ANALISIS-(l46) : Kunjungan
KSAD ke markas Kodam I Bukit Barisan di Medan tanggal 13 Februari 2013 untuk melihat kesiapan
operasional tentara dan alutsistanya disana tentu memberikan spirit bagi
prajurit TNI AD. Spirit itu akan semakin
bertambah lagi jika melihat rencana menempatkan sejumlah alutsista baru di wilayah itu, misalnya
helikopter serang, rudal arhanud jarak pendek dan sedang termasuk panser
Anoa. Kita tentu menyanbut gembira
karena Sumatera meski tidak berbatasan darat langsung dengan jiran sebelah
namun perkuatan alutsista TNI AD perlu disetarakan dan berkemampuan sengat
lebah.
Penempatan
100 MBT Leopard di dua batalyon pada dua
divisi Kostrad di Jawa bisa diterima sebagai perkuatan jantung Indonesia. Namun pengadaan MBT tahap berikutnya pada MEF
tahap II periode 2015-2019 diharapkan tidak lagi ditumpuk di jantung Indonesia
itu. Sangat pantas distribusi prioritasnya
ada di bumi Kalimantan karena wilayah
ini berbatasan darat langsung dengan Malaysia.
Kehadiran MBT di Kalimantan diyakini akan memberikan efek gentar bagi
negara sebelah kulon dan lor yang selama ini meremehkan kekuatan militer Indonesia.
Menuju negara maju, militer pun harus setara dengan nilai NKRI dimata dunia |
Sebenarnya
TNI AU sudah duluan menyebar skuadron tempurnya di luar Jawa. 2 skuadron Hawk 100/200 sudah mengambil
tempat di Pekanbaru dan Pontianak lebih dari 1 dekade yang lalu. Demikian juga dengan skuadron Sukhoi, justru
tidak di Jawa melainkan diletakkan pas banget di tengah-tengah Indonesia,
Makassar. TNI AU juga sudah memastikan
jika 24 jet tempur F16 setara blok 52 datang, 16 biji ditempatkan di Pekanbaru
dan sisanya memperkuat skuadron Madiun yang sudah dihuni 10 F16 lawas. Jet blok 15 yang dimiliki TNI AU sejak tahun
1989 ini akan di upgrade juga untuk menyeimbangkan teknologi avioniknya dengan
adik kelasnya yang mau datang.
Pemekaran
armada tempur TNI AL menjadi 3 armada tempur adalah bagian dari upaya mengurai
alutsista java centris. Selama ini
pangkalan armada di Surabaya adalah segala-galanya. Dua pertiga KRI dimarkaskan
disini termasuk pangkalan kapal selam, pusat perbaikan dan pemeliharaan. Dengan
menyerahkan sejumlah KRI untuk dijelajahkan di ruang lautan NKRI sebelah timur yang
luas, dipangkalkan di Sorong sebagai pusat armada Timur, akan memberikan ruang
kendali keamanan laut yang efektif dengan jarak logistik tidak terlalu panjang
di wilayah itu.
Dalam MEF
kedua nanti, diharapkan kekuatan armada KRI bisa mencapai minimal 180-190 KRI
termasuk 5-7 kapal selam. Nah, alokasi
untuk armada Timur yang berpusat di Sorong bisa dibagi dan mendapat jatah KRI
di kisaran 40-50 kapal perang berbagai jenis. Fasilitas perbaikan kapal perang
juga bisa dilimpahkan ke Sorong atau Manokwari yang berdekatan. Manokwari sudah punya Fasharkan TNI AL, tinggal
dikembangkan saja. Area pantau kawasan
timur semakin tergenggam dengan kehadiran armada Timur yang kesiapan
lantamalnya sudah ready for use seperti Kupang, Merauke, Ambon, Jayapura.
