Berbagai dinamika dan keriuhan dalam pengadaan alutsista TNI selama tiga tahun belakangan ini, semakin memberikan kedewasaan peran bagi TNI. Kesungguhan pemerintah dalam menata pertahanan dan keamanan negara, tidak hanya diproyeksikan untuk menghadapi musuh dari luar, tetapi juga menyiapkan kemungkinan berkembangnya Perang Hibrida dan masalah terorisme di dalam negeri.
Lebih lanjut Panglima TNI mengatakan bahwa, dalam menghadapi ancaman Perang Hibrida, TNI harus mampu merespon dan segera beradaptasi dengan situasi yang berkembang agar dapat mengantisipasi serta mengatasinya secara lebih cepat dan tepat. sebagai contohnya, pengadaan pesawat tempur sergap Super Tucano yang sejalan dengan pengadaan pesawat Counter Insurgency (Coin) TNI AU, guna mengantisipasi kemungkinan berkembangnya aksi terorisme, demikian pula pembelian dan pengadaan alutsista matra darat dan laut yang dimaksudkan untuk menghadapi ancaman Perang Hibrida.
Berkaitan dengan perkembangan tersebut, keterpaduan, koordinasi dan komunikasi antar matra dan dengan segenap institusi terkait, merupakan kata kunci yang paling penting. Semakin kuat keterpaduan dan koordinasi yang dilakukan, maka upaya yang ditempuh dalam mengatasi segala permasalahan di daerah akan semakin efektif, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, dan dioperasionalkan sesuai instruksi Presiden nomor 2 tahun 2013, dalam penanganan gangguan keamanan secara terpadu, termasuk konflik sosial dan terorisme.
Dalam kaitan perkembangan ancaman terorisme, Panglima TNI berharap agar semua komponen bangsa memiliki naluri keamanan dan fokus pada upaya pencegahan, serta penanggulangan terorisme melalui aksi kepedulian dan kewaspadaan terhadap situasi lingkungannya, karena unsur teroris di Indonesia kini beralih ke arah serangan tradisional dalam memperjuangkan ideologi sesuai dengan kepentingannya
No comments:
Post a Comment