Penulis : Ferdiansyah Ali dan Hendrajit, Global Future Institute | |
Sepertinya
jembatan yang menghubungkan antara Taipei-Taiwan dan Solo-Jawa Tengah,
sudah terbangun, dalam perjuangan dan solidaritas internasional
membongkar kejahatan perang Jepang Dalam mendukung Rekrutmen Sistem
Perbudakan Seksual Militer Jepang “ianfu” di Indonesia 1942-1945.
| |
8 sampai 11 Desember 2012, di Taipei-Taiwan digelar sebuah konferensi perjuangan hak-hak asasi Ianfu sebagai korban kejahatan perang Jepang The 11th Asian Solidarity Conference for the issue of Military Sexual Slavery by Japan.
Di
Indonesia, tepatnya di Solo-Jawa Tengah pada 8 sampai 12 Maret 2013,
Jejer Wadon sebagai komunitas yang peduli pada isu perempuan akan
menyelenggarakan Diskusi, Pameran Foto, Pemutaran film dengan tema
“Ianfu,” dalam kerangka tema besar Nona Jawa Di Balik Rekrutmen Sistem
Perbudakan Seksual Militer Jepang “ianfu” di Indonesia 1942-1945.
Sebagaimana
dijelaskan dalam proposal yang diajukan Jejer Wadon, acara yang akan
diselenggarakan di Balai Soedjatmoko, Solo-Jawa Tengah tersebut, dalam
rangka memperingati hari perempuan sedunia yang jatuh pada 8 Maret 2013.
Jejer
Wadon menyelenggarakan acara yang sedemikian penting ini didasari
pertimbangan bahwa pada masa pendudukan Jepang sekitar 200.000-400.000
perempuan Asia berusia13 hingga 25 tahun dipaksa menjadi budak seks
tentara Jepang. Para perempuan itu direkrut dengan cara halus dengan
dijanjikan sekolah gratis, pekerjaan sebagai pemain sandiwara, pekerja
rumah tangga, pelayan rumah makan hingga dengan cara kasar dengan
meneror disertai tindak kekerasan, menculik bahkan memperkosa di depan
keluarga.
Diskusi, Pameran Foto dan Pemutaran film digelar pertama kalinya di kota Solo sebagai penghargaan terhadap Tuminah, penyintas (Survivor)
pertama yang berani bersaksi ke publik dengan menyatakan dirinya
sebagai korban perbudakan seksual militer Jepang pada 1992. Dr. Koichi
Kimura seorang teolog dari Jepang yang pertama kali mendengar kesaksian
Tuminah sebelum Koran Suara Merdeka memuatnya dalam artikel bersambung
pada tahun yang sama.
Tema
Nona Djawa, merupakan tulisan yang diangkat Jo Cowtree, seorang penulis
dan seniman yang bermukim di New York City melalui pengalaman
penelitian EkaHindra, seorang peneliti independen yang telah melakukan
penelitian mengenai “Ianfu” sekitar 14 tahun (1999-sekarang) yang
menyatakan bahwa sebagian besar perempuan-perempuan muda yang direkrut
paksa sebagai “Ianfu” serta ditempatkan di ianjo-ianjo (rumah bordil
yang dibangun oleh militer Jepang) yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia berasal dari pulau Jawa.
Karena itu Global Future Institute sangat mendukung dan member apresiasi yang setinggi-tingginya seruan dari para peserta The 11th Asian Solidarity Conference for the issue of Military Sexual Slavery by Japan di
Taipei Taiwan 8-11 Desember 2012, yang juga disetujui oleh Eka Hindra
sebagai perwakilan Indonesia yang hadir pada konferensi tersebut, agar
kepada setiap negara korban Ianfu (Indonesia, Timor Leste, Filipina,
Cina, Korea Utara, Korea Selatan, Taiwan dan Belanda), membuat tulisan
soal Perbudakan seksual militer Jepang di negara bersangkutan untuk
dicetak menjadi buku. Untuk mengabadikan sejarah Hitam Bangsa Jepang
saat Perang Dunia II di negara-negara eks jajahannya di Asia Pasifik,
khususnya Indonesia.
Kami
pun mendukung dan mengapresiasi yang setinggi-tingginya pertimbangan
Jejer Wadon sebagai sebagai komunitas yang peduli pada isu perempuan
yang berpandangan bahwa pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang
“Ianfu” sebagai korban perbudakan seksual tentara Jepang masihlah minim.
