Wednesday, July 04, 2012
Indonesia beli leo dari jerman sebanyak 100 unit
Kopassus Kedepankan Langkah Persuasif Di Papua
Komandan
Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus) Mayjen
TNI Wisnu Bawa Tenaya menegaskan pasukannya tetap mengedepankan
pendekatan persuasif untuk mengatasi gangguan keamanan di Papua.
"Permasalahan di Papua itu kompleks. Tidak saja menyangkut keamanan tetapi juga kesejahteraan," katanya, saat berbincang dengan ANTARA di Jinan, Shandong, China, Rabu.
Berbincang usai membuka dan meninjau Latihan Bersama Kopassus dan Komando Pasukan Khusus Angkatan Bersenjata China (People`s Liberation Army/PLA), ia mengatakan untuk mengatasi segala permasalahan di Papua, harus dilakukan hati-hati.
"Kita, utamanya Kopassus tidak bisa mengambil langkah seenaknya untuk mengatasi persoalan keamanan di Papua, kita harus hati-hati karena masalah di sana tidak sekadar masalah keamanan, tetapi kesetaraan, kesejahteraan," katanya.
Karena itu, lanjut Wisnu, pasukan korps baret juga akan selalu berhati-hati dan tetap mengedepankan langkah persuasif dalam menyelesaikan masalah keamanan di Papua.
Dicontohkannya, TNI telah melakukan TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) di Papua beberapa waktu lalu.
"Kopassus juga akan melakukan kegiatan ekspedisi di Papua untuk melihat langsung potensi wilayah, kondisi masyarakat secara lebih dalam sehingga dapat diketahui apa sebenarnya yang terjadi dan apa yang masyarakat Papua inginkan," katanya.
Sebelumnya, Kopassus melaksanakan Ekspedisi Bukit Barisan (Sumatera) dan Ekspedisi Khatulistiwa (Kalimantan). "Hal serupa sedang kita agendakan untuk dilakukan di Papua," ujar Wisnu.
Danjen Kopassus menegaskan,"Kopassus tidak sembarang, hati-hati dan komit untuk mengatasi persoalan keamanan di Papua melalui pendekatan persuasif dan humanis,".
Sebelumnya Wakil Koordinator Kontras Indria Fernida, Ketua Sinode Gereja Kingmi Papua Pdt Benny Giay, dan Sekretaris Foker LSM Papua Septer Manufandu kepada Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Albert Hasibuan mengatakan pendekatan militer masih dikedepankan oleh Pemerintah dalam mengatasi persoalan di Papua.
Pendekatan kesejahteraan yang selama ini didengungkan belum dilaksanakan maksimal untuk menjawab aspirasi masyarakat Papua.
"Permasalahan di Papua itu kompleks. Tidak saja menyangkut keamanan tetapi juga kesejahteraan," katanya, saat berbincang dengan ANTARA di Jinan, Shandong, China, Rabu.
Berbincang usai membuka dan meninjau Latihan Bersama Kopassus dan Komando Pasukan Khusus Angkatan Bersenjata China (People`s Liberation Army/PLA), ia mengatakan untuk mengatasi segala permasalahan di Papua, harus dilakukan hati-hati.
"Kita, utamanya Kopassus tidak bisa mengambil langkah seenaknya untuk mengatasi persoalan keamanan di Papua, kita harus hati-hati karena masalah di sana tidak sekadar masalah keamanan, tetapi kesetaraan, kesejahteraan," katanya.
Karena itu, lanjut Wisnu, pasukan korps baret juga akan selalu berhati-hati dan tetap mengedepankan langkah persuasif dalam menyelesaikan masalah keamanan di Papua.
Dicontohkannya, TNI telah melakukan TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) di Papua beberapa waktu lalu.
"Kopassus juga akan melakukan kegiatan ekspedisi di Papua untuk melihat langsung potensi wilayah, kondisi masyarakat secara lebih dalam sehingga dapat diketahui apa sebenarnya yang terjadi dan apa yang masyarakat Papua inginkan," katanya.
Sebelumnya, Kopassus melaksanakan Ekspedisi Bukit Barisan (Sumatera) dan Ekspedisi Khatulistiwa (Kalimantan). "Hal serupa sedang kita agendakan untuk dilakukan di Papua," ujar Wisnu.
