Zionis Israel dan Amerika Serikat.

Tehran berulang kali menegaskan bahwa kekuatan militernya tidak menimbulkan ancaman bagi negara-negara lain dan doktrin pertahanan didasarkan pada pencegahan. 

Iran Sukses Ujicoba Hawk

Selain itu Republik Islam Iran juga sukses mengujicoba rudal Hawk yang telah diupgrade dihari kedua manuver militer yang melibatkan pasukan angkatan darat, udara dan Pasukan Garda Revolusi Islam (IRGC).

Rudal tersebut ditembakkan dari landasan peluncuran yang dipasang di kendaraan militer dan sukses menarget dan menghancurkan sebuah pesawat tanpa awak sebagai sasaran, pada Selasa (13/11).
 

Latihan militer gabungan terbesar selama tujuh hari dengan sandi Modafean-e Aseman-e Velayat 4 dimulai pada Senin di Provinsi Khorasan Selatan yang terletak di sebelah timur Iran.
 

Hari kedua latihan juga mensyaratkan evaluasi kinerja lainnya seperti sistem rudal ketinggian rendah dan jarak menengah serta penilaian kemampuan artileri termasuk pengujian meriam Oerlikon 35 mm yang dilengkapi dengan laser pengintai.
 

Dalam beberapa bulan terakhir, Iran telah menggelar barbagai latihan pertahanan di tengah ancaman rezim Zionis Israel dan Amerika Serikat.
 

Tehran berulang kali menegaskan bahwa kekuatan militernya tidak menimbulkan ancaman bagi negara-negara lain dan doktrin pertahanan didasarkan pada pencegahan.





Sumber : Irib

RUSIA SIAP BANTU INDONESIA BUAT TANK




"Membangun kendaraan lapis baja bukan bisnis sederhana."

"Indonesia tertarik dalam merancang tank ringan. Tentu saja, kami bisa membantu," kata Nikolai Dimidyuk, Direktur Rosoboronexport untuk urusan khusus, kepada media lokal, Senin waktu setempat.

Sebagai langkah pertama, menurut Dimidyuk, akan diadakan pertemuan desainer dari dua negara di kota Ural Selatan Kurgan, di mana pabrik mesin Kurganmashzavod diharapkan menjadi tempat konstruksi dan perancangan.
 

"Membangun kendaraan lapis baja bukan bisnis sederhana," kata Dimidyuk, seperti dikutip kantor berita Interfax.
 

Mei lalu, Indonesia membeli 37 kendaraan tempur infanteri BMP-3F Rusia seharga 114 juta dolar AS.
 

Pekan lalu, desainer kendaraan tempur Rusia mengambil bagian dalam pameran pertahanan internasional yang diadakan di Jakarta.
 

Rosoboronexport adalah bagian dari Russian Technologies State Corporation, satu-satunya perantara lembaga negara yang bertanggung jawab untuk mengimpor dan mengekspor produk pertahanan serta produk fungsi ganda, teknologi dan jasa.
 

Perusahaan senjata ini telah bekerjasama dengan lebih dari 70 negara. 





Sumber : BeritaSatu

JIKA INGIN DAMAI, BERSIAPLAH UNTUK PERANG



 Di tengah sinar matahari memanggang kulit, tua-muda mengerumuni peralatan tempur. Ada yang mengagumi meriam buatan Prancis yang larasnya menyundul langit. Lainnya berfoto dengan latar belakang tank Leopard, lalu bergeser ke kendaraan taktis Komodo buatan Pindad. Tak sedikit yang melihat kendaraan berpeluncur roket buatan Brasil.

Agak ke tengah sedikit pengunjung antre menaiki kendaraan pengangkut pasukan bikinan Rusia. Para pemuda apalagi anak kecil antusias menikmati perjalanan keliling lapangan. Seorang asing yang mengenakan stelan jas lengkap sibuk memotret kendaraan tempur (Ranpur) yang datang ke Indonesia tahun lalu itu. Tak dinyana, saya pernah bertemu dengannya ketika masih bertugas di kedutaan Jerman di Jakarta. Kolonel Bruno Hasenpusch, atase pertahanan Jerman untuk Indonesia.