“Ianfu” masih banyak dipahami sebagai wanita penghibur, padahal
kenyataannya “Ianfu”merupakan praktek perbudakan seksual yang brutal,
terencana, serta dianggap masyarakat internasional sebagai kejahatan
perang.
Sejalan
dengan prakarsa Jejer Wadon, dalam sebuah workshop yang diselenggarakan
oleh Global Future Institute pada 9 November 2011, dengan tema :
Strategi Membangun Kesadaran Sejarah bagi Generasi Masa Depan Sejarah
Ianfu Indonesia: Kasus Ianfu Indoensia dan Rawa Gede, bersepakat bahwa
Perjuangan terhadap para Korban Ianfu Indonesia harus diletakkan dalam
perspektif Mengembalikan Harkat dan Martabat mereka sebagai Korban.
Para
peserta workshop waktu itu bersepakat mengajukan beberapa usulan
langkah kongkrit yang kiranya perlu disampaikan sebagai bahan masukan
baik kepada pemerintah Indonesia maupun Dewan Perwakilan Rakyat:
Workshop yang diselenggarakan atas prakarsa dari Global Future Institute tersebut dihadiri oleh:
Maka
itu, kami dari Global Future Institute sangat mendukung prakarsa Jejer
Wadon untuk membuka kembali Sejarah Kelam Jepang di Indonesia 1942-1945,
khususnya untuk menyegarkan kembali sejarah perbudakan seksual militer
Jepang pada periode tersebut. Seraya memberikan pemahaman kepada
masyarakat bahwa Ianfu adalah korban perang. Dan karenanya mengajak
masyarakat untuk menolak segala bentuk peperangan.
Dan
di atas itu semua, Global Future Institute mendukung sepenuhnya upaya
Jejer Wadon dalam mendorong masyarakat dan pemerintah Indonesia untuk
mulai memberikan dukungan terhadap perjuangan para Survivor ianfu
Indonesia yang belum sepenuhnya memperoleh hak-hak asasinya.
Dosa
dan kejahatan perang tentara fasisme Jepang di Indonesia dan
negara-negara kawasan Asia Pasifik, memang bisa dimaafkan. Namun
pelajaran pahit dan sejarah kelam kebiadaban dan kejahatan perang yang
dilakukan Jepang secara terorganisir pada saat menjelang dan saat
berlangsungnya Perang Dunia II, rasa-rasanya tak mungkin akan kita
lupakan sepanjang massa.
Indonesia
boleh saja memperoleh keuntungan-keuntungan ekonomis melalui kerjasama
erat dengan pemerintah Jepang. Namun Indonesia tidak boleh
memperjualbelikan kesengsaraan dan penderitaan dari para leluhur dan
nenek moyang bangsa Indonesia sendiri, yaitu kesengsaraan dan
penderitaan para perempuan Indonesia yang telah dipaksa oleh pemerintah
fasisme Jepang untuk menjadi “Budak Seksual” para serdadu Jepang di
Indonesia.
Pada
kesadaran ini, kita sebagai anak bangsa, kadang sampai pada sebuah
pikiran, bahwa kemajuan dan keberhasilan bangsa Jepang saat ini,
sejatinya bertumpu pada derita dan kesengsaraan para leluhur dan nenek
moyang bangsa kita. Khususnya para perempuan Indonesia korban Jugun
Ianfu.
Sekali lagi, Bravo untuk Jejer Wadon, disertai harapan semoga acara bisa terselenggara dengan lancer dan sukses.
Agenda Acara yang direncanakan antara 8 sampai 12 Maret 2013 tersebut :
8 Maret 2013
Pembukaan pameran “Nona Djawa” oleh Kamala Chandrakirana
Pameran dan diskusi foto “Ianfu” karya Meicy Sitorus dimoderatori Doris Pandjaitan
Presentasi multimedia karya Jo Cowtree
9 Maret 2013
Pemutaran dan diskusi film dokumenter “Ianfu” berjudul “Nyah Kran Tawanan di Gedung
Papak” karya Becky Karina dan Ivan Meirizio dimoderatori Doris Pandjaitan
Diskusi tulisan Nona Djawa dengan pembicara EkaHindra dan pembahas Anugrah
Saputra (peneliti Romusha, Antropolog, penulis kata pengantar tulisan Nona Djawa)
08 - 10 Maret 2013
Pameran “Nona Djawa”
|
Tuesday, March 12, 2013
Kejahatan Perang Jepang di Indonesia 1942-1945 Dibuka Kembali di Solo
Label:
indonesia,
jepang,
kejahatan perang
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment