SMS (Senapan Mesin Sedang) di lingkungan TNI, khususnya di Korps Kavaleri tak hanya didominasi oleh jenis FN MAG buatan Belgia. Nyatanya SMS dalam standar NATO ada lagi yang tak kalah populer, yakni GPMG (General Purpose Machine Gun) M-60 kaliber 7,62 x 51 mm. Walau tak selaris FN MAG, M-60 buatan Saco Defence, US Ordnance, Amerika Serikat, punya pengalaman tempur melegenda.
M-60 menjadi senjata utama dalan unit pleton, saat pasukan AS harus berjibaku melawan Viet Cong dalam perang Vietnam. Rasanya pun dalam setiap film bertemakan perang Vietnam, M-60 selalu tampil dalam beragam versi, melengkapi kehadiran senapan mesin M-16 dan rivalnya AK-47. Singkat cerita setiap kegiatan operasi militer AS di seluruh penjuru dunia, pasti melibatkan M-60, termasuk kiprah AS di perang Irak dan Afganistan.
Di lingkungan TNI AD, M-60 diketahui sudah eksis digunakan pada unit kavaleri sejak tahun 1970-an. Beberapa alustsista menggunakan M-60 dalam paket penjualannya, diantaranya adalah varian panser V-150, panser Commando Scout, Commando Ranger Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden), dan tank Armed AMX-13 MK61. Khusus penempatan pada panser V-150, M-60 ada yang ditempatkan secara coaxial pada kubah, dan ada M-60 yang ditempatkan pada mounting sebagai senjata bantuan anti serangan udara dan anti pendukung infantri.
Hebatnya lagi, M-60 awalnya juga menjadi platform senjata standar untuk pesawat anti gerilya TNI AU, OV-10 Bronco, sebelum di upgrade oleh TNI-AU menggunakan SMB (senapan mesin berat) Browning kaliber 12,7 mm. Di tahun 1976 dan 1977, saat pertama kali Bronco diterima TNI AU, M-60 banyak berjasa sebagai senjata bantuan tembakan bagi pergerakan pasukan TNI di permukaan. Empat pucuk M-60 yang menempel embedd di Bronco sangat ideal membabat perkubuan Fretilin dalam operasi Seroja di Timor Timur (sekarang Timor Leste).
Selain populer digunakan pada unit infantri dan kavaleri. M-60 juga dibuat dalam desain untuk matra udara. Contohnya M-60C yang digunakan pada helikopter dan pesawat observasi. M-60C mengalami perubahan ekstrim pada sekujur tubuhnya. Heatshield dan popor M-60 dilepas untuk menghemat beban, sementara piston grip dilepas dan digantikan solenoida sebagai pengontrol tembakan dari dalam kokpit. Sistem pasokan peluru juga disediakan dari kontainer yang terpisah dengan senjata. Untuk penggelarannya, biasanya ada empat pucuk M-60C yang digelar untuk memberi efek tambakan yang memadai.
Tipe M-60C lah yang ditempatkan sebagai senapan mesin standar untuk pesawat tempur OV-10. Saat digunakan dalam operasi Seroja melawan Fretilin, OV-10 TNI-AU masih memakai platfom M-60C. Ada lagi model M-60D, jenis ini dirancang untuk ditempatkan pada door gun di helikopter angkut, seperti yang populer diadopsi pada heli UH-1 Huey. Dengan beragam fungsi dan variannya, tak heran M-60, seperti halnya FN MAG disebut sebagai GPMG (General Purpose Machine Gun).
M-60 beroperasi menggunakan sistem gas operated. Performa senjata ini dapat memuntahkan hingga 550 peluru per menit, sedangkan kecepatan luncur peluru mencapai 853 meter per detik. Untuk urusan jarak tembak, M-60 dapat menjangkau target sampai 1.100 meter. Alur pasokan amunisi mengadopsi jenis sabuk. Umumnya personel pengguna M-60 dapat membawa antara 200 sampai 1.000 peluru, pastinya bergantung pada stamina personel, mengingat bobot M-60 mencapai 10,6 Kg.
Selain populer di laga peperangan, M-60 juga tersohor saat jadi senjata yang digunakan oleh John Rambo dalam film First Blood (1982). Model gaya menembak membabi buta dalam film itu melahirkan istilah Rambo Style, untuk menggambarkan prajurit infantri yang menyelempangkan sabuk peluru 7,62 mm di bahu.
Lahir Dengan Segudang Masalah
Meski M-60 berjaya di banyak laga layar kaca, dan kerap dipakai oleh action hero, tapi pada kenyataan banyak masalah yang terjadi dalam pengoperasiannya. Di medan tropis seperti di Vietnam, wilayah yang lembab, karat dengan cepat mengauskan komponen-komponen penting. Selain itu ada pula masalah pada desain senjata. Walaupun mengaplikasikan kemampuan ganti laras, ternyata rancangan laras pengganti M-60 menyertakan sekaligus tabung dan bipod. Alhasil pembawa laras cadangan harus menderita karena membawa beban yang tidak perlu.
Problem lainnya adalah proses penggantian laras yang tergolong ribet. Personel yang mengganti laras harus menggunakan sarung tangan tebal dari bahan asbes untuk menahan panas, pasalnya di M-60 tidak ada gagang pembawa pada laras. Dalam situasi pertempuran yang sesungguhnya, banyak prajurit yang kehilangan barang berharga ini, padahal tanpa sarung tangan, laras yang panas tidak mungkin dapat diganti.
Karena banyak dirundung masalah, porsi keterlibatan M-60 kini telah dikurangi, untuk unit infantri, di kelas kaliber 7,62 mm, personel Korps Marinir AS saat ini menggunakan varian FN MAG-58, yakni M240. FN MAG sendiri lebih akrab digunakan oleh personel TNI, bahkan telah diproduksi secara lisensi oleh Pindad. Sementara kiprah M-60 nampaknya belum benar-benar redup, pasalnya satuan kavaleri udara masih mengandalkan M-60C untuk daya tembak yang disebut-sebut sangat akurat dalam platform door gun di helikopter. (Gilang Perdana)
Spesifikasi M-60
Kaliber : 7,62 mm
Rata-Rata Tembakan : 550 butir/menit
Kecepatan Peluru : 853 meter/detik
Jarak Tembak Efektif : 1.100 meter
Berat : 10,6 Kg
Panjang : 1,1meter
Panjang Laras : 56 centimeter
Amunisi : Sabuk
Mekanisme : gas operated
Produksi awal : 1957
No comments:
Post a Comment