“Saya sudah pensiun,” katanya sambil bersalaman. Sekilas terlihat pakaiannya basah kuyup. Dulu ikut Seskoad? Benar-benar, jawabnya dalam bahasa Indonesia beraksen Jerman.

Dia bertutur, Leopard itu dapat berjalan di lahan gambut atau rawa karena di Jerman juga ada lahan berkarakteristik serupa itu. Tambahan lagi, Leopard buatan Jerman sehingga Indonesia dapat langsung melakukan alih teknologi dan berbagai bentuk kerjasama lainnya. Juga lebih modern dari milik Singapura.

Penembak runduk 

Di dalam gedung, lebih banyak peralatan dan kendaraan militer serta jenis senjata yang dipamerkan. Tak semua untuk maksud-maksud perang, tak sedikit yang dapat dipakai untuk tujuan-tujuan damai.

Ruangan yang mirip hangar ini disesaki lebih dari 600 perusahaan dari 55 negara, termasuk Belarusia dan negara yang lebih terkenal dengan kuda Karabakh, Azerbaijan. Agak di sudut, seorang bapak setengah memaksa anaknya supaya mengangkat senapan yang beratnya 4,5 kg. “Ayo bu foto iu dengan HP saja,” katanya.

Di tempat lain, seorang anak tiarap ala penembak merunduk sambil membidik dengan menggunakan senapan mesin, yang larasnya sepanjang satu meteran. Dia mau tiarap saja walaupun lantai karpetnya sudah diinjak-injak ribuan pengunjung.

Pameran IndoDefense ke 4 yang ditutup Sabtu (10/11/2012) memang berwarna warni. Anak-anak itu tidak sadar kalau senjata dan meriam sudah menyalak serta roket telah melesat, mereka bakal menjerit-jerit. Apa yang mereka kagumi itu tak lebih dari penyabut nyawa, memporak porandakan keluarga.

Kesan bahwa benda-benda yang dipamerkan berbahaya memang nyaris tidak tampak, bahkan lebih seperti mainan. Apalagi para penjaga stand berpakaian rapih, suka memberi permen dan cindera mata. Brosurnya juga bagus-bagus.

Industri militer penuh kontradiksi. Di sana berkumpul kaum cerdik pandai untuk membuat peralatan yang makin ringan, jangkauan efektif yang makin jauh dan makin akurat. Mereka juga membuat amunisi yang makin lama makin canggih. Lebih kecil namun berdaya ledak lebih hebat, serta bisa mencari sasaran sendiri.

Kalau dulu bom ‘Fat Albert’ yang dikendalikan komputer atau laser sangat dikagumi, sekarang sudah dianggap biasa. Bila sebelumnya bom hanya dapat meledak di permukaan, sekarang mampu menembus benteng dan meledak di dalam.

Meriam buatan Prancis itu, kalau sudah ditekan tombolnya maka mereka yang sedang makan toge goreng jauh di Bogor sana bisa jadi korbannya. Kalau tipe amunisinya seperti pacar wutah, maka ibu-ibu yang sedang membeli tas di Tajur turut terkena dampaknya. Amunisi serupa ini terurai menjadi makin kecil dan makin kecil lagi lalu kemudian masing-masing meledak hingga radius ledakan meluas, yang terkena makin banyak.

Industri militer memiliki pula nuansa-nuansa ekonomis. AS mengekspor peralatan militer senilai US$10 miliar pada tahun lalu. Perekonomian negara bagian Washington, Missouri dan Maryland akan terpengaruh jika proses produksi Boeing dan Lockheed Martin melesu.

Produk-produk militer kendati penuh kontradiksi tetap diperlukan sebagai kekuatan penjera. Meskipun dalam konteks daya tahan nasional, kekuatan militer hanya merupakan salah satu di samping unsur kelekatan nasional, kekuatan ekonomi, sosial dan lain-lain.