Untuk
armada Barat pusat pangkalan belum bisa ditentukan. Tanjung Pinang yang secara de facto sudah
penjadi pangkalan utama armada Barat sangat berdekatan dengan Singapura. Dari aspek hankam ini tidak ideal. Jika nantinya sudah ada lokasi yang sesuai
dengan analisis strategis TNI AL maka alokasi KRI untuk perairan dangkal ini
tinggal menambah sejumlah KRI. Saat ini
armada barat sudah diperkuat dengan 30-40 KRI berbagai jenis termasuk satuan
kapal cepat rudal (KCR). Idealnya dibutuhkan 30 KCR untuk mengawal perairan
Natuna dan selat Malaka, sementara yang baru bisa dipenuhi saat ini 9 KCR.
Dalam
waktu dekat diniscayakan teknologi rudal
surface to surface dan surface to air sudah dikuasai dan dimiliki oleh ilmuwan
militer Indonesia. Maka sudah tentu
sebagian besar gelar peluncur rudal, radar dan operatornya ada di wilayah
perbatasan yang nota bene di luar Jawa.
KSAD sudah mengisyaratkan akan ada penempatan batalyon roket / rudal di
Kodam I Bukit Barisan termasuk gelar Helikpter serang di wilayah itu. Tentu ke
depannya wilayah Kalimantan, Natuna, Riau, Sumut akan menjadi basis penempatan sejumlah
rudal buatan anak negeri ini. Dan ini pasti
akan memberi kesan gahar. Dengan kesan
ini tentu negara-negara jahil tidak lagi meremehkan Indonesia. Kekuatan militer itu diyakini menjadi
kekuatan “iron dome” atau “tembok Cina” payung pelindung NKRI. Dengan itu negara yang merasa “bermuka tembok”
mulai tahu diri dan berkaca diri sehingga makin terlihat berwibawalah,
bermartabatlah, berharkatlah wilayah teritori RI yang luas ini. Bukan mau ngajak perang, tetapi sebagai
benteng penguat teritori dari segala ancaman luar.
Dengan
militer yang kuat negara lain akan berhitung jika hendak mengganggu atau
mengancam negara kita. Dengan kata lain kekuatan
persenjataan militer itu diyakini menjadi “sekat penghalang” untuk terjadinya
perang. Makanya alutsista militer kita
minimal harus setara dengan negara tetangga, dan itu hukumnya wajib. Jika masih
ada orang yang menganggap tidak perlu memperkuat alutsista TNI maka orang
tersebut perlu diajak jalan-jalan melintasi perairan luas di tanah air ini lalu
diinapkan seminggu saja di pulau terluar Indonesia. Dijamin begitu pulang langsung sadar diri
alias insyaf.
Penempatan
alutsista TNI di seluruh Indonesia secara proporsional adalah bagian dari upaya
menghapus jargon masuk dulu baru gebuk.
Secara bertahap kita akan mampu mengumandangkan slogan : mau coba masuk
saya gebuk duluan. Maka pembentukan
Kogabwilhan merupakan upaya strategis yang harus didukung dalam rangka mengamankan
seluruh teritori NKRI. Kogabwilhan juga
merupakan strategi pemerataan alutsista alias mengurai java centris. Kogabwilhan
merupakan komando gabungan darat laut dan udara dari wilayah pertahanan
Indonesia untuk merespons cepat setiap ancaman yang tak bisa diprediksi.
Meski begitu jangan dilupakan, Jawa merupakan
jantung Indonesia. Jadi memelihara dan
merawat jantung juga sangat penting utamanya menjaga “serangan kolesterol” yang
bisa mengakibatkan stroke. Maka Jawa
harus diperkuat dengan sejumlah rudal anti serangan udara jarak sedang,
sejumlah jet tempur jelajah seperti Sukhoi dan rudal anti kapal berbasis di
pantai selatan Jawa dan selat Sunda.
Siapa tahu serangan kolesterol itu berasal dari pantai selatan dan kita
pasti sudah tahu siapa sih yang ada di selatan kita.
Sumber : Analisis
No comments:
Post a Comment