Saling
balas serangan. Itulah inti ‘perang’ antara Hamas dan Israel dalam
perang singkat 8 hari. Hamas mengerahkan seluruh arsenal roketnya, dan
Israel meluncurkan puluhan sorti serangan udara. Dari keduanya, mana
yang lebih efektif?
Tujuan utama Israel sejak awal, yaitu menghentikan teror roket Hamas sudah tercapai berkat keefektifan sistem pertahanan Iron Dome,
yang mencegat 85% roket yang diluncurkan dari arah Gaza. Upaya Israel
menuntut pertanggungjawaban atas serangan Hamas, terwujud dalam tewasnya
pemimpin Hamas seperti Ahmed Jaberi, orang nomor dua di Brigade Qassam.
Boleh dibilang, hampir seluruh roket Hamas dapat dimandulkan oleh
sistem Iron Dome.
Israel memetik pelajaran pahit dari operasi Cast Lead
yang dilancarkan pada tahun 2006 ke Libanon. Hezbollah menghujani
kota-kota di Utara Israel dengan beragam roket, mulai dari Katyusha
sampai WS-1 buatan Cina. Pada saat yang bersamaan, sisi Selatan Israel
juga dihantam roket Brigade Izz ad-Din al-Qassam, sayap militer Hamas
yang juga sibuk meroket Israel. Israel membutuhkan ‘obat’ untuk
memandulkan roket-roket Qassam milik Hamas yang semakin menakutkan.
Rafael
kemudian mengembangkan sistem penangkal serangan artileri, rudal, dan
mortir dalam bentuk rudal, yang boleh dibilang kontroversial karena
biayanya mahal. Sistem perlindungan lain seperti Phalanx, Goalkeeper, C-Ram atau Skyshield
buatan Rheinmetall menggunakan kanon dengan munisi pintar AHEAD yang
dipandu sistem radar untuk menghancurkan sasaran. Namun, kanon memiliki
kelemahan yaitu kaliber peluru yang kecil kemungkinan tidak dapat
menghancurkan roket menjadi serpihan kecil.
Sistem yang dibuat Rafael diberi nama Iron Dome. Dari segi konsep, sebenarnya produk Israel ini juga tidak revolusioner, karena AS dan Rusia juga memiliki konsep serupa. Iron Dome terdiri dari sistem rudal pencegat Tamir, sistem BMC (Battle Management & Weapons control), dan counterbattery radar. Sistemnya besar, berat, dan tidak sepenuhnya mobile. Sistem rudal Tamir
dikemas dalam kotak peluncur berkapasitas 20 rudal yang dapat dimuat
keatas truk 8x8. BMC dimuat dalam kotak berbentuk kontainer berisi layar
radar dan operator, sementara sistem radar pendeteksi ditaruh diatas
sasis truk.
Sistem
kerjanya terbagi dalam tiga tahap, dimana radar akan mendeteksi ancaman
yang tengah menuju sasaran. Informasi ini dipasok kedalam sistem BMC,
yang menghitung lintasan ancaman, sampai titik perkiraan jatuhnya.
Berdasarkan perkiraan tersebut, sistem kemudian membuat solusi
penembakan dan menyerahkan pada operator untuk meluncurkan rudal, atau
mengesetnya secara otomatis. Pada fase awal peluncuran, Tamir
dipandu oleh BMC ke titik pencegatan, sampai kemudian sensor elektro
optiknya bekerja sendiri untuk mengenali sasaran dan meledakkan diri
berkat keberadaan sumbu jarak (proximity fuze).
Yang istimewa dari Iron Dome adalah kemampuan algoritma software yang dibuat pabrikan MPrest, yang dibuat berdasar platform Microsoft .NET. Iron Dome mampu mengukur besarnya ancaman; apabila roket atau serangan lain jatuhnya di wilayah yang tidak berbahaya, Iron Dome
tidak akan bereaksi. Tidak mengherankan, angka keberhasilannya mencapai
90% dari ancaman roket ke wilayah berpenduduk. Sistem Iron Dome efektif
mencegat sampai lima sasaran simultan yang berada sekaligus di udara.
Sistem yang satu baterainya berharga US$ 50 Juta dan satu rudal Tamir
berharga US$ 40.000 ini digelar di 8 kota, termasuk ibukota Tel Aviv.
Israel mendapat bantuan US$ 201 Juta dari AS untuk pengadaan enam
baterai Iron Dome.