Wajib militer 

Indonesia perlu memiliki kemampuan militer yang tangguh sebab dikelilingi dengan negara-negara yang suka menekan jika Indonesia lemah. Sikap Australia misalnya, suka berubah-ubah sebagaimana ditunjukkan dalam masalah Timor Timur. Bandingkan antara kebijakan Perdana Menteri Gough Whitlam dengan John Howard.

Begitu juga dengan Malaysia dan Singapura terhadap Indonesia. Bila Kapal Malaysia berani berhadapan dengan kapal Indonesia, maka Singapura cerdik dalam berunding dan menjerat dengan pasal-pasal yang mengikat. Contohnya dalam soal gas. Indonesia harus terus mengekspor ke negara itu meski Indonesia kekurangan gas.

Maka dari itu terasa aneh bila ada para pihak di dalam negeri yang tidak ingin militer Indonesia kuat atau keberatan dengan industri militer domestik yang mampu mencukupi keperluan. Apalagi kalau diingat bahwa negara-negara yang maju perekonomiannya itu, rata-rata menerapkan wajib militer bagi warganegaranya.

Melalui wajib militer mereka menjadi warganegara yang disiplin dan tak kenal menyerah. Karakter yang diperlukan buat menghasilkan produk ekspor yang laris dan tidak begitu peka dengan gejolak nilai tukar mata uang. Mereka juga tak mungkin menjual tanah dan air, sekalipun bujukan globalisasi bertubi-tubi sebab merasa bertanggung jawab atas masa depan bangsa dan negaranya.

Kekuatan militer Indonesia boleh dibilang tertinggal dilihat dari aspek jumlah dan kualitasnya. Bila terjadi perang, mungkin saja Indonesia hanya dapat bertahan tiga bulan lalu kabur ke hutan. Itupun hutan sawit.

Sebenarnya tak satu negara pun yang ingin terlibat secara langsung dalam peperangan karena dampaknya sangat merusak. Defisit yang dialami AS dewasa ini, awalnya antara lain lantaran anggaran tidak dipakai kegiatan ekonomi yang produktif, namun digelontorkan bagi industri militer.

Bagi Indonesia, penambahan kekuatan militer perlu sebagai kekuatan penjera dan pembangkit rasa bangga. Sebagaimana diketahui kebanggaan nasional tengah melorot karena ketidakberdayaan birokrasi dan demokrasi yang kebablasan. Bayangkan, orang perorang bisa memaki atau menilai lambang negara dengan seenaknya.

Kekuatan militer juga dapat dipakai untuk keperluan damai mengatasi dampak bencana alam. Jangan sampai pengalaman menangani dampak tsunami di Aceh terulang lagi. Ketika itu, negara-negara asing lebih banyak membantu karena Indonesia kekurangan pesawat angkut akibat embargo AS dan juga tak punya peralatan komunikasi lapangan hingga menggunakan peralatan milik Singapura.

Keharusan memilih 

Para pejabat tengah dihadapkan kepada keharusan memilih. Membiarkan Indonesia lemah atau kuat. Tampaknya yang dipilih adalah alternatif kedua. Anggaran militer Indonesia pada 2012 mencapai Rp64,4 triliun.

Pilihan ini sejalan prinsip, jika ingin damai bersiaplah untuk perang. Atau seperti yang dikatakan Zbigniew Brezezinski…bila tercetus perang nuklir maka dampaknya sudah diketahui. Jadi yang terpenting adalah sebelum terjadinya perang nuklir tersebut.

Bagi Indonesia yang tak memiliki senjata nuklir, kekuatan militer merupakan kekuatan penjera, pembangkit kebanggaan nasional dan penopang lahirnya masyarakat yang sejahtera. Bukankah Hercules juga dipakai buat membawa beras dan terkadang kambing, bukan hanya untuk terjun HAHO (high altitude high opening) dan HALO (high altitude low opening)?




Sumber : Inilah

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...