Wednesday, July 04, 2012

Analisis : Kita Memang Lapar Alutsista

Kedatangan Presiden SBY ke Darwin Australia tanggal 2 Juli 2012 untuk “menjemput” hibah 4 Hercules dari Australia dan keputusan Kemhan untuk membeli langsung 100 tank Leopard dari Jerman dengan membatalkan beli dari Belanda menyiratkan sebuah keinginan cepat bahwa kita memang lapar alutsista.  Kita masih sangat butuh asupan gizi alutsista untuk memberikan kegagahan bagi hulubalang republik. Khusus Leopard Belanda yang mencla mencle itu keputusan Kemhan perlu diapresiasi karena ini sekaligus ingin menggenggam jetegasan,tak ada akar rotan pun dikejar. Yang jelas rotan lebih bagus dari akar, beli langsung dari yang membuat Leopard.

Indonesia masih sangat membutuhkan alutsista untuk memperkuat satuan tempur TNI segala matra.  Itu sebabnya daftar belanja alutsista kita memang luar biasa kontennya untuk memberikan nilai kecukupan bagi tentara yang mengawal negeri ini.  Tentara kita sudah kenyang dengan latihan fisik, bela diri, survival dan adu ketangkasan.  Yang belum dicukupi adalah gizi alutsista sebagai bagian dari kriteria 4 sehat 5 sempurna dalam postur tentara. Yang ke lima itu tentu alutsista yang modern dan berteknologi karena kita berada dalam era teknologi.  Oleh karena itu kelengkapan tentara bukanlah pedang atau tombak sebagaimana serdadu jaman dulu melainkan piranti teknologi yang tersimpan dalam segala jenis alutsista yang dimiliki.
3 Fregat TNI AL mengawal Jalesveva Jayamahe
Peningkatan kekuatan satuan tempur TNI mestinya tidak lagi berorientasi asal banyak jumlah pasukan namun lebih dikembangkan pada kekuatan alutsista dengan integrasi sistem teknologi pertempuran untuk mendapatkan gelar sebagai pasukan berkualifikasi teknologi tempur dan mampu menjalankannya.  Perkuatan alutsista di berbagai batalyon hendaknya menjadi prioritas termasuk daya gentarnya.  Misalnya untuk Paskhas tidak hanya bertumpu pada rudal jarak pendek QW3 untuk pengamanan Lanud melainkan sudah harus memilik rudal SAM jarak menengah di sejumlah pangkalan angkatan udara.

Sudah banyak alutsista yang dipesan, sudah banyak yang ditandatangani dan tinggal tunggu kedatangan. Tetapi menurut hemat kita itu masih belum mencukupi jika dikaitkan dengan besarnya teritori yang harus dikawal.  Jelasnya kita masih butuh banyak alutsista pemukul apakah itu jet tempur, rudal, roket, artileri, MBT, kapal perang dan kapal selam. Rentang kendali wilayah RI sangat luar biasa besarnya sehingga memerlukan kekuatan alutsista yang setara dengan luas wilayah.  Itu bermakna kekuatan tentara utamanya alutsista yang dimiiki sekarang atau bahkan yang sudah dipesan dan ditunggu kedatangannya sampai tahun 2014 masih belum menggapai kekuatan getar dan gentar.  Kekuatan alutsista TNI sampai tahun 2014 baru sampai pada tahap kekuatan “balita”, belum sampai pada kekuatan anak lanang sesungguhnya.

Contohnya untuk armada kapal selam, kita masih butuh kapal selam lebih banyak dari yang diprediksi sekarang dengan 2 Cakra Class ditambah 3 Changbogo Class.  Kita masih butuh minimal 4 kapal selam setara U214 atau Kilo disamping kekuatan 5 kapal selam yang bakal dimiliki RI sampai tahun 2018 itu.  Changbogo boleh saja diteruskan produksinya oleh PT PAL tetapi kita masih butuh kapal selam yang lebih tangguh untuk mengawal perairan yang luas ini.  Selain kapal selam pertambahan yang signifikan diperlukan untuk armada fregat dan korvet TNI AL.  Kita masih butuh banyak kapal perang untuk mengganti yang sudah uzur atau menambah kekuatan armada itu sendiri. 
KRI Widjajadanu di masa keemasan armada kapal selam RI
Perkembangan geo politik di kawasan Asia Pasifik memerlukan antisipasi dengan ukuran “paling tidak mengenakkan”, dan jalan untuk menghadapi itu adalah dengan perkuatan militer skala penuh.  Bukan untuk mengajak perang tetapi sebagai langkah antisipasi bahwa kami siap menjaga kedaulatan kami.  Sejauh ini Pemerintah dan DPR sudah mengucurkan dana milyaran dollar untuk pengadaan alutsista.  Kebijakan ini didukung oleh mayoritas rakyat Indonesia. Meskipun begitu kita tetap mengkhawatirkan serial MEF (MInimum Essential Force) ini manakala ada pergantian pemerintahan tahun 2014.  Mengapa begitu, karena kalau hanya sampai tahun 2014 belanja alutsista belum bisa masuk kategori disegani, melainkan baru sampai pada sebutan memenuhi kekurangan gizi akibat ditelantarkan selama bertahun-tahun.

Negara ini harus punya militer yang kuat untuk meneguhkan eksistensi dan kewibawaannya karena posisi Indonesia dalam peta strategi ekonomi dan militer  kawasan sudah mencerminkan nilai kewibawaan yang penuh gengsi. Kaya sumber daya alam, terbesar dalam jumlah penduduk dan wilayah di Asia Tenggara, kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan 16 besar dunia.  Militer yang kuat akan memberikan sinyal ke segala arah bahwa teritori yang luas dan kaya ini ada dalam jangkauan tempur bagi siapa saja yang hendak melakukan penjarahan kekayaan alam, infiltrasi atau aneksasi ke wilayah NKRI.

Perjuangan untuk pertumbuhan menuju kekuatan alutsista yang gahar sedang ada dalam perjalanan menuju horizon.  Dalam bingkai ini selayaknya kita memberikan dukungan kuat untuk perjalanan menuju target yang diinginkan.  Lihatlah sekeliling kita yang sudah berubah. Jendela LCS (Laut Cina Selatan) yang selama ini tenang semakin bergelombang panas. Pagar halaman belakang rumah tiba-tiba saja hiruk pikuk dengan kedatangan militer adikuasa dan alutsistanya, padahal selama setengah abad ini adem ayem saja. 

Itu sebabnya jangan sampai kita setengah hati  membangun kekuatan militer kita yang tertinggal jauh.  Hari ini dan seterusnya adalah perjuangan yang terus menerus untuk menjadikan tentara kita memiliki persenjataan yang modern dan berteknologi.  Kita memiliki teritori yang berwibawa, strategis dan kaya sumber daya alam.  Kepemilikan yang penuh gengsi itu harus diimbangi juga dengan kepemilikan tentara yang punya alutsista canggih agar terjadi keseimbangan yang terukur diantara keduanya.  Kepemilikan militer yang kuat merupakan payung dalam menjaga gengsi teritori sekaligus kewibawaan berbangsa.  Militer yang kuat menjadi indikator  segan dalam bahasa  dan upaya diplomasi bilateral dan multilateral. Oleh sebab itu kita harus mampu menjaga momentum perkuatan alutsista dan istiqomah dalam perjalanan mencapai horizon itu.


Sumber : Analisis

No comments:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...