Pergerakan pasukan membutuhkan sarana helikopter yang memadai, selain mampu angkut personel, SAR tempur, drop logistik, dan evakuasi medis, juga dituntut mampu melakukan bantuan tembakan ke permukaan. Untuk menunjang misi tersebut, ada dua jenis helikopter yang didatangkan pada tahun 1977 – 1978, masing-masing adalah SA-330 Puma buatan Perancis dan Bell-205 A-1. Keduanya masuk dalam kategori heli angkut sedang. Bila SA-330 Puma menjadi arsenal skadron udara 8 TNI AU, maka Bell 205 A-1 menjadi kekuatan skadron udara 11/Serbu Penerbad yang bermarkas di Semarang, Jawa Tengah. Bahasan mengenai Bell 205 A-1 sebelumnya telah kami kupas, dan kini giliran SA-330 Puma yang buat penulis cukup menarik untuk dicermati, pasalnya heli ini telah beroperasi 3 dekade lebih dan masih terus dipercaya hingga kini.
Berbeda dengan Bell 205 A-1 yang dibeli secara bekas (second) dari pasar penerbangan sipil di AS, lain hal dengan SA-330, heli ini sedari awal dibeli baru dengan langsung menyandang spesifikasi versi militer. Heli dengan empat bilah baling-baling ini datang pada Mei 1978, helikopter produksi Aerospatiale, Perancis ini dibeli sebanyak 6 unit. Dan kemudian pada tahun 1980 kembali datang 5 unit heli SA-330 yang langsung langsung diterbangkannya dari Perancis dengan rute Paris-Abu Dhabi-Islamabad-Colombo-Medan-Jakarta. SA-330 nyatanya tidak hanya dibuat langsung di Perancis, di tahun 1982 kembali ada tambahan 5 unit helikopter sejenis, tapi unit yang diterima adalah buatan IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) – sekarang PT. Dirgantara Indonesia. Tidak berhenti disitu, pada bulan Februari 1985 diterima lagi 2 unit Puma tipe L, yang kemudian dimodifikasi menjadi Helikopter VIP, dengan nomor registrasi HT-3317 dan HT-3318. Dan bila di total keseluruhan, ada 18 unit SA-330 yang dimiliki TNI AU.
Bila dirunut dari spesifikasinya, SA-330 masih tergolong sebagai helikopter angkut sedang, tetapi di lingkungan TNI AU helikopter ini “naik status” ketika menjadi arsenal utama Skadron Udara 8 yang bermarkas di lanud Atang Sendjaja – Bogor. Skadron Udara 8 sendiri menyandang status sebagai skadron heli angkut berat, dimana skadron ini pernah menjadin induk dari helikopter raksasa Mi-6 yang legendaris.
Skadron 8 pertama kali menggunakan pesawat jenis Mi-6 buatan USSR (Soviet). Pesawat helikopter angkut berat dengan kemampuan muat barang seberat 12.000 kg, dengan rekor muat barang mencapai 20.117 kg dan mempunyai 120 tempat duduk terpasang serta memiliki kecepatan jelajah 250 km/jam dengan jumlah awak lima orang. Helikopter Mi-6 datang ke Indonesia tahun 1960-an diangkut menggunakan kapal laut dan berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dalam bentuk tidak utuh. Dari Tanjung Priok diangkut ke Pangkalan Angkatan Udara (PAU) Cililitan (Lanud Halim Perdanakusuma) untuk dirakit ulang dan siap diterbangkan yang dipimpin oleh Kapten Udara Atang Sendjaja. Seiring dengan waktu dan penggunaan jam terbang serta kesulitan pengadaan suku cadang, maka semua jenis pesawat helikopter buatan Eropa Timur, akhirnya lumpuh tidak dapat dioperasikan lagi yang berujung dengan dibekukannya Skadron Udara 8.
Dan berkat kedatangan armada SA-330, kemudian diambil keputusan pada Mei 1981 untuk mengaktifkan kembali Skadron 8 Angkut Berat yang lebih satu dasawarsa mengalami pembekuan dan ditunjuk Letkol Pnb Suparman menjadi Komandan Skadron.
Kembali ke SA-330, pada tahun 1984 dua unit pesawat SA-330 Puma (H-3304 dan H-3306) dipindahkan dari Skadron Udara 8 Lanud Atang Sendjaja ke Skadron Udara 17 VIP Lanud Halim Perdanakusuma beserta beberapa personel penerbang dan teknisi menjadi kekuatan penuh organik Skadron Udara 17 VIP Lanud Halim Perdanakusuma.
Mungkin disebut heli angkut berat juga dikarena SA-330 pada saat itu adalah heli yang punya spesifikasi paling “berat” di lingkungan TNI, lain hal bila bicara pada saat ini, dimana sudah ada helikopter UH milik TNI yang lebin heavy, seperti NAS-332 Super Puma dan Mil Mi-17 V5 Penerbad.
SA-330 punya berat kosong 4 ton, dan punya berat maksimum saat operasi hingga 7,4 ton. Ditenagai 2 mesin Turbomeca Turmo IV C, SA-330 Puma punya kecepatan jelajah 248 km per jam, serta kecepatan maksimum 257 km per jam. Jangkauan jelajahnya hingga 580 km dengan kecepatan menanjak 7,1 meter per detik. Ketinggian terbang SA-330 adalah 4.800 meter. Dari segi daya angkut, bobot muatan yang bisa digendong hingga sekitar 3 ton, termasuk dengan sling, sementara jumlah personel yang bisa diangkut adalah 16 orang.
Sebagai helikopter berkualifikasi UH, SA-330 Puma juga bisa dipersenjatai. Dari banyak varian senjata yang bisa dibawa, TNI AU diketahui telah “mendandani” Puma dengan roket FFAR 2,75 inchi dan twin door gun dengan SMB (senapan mesin berat) Browning kaliber 12,7 mm. Untuk roket ada dua pod LAI 51 yang bisa dibawa, masing-masing 1 pod disisi kanan dan kiri. Setiap pod berbobot 80 kg, terdiri dari 19 roket, sementara berat satu roket FFAR sekitar 5 kg. Kemudian untuk door gun, ada dua laras Browning M2 yang dirangkai dalam satu kendali. Bobot masing-masing senjata adalah 15 kg, sedangkan berat gun stand mencapai 25 kg dengan amunisi sekitar 100 kg di lantai.
Karena kemampuannya yang multi guna, SA-330 banyak berjasa tidak hanya dalam misi tempur, tapi juga pada operasi militer selain perang, seperti misi SAR, dan evakuasi kecelakaan, dan bencana alam.
Salah satu misi tempur yang cukup spektakuler adalah saat berlansungnya operasi Seroja, diantaranya dalam operasi memburu Presiden Fretelin, Labota yang akhirnya bisa ditembak, sebagai bukti SA-330 Puma H-3306 sampai berlubang diterjang 23 buah proyektil.
Merujuk dari sejarahnya, prototipe SA-330 Puma mulai terbang perdana pada 15 April 1965. Produksinya dilakukan mulai tahun 1968 hingga 1987 dengan jumlah populas 697 unit (termasuk yang diproduksi dalam lisensi). Ada puluhan negara yang menggunakan helikopter ini, baik dalam versi militer dan sipil. Di lingkungan TNI AU, terdapat tipe J dan L. Versi J adalah varian sipil memiliki sistem emergency yang lebih baik dibanding dengan type L (versi militer), maka akan lebih dapat menjamin keamanan dan keselamatan terbang. Oleh karena itu untuk keperluan penerbangan VVIP Presiden dan wakil Presiden digunakan SA-330 Puma tipe J. Versi J SA-330 juga digunakan oleh maskapai Pelita Air Service. Kini TNI AU telah memiliki generasi lanjut SA-330 Puma, yakni NAS-332 Super Puma yang memperkuat Skadron Udara 6.
Sempat Disulap Jadi Heli Serbu Mi-24 Hind
SA-330 Puma sempat beberapa kali ditampilkan dalam lakon film laga Hollywood. Dari pengamatan penulis, heli ini muncul di film Red Dawn (1984), Rambo II (1985) dan Rambo III (1988). Di lihat dari tahun peluncuran ketiga film tersebut, jelas berada dalam era Perang Dingin antara Uni Soviet dan AS. Dan lewat kedua film tadi, SA-330 disulap menjadi sosok heli serbu Mil Mi-24 Hind milik Uni Soviet.
Maklum saat Perang Dingin, produser film masih kesulitan mendapat ‘pinjaman’ Mi-24 asli, alhasil SA-330 yang di make up ala heli Mi-24. Untuk memberi kesan kuat Mi-24, SA-330 sampai dibuatkan wing khusus untuk platform roket, tentu saja itu semua hanya fake untuk kebutuhan shooting film. (Haryo Adjie Nogo Seno/diolah dari berbagai sumber)
Spesifikasi SA-330 Puma
Berat kosong : 4000 Kg
Berat maksimum : 7400 Kg
Tinggi : 5,5 meter
Diamater M/ R Blade : 15,09 meter
Diameter Tail Rotor : 3,04 meter
Kecepatan Jelajah : 248 km per jam
Kecepatan Maksimum : 257 km per jam
Jangkauan Terbang : 580 km
Ketinggian Terbang Maksimum : 4.800 meter
Mesin : 2 Turbomeca TURMO IV C
Power Engine : 1115 Kw
Rotor : 4 main rotor blade
5 tail rotor blade
Alat Komunikasi : ICS ( Inter Communication System ), VHF 1 dan FHF 2 COLLINS 20, UHF COLLINS ARC 131, VHF FM COLLINS ARS, dan HF SSB COLLINS 718V-5
Alat Navigasi : ADF TYPE DF 206 dan VHF-UHF TYPE 301
Bahan Bakar : Avtur JP-4
Kapasitas Tanki Utama : 1.565 liter
Kapasitas Tanki Eksternal : 700 liter
No comments:
Post a Comment