BANDUNG: PT Pindad, Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam produksi persenjataan perang, mengaku kesulitan menjual produk buatannya pada pemakai terbesar di dalam negeri, yakni Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Untuk beberapa jenis senjata, TNI memilih impor daripada membelinya dari dalam negeri, PT Pindad.
"Contohnya, bom tajam BT-250. Kami sudah menawarkan produk ini sejak 10 tahun, tetapi belum juga diambil sampai sekarang," ujar Direktur Utama PT Pindad Adik Avianto Soedarsono di Bandung, Jawa Barat, Minggu (7/8/2011), saat memaparkan materi tentang Dukungan PT Pindad (Persero) Dalam Membangun Pertahanan dan Keamanan Negara kepada Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Menurut Adik, tahun 2011, Pindad belum menandatangani satu kontrak pembelian pun dengan TNI, akibat lambatnya proses anggaran. Padahal, TNI adalah pangsa pasar Pindad yang terbesar, yakni 80 persen dari total penjualan.
"Kami perkirakan penjualan ke TNI bisa mencapai Rp 900 miliar, sedangkan ke Polri hanya Rp 8 miliar. Sehingga total penjualan mencapai Rp 1,4 triliun," ujarnya.
Adik menyebutkan, harga jual senjata yang ditawarkan rata-rata masih jauh lebih murah dibandingkan senjata yang dibeli TNI. Sebagai contoh, senjata khusus penembak jitu (sniper) yang dimiliki TNI mencapai Rp 450 juta per unit, padahal Pindad punya yang nilainya Rp 150 juta per unit.
"Ini sempat dijadikan dengan anggaran yang sama besar, dari 30 unit bisa menjadi 100 unit kalau beli dari Pindad," katanya.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menegaskan, Pindad termasuk industri strategis yang membutuhkan dukungan. Pemerintah sudah menegaskan, seluruh persenjataan yang bisa dibuat di dalam negeri harus dibeli dari industri dalam negeri.
"Sinergi antar-BUMN dan pengembangan riset akan dapat memecahkan masalah yang dihadapi Pindad," ujarnya.
Sumber: Kompas