Danjen Kopassus menegaskan,"Kopassus tidak sembarang, hati-hati dan komit untuk mengatasi persoalan keamanan di Papua melalui pendekatan persuasif dan humanis,".
Sebelumnya Wakil Koordinator Kontras Indria Fernida, Ketua Sinode Gereja Kingmi Papua Pdt Benny Giay, dan Sekretaris Foker LSM Papua Septer Manufandu kepada Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Albert Hasibuan mengatakan pendekatan militer masih dikedepankan oleh Pemerintah dalam mengatasi persoalan di Papua.
Pendekatan kesejahteraan yang selama ini didengungkan belum dilaksanakan maksimal untuk menjawab aspirasi masyarakat Papua.
Sumber : Antara
Analisis : Kita Memang Lapar Alutsista
Kedatangan
Presiden SBY ke Darwin Australia tanggal 2 Juli 2012 untuk “menjemput”
hibah 4 Hercules dari Australia dan keputusan Kemhan untuk membeli
langsung 100 tank Leopard dari Jerman dengan membatalkan beli dari
Belanda menyiratkan sebuah keinginan cepat bahwa kita memang lapar
alutsista. Kita
masih sangat butuh asupan gizi alutsista untuk memberikan kegagahan
bagi hulubalang republik. Khusus Leopard Belanda yang mencla mencle itu
keputusan Kemhan perlu diapresiasi karena ini sekaligus ingin
menggenggam jetegasan,tak ada akar rotan pun dikejar. Yang jelas rotan
lebih bagus dari akar, beli langsung dari yang membuat Leopard.
Indonesia
masih sangat membutuhkan alutsista untuk memperkuat satuan tempur TNI
segala matra. Itu sebabnya daftar belanja alutsista kita memang luar
biasa kontennya untuk memberikan nilai kecukupan bagi tentara yang
mengawal negeri ini. Tentara kita sudah kenyang dengan latihan fisik,
bela diri, survival dan adu ketangkasan. Yang belum dicukupi adalah
gizi alutsista sebagai bagian dari kriteria 4 sehat 5 sempurna dalam
postur tentara. Yang ke lima itu tentu alutsista yang modern dan
berteknologi karena kita berada dalam era teknologi. Oleh karena itu
kelengkapan tentara bukanlah pedang atau tombak sebagaimana serdadu
jaman dulu melainkan piranti teknologi yang tersimpan dalam segala jenis
alutsista yang dimiliki.
3 Fregat TNI AL mengawal Jalesveva Jayamahe |
Peningkatan
kekuatan satuan tempur TNI mestinya tidak lagi berorientasi asal banyak
jumlah pasukan namun lebih dikembangkan pada kekuatan alutsista dengan
integrasi sistem teknologi pertempuran untuk mendapatkan gelar sebagai
pasukan berkualifikasi teknologi tempur dan mampu menjalankannya. Perkuatan alutsista di berbagai batalyon hendaknya menjadi prioritas termasuk daya gentarnya. Misalnya
untuk Paskhas tidak hanya bertumpu pada rudal jarak pendek QW3 untuk
pengamanan Lanud melainkan sudah harus memilik rudal SAM jarak menengah
di sejumlah pangkalan angkatan udara.
Sudah
banyak alutsista yang dipesan, sudah banyak yang ditandatangani dan
tinggal tunggu kedatangan. Tetapi menurut hemat kita itu masih belum
mencukupi jika dikaitkan dengan besarnya teritori yang harus dikawal.
Jelasnya kita masih butuh banyak alutsista pemukul apakah itu jet
tempur, rudal, roket, artileri, MBT, kapal perang dan kapal selam.
Rentang kendali wilayah RI sangat luar biasa besarnya sehingga
memerlukan kekuatan alutsista yang setara dengan luas wilayah. Itu
bermakna kekuatan tentara utamanya alutsista yang dimiiki sekarang atau
bahkan yang sudah dipesan dan ditunggu kedatangannya sampai tahun 2014
masih belum menggapai kekuatan getar dan gentar. Kekuatan alutsista TNI
sampai tahun 2014 baru sampai pada tahap kekuatan “balita”, belum
sampai pada kekuatan anak lanang sesungguhnya.
