Daya jelajah pada pesawat tempur menjadi faktor penting dalam suatu
operasi militer, terutama bila berbicara pada tahapan penyerbuan ke
target sasaran yang jaraknya cukup jauh. Didasari beberapa pertimbangan,
seperti kerahasiaan dan meningkatkan unsur pendadakan, banyak negara
memilih cara air refuelling (pengisian bahan bakar di udara) untuk
meningkatkan endurance serta daya jelajah pesawat tempurnya.
Dalam beberapa pertimbangan lainnya, menggunakan operasi air
refuellingjuga bisa dikarenakan si negara pelaksana tidak memiliki
pangkalan aju yang memadai, alhasil operasi pengisian bahan bakar harus
digelar. Ilustrasi yang cukup populer terkait kondisi geografi tatkala
operasi serbuan Inggris ke Malvinas (Falkland) pada tahun 1982. AU
Inggris (RAF) saat itu harus melakukan 600 kali lebih air refuelling,
maklum kedua wilayah dipisahkan oleh medan samudra Atlantik yang begitu
luas. Saat itu, RAF mengerahkan tiga jenis tanker, yakni victor, Vulcan,
dan KC-130 Hercules.
Operasi air refuelling kemudian hampir