Wednesday, April 17, 2013

Kopassus Tidak Melanggar HAM

Penyerangan LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta oleh oknum anggota Kopassus, bukanlah pelanggaran HAM.Usulan agar para prajurit Kopassus itu dikenakan UU No 26 Tahun 2000 soal HAM disikapi oleh Kementerian Pertahanan dengan menyatakan tidak sependapat atas usulan tersebut. Karena, tidak ada kebijakan pimpinan dalam peristiwa penyerangan LP Cebongan itu.
Menurut Menhan Purnomo Ysugiantoro, penyerangan LP Cebongan, bukanlah peristiwa Genosida atau Genosid. Apa itu Genosida? Genosida atau genosid adalah sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok dengan maksud memusnahkan atau membuat punah bangsa tersebut.

Perisitiwa Cebongan adalah aksi spontanitas dari sebelas anggota Kopassus TNI AD karena jiwa Korps satuan (Korsa) yang tertanam dalam jiwa prajurit. Sehingga Kemhan bersikap bahwa tidak perlu dijerat dengan UU Pengadilan HAM tersebut, karena ini bukan pelanggaran HAM. ”Pelanggaran HAM itu hanya bisa terjadi kalau itu Genosida, meskipun hanya satu yang meninggal,” ujar Menhan Purnomo.
Dalam UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pasal 7 menyebutkan, pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusian. Pasal 8 menyebutkan, kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Pasal 9 mengatakan, kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematlk yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum intemasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasaan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah di,akui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa atau kejahatan apartheid.
Sehingga unsur pentingnya adalah sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik.Ketika unsur tersebut terpenuhi maka termasuk pelanggaran HAM berat. “Kalau tidak yaa bukan pelanggaran HAM berat atau bisa dikategorikan sebagai tindak pidana biasa,” ujar Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan Nasional Mayjen TNI Hartind Asrin dalam menanggapi kasus penyerangan LP Cebongan oleh oknum anggota Kopassus, Kandang Menjangan, Kartosuro, Solo, Jawa-Tengah.
Letjen TNI (Purn) Luhut Panjaitan, di sebuah televisi swasta mengungkapkan, bahwa jiwa korsa-lah yang membuat militer menjadi lebih dari semua institusi manapun di Indonesia. Kemudian, media jangan hanya memojokkan pihak TNI dengan meng-expose berita pembunuhan preman. Preman yang dibunuh, hanya di hukum dua tahun, padahal sudah membunuh, memperkosa dan melakukan kejahatan bersama.
Luhut yang merupakan mantan anggota pasukan baret merah itu mengaku, sudah melihat rekaman CCTV saat kejadian penganiayaan dan pembunuhan di Hugos Cafe. Ketika itu, prajurit Kopassus sudah menjelaskan bahwa dia adalah Prajurit Kopassus, tapi bukan menghormati prajurit TNI, malah tambah banyak preman yang mengeroyok. Kepala prajurit Kopassus yang sedang menjalankan tugasnya dipukul dengan botol minuman, setelah roboh, di tusuk lagi dengan pisau, dihajar, ditendang, dan sudah tidak bergerak (meninggal) masih di-seret-seret mayatnya.
“Saya saja sangat tidak nyaman, darah saya mendidih,” kata Luhut. Sekarang, kenapa media tidak mecari sumber CCTV di Hugos Cafe itu, tayangkan dan kita lihat komentar dari masyarakat luas. Jangan hanya mempermasalahkan kejadian di LP Cebongan saja.
Luhut juga mempertanyakan Komnas HAM dan Kontras yang selalu berpikir negative dengan TNI. “Kenapa sih orang-orang ini (HAM/KONTRAS) hanya menjelek-jelekkan TNI terus. Apa mereka lebih baik dari TNI? Mereka yang berkomentar menjelekkan TNI, itu saya tahu dan bisa tunjuk hidung kelakuannya,” tandas Luhut.
Luhut mengatakan, mari kita merenung, bahwa sampai detik ini TNI masih merupakan yang terbaik yang menjadi Garda Bangsa ini karena TNI memiliki “Jiwa Korsa”. Coba kita lihat Apa sih yang dilakukan para LSM yang hanya tahu mendiskriminasikan TNI? Pernah tidak LSM-LSM (Kontras dll) itu turun kepelosok melihat dan merasakan selama bertahun-tahun dan ber-bulan-bulan meninggalkan sanak-saudara untuk merah putih?
“Ternyata tidak pernah, nol besar LSM-LSM yang menghujat TNI ternyata banyak didanai oleh asing. Sehingga LSM ini ingin TNI di obok-obok. Karena bila TNI hancur akan mudah melakukan Invasi asing ke bumi Indonesia, ini patut kita jadikan renungan,” ujar Luhut mengingatkan LSM.
Artinya dari pernyataan para pejabat tersebut diatas, kita semua harus sadar bahwa kita ada di bumi Indonesia dimana kita harus membela merah putih (bukan membela preman). Komnas HAM dan Kontras juga harus sadar bahwa kita ada di Indonesia, jangan mau diatur asing hanya semata-mata karena materi.
Serahkan semua kepada Pengadilan Militer.Tidak perlu buang-buang tenaga meributkan apakah Peradilan Militer atau Peradilan Umum, Pelanggaran HAM atau bukan? Apakah Amerika tidak melanggar HAM dipenjara Guantanamo? Jadi, biarkanlah semua berjalan sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). TNI apalagi Kopassus sebagai salah satu pasukan elit dunia setelah Israel (Mosard) dan Inggris (M16) harus kita hormati, betapa sakitnya hati mereka melihat teman mereka diperlakukan tidak manusiawi oleh Preman. Sementara mereka berlatih berbulan-bulan bertaruh nyawa untuk menegakkan kedaulatan bangsa kita.
Keberadaan premanisme tak lepas dari adanya kekuasaan yang melindungi premanisme, baik itu aparat penegak hukum maupun aparat lainnya. Tidak adanya ketegasan dari kepolisian dalam memberantas premanisme membuat para preman tumbuh menjamur menjaga lahan dan menjadi debt collector. Bila keberadaan para preman masih mendapat perlindungan dari kekuasaan dan tidak ada ketegasan dari Kepolisian dan TNI, maka bisa saja negara ini lama-kelamaan akan runtuh. Karena hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Parahnya lagi koruptor dan para pengusaha banyak yang menggunakan jasa preman untuk mengamankan kepentingan mereka. Sejak jaman reformasi keberadaan preman merata jumlahnya dan ada dimana-mana. Sedangkan dijaman orde baru para preman jumlahnya sedikit, karena aparat keamanan bekerja dengan baik, ada ketakutan dijaman itu terhadap aparat. Tapi sekarang, ketika ribut-ribut soal preman, Polisi hanya merazia preman jalanan, sementara preman yang membahayakan negara tidak disentuh sama sekali. Jadi, apakah perlu Petrus Jilid Ke-2?

No comments:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...