Contohnya
untuk armada kapal selam, kita masih butuh kapal selam lebih banyak
dari yang diprediksi sekarang dengan 2 Cakra Class ditambah 3 Changbogo
Class. Kita masih butuh minimal 4 kapal selam setara U214 atau Kilo
disamping kekuatan 5 kapal selam yang bakal dimiliki RI sampai tahun
2018 itu. Changbogo boleh saja diteruskan produksinya oleh PT PAL
tetapi kita masih butuh kapal selam yang lebih tangguh untuk mengawal
perairan yang luas ini. Selain kapal selam pertambahan yang signifikan
diperlukan untuk armada fregat dan korvet TNI AL. Kita masih butuh
banyak kapal perang untuk mengganti yang sudah uzur atau menambah
kekuatan armada itu sendiri.
KRI Widjajadanu di masa keemasan armada kapal selam RI |
Perkembangan
geo politik di kawasan Asia Pasifik memerlukan antisipasi dengan ukuran
“paling tidak mengenakkan”, dan jalan untuk menghadapi itu adalah
dengan perkuatan militer skala penuh. Bukan untuk mengajak perang tetapi sebagai langkah antisipasi bahwa kami siap menjaga kedaulatan kami. Sejauh ini Pemerintah dan DPR sudah mengucurkan dana milyaran dollar untuk pengadaan alutsista. Kebijakan ini didukung oleh mayoritas rakyat Indonesia. Meskipun
begitu kita tetap mengkhawatirkan serial MEF (MInimum Essential Force)
ini manakala ada pergantian pemerintahan tahun 2014. Mengapa
begitu, karena kalau hanya sampai tahun 2014 belanja alutsista belum
bisa masuk kategori disegani, melainkan baru sampai pada sebutan
memenuhi kekurangan gizi akibat ditelantarkan selama bertahun-tahun.
Negara
ini harus punya militer yang kuat untuk meneguhkan eksistensi dan
kewibawaannya karena posisi Indonesia dalam peta strategi ekonomi dan
militer kawasan sudah mencerminkan nilai kewibawaan yang penuh gengsi.
Kaya sumber daya alam, terbesar dalam jumlah penduduk dan wilayah di
Asia Tenggara, kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan 16 besar
dunia. Militer yang kuat akan memberikan sinyal ke segala arah bahwa
teritori yang luas dan kaya ini ada dalam jangkauan tempur bagi siapa
saja yang hendak melakukan penjarahan kekayaan alam, infiltrasi atau
aneksasi ke wilayah NKRI.
Perjuangan
untuk pertumbuhan menuju kekuatan alutsista yang gahar sedang ada dalam
perjalanan menuju horizon. Dalam bingkai ini selayaknya kita
memberikan dukungan kuat untuk perjalanan menuju target yang
diinginkan. Lihatlah sekeliling kita yang sudah berubah. Jendela LCS
(Laut Cina Selatan) yang selama ini tenang semakin bergelombang panas.
Pagar halaman belakang rumah tiba-tiba saja hiruk pikuk dengan
kedatangan militer adikuasa dan alutsistanya, padahal selama setengah
abad ini adem ayem saja.
Itu
sebabnya jangan sampai kita setengah hati membangun kekuatan militer
kita yang tertinggal jauh. Hari ini dan seterusnya adalah perjuangan
yang terus menerus untuk menjadikan tentara kita memiliki persenjataan
yang modern dan berteknologi. Kita memiliki teritori yang berwibawa,
strategis dan kaya sumber daya alam. Kepemilikan yang penuh gengsi itu
harus diimbangi juga dengan kepemilikan tentara yang punya alutsista
canggih agar terjadi keseimbangan yang terukur diantara keduanya.
Kepemilikan militer yang kuat merupakan payung dalam menjaga gengsi
teritori sekaligus kewibawaan berbangsa. Militer yang kuat menjadi
indikator segan dalam bahasa dan upaya diplomasi bilateral dan
multilateral. Oleh sebab itu kita harus mampu menjaga momentum perkuatan
alutsista dan istiqomah dalam perjalanan mencapai horizon itu.
Sumber : Analisis
Subscribe to:
Posts (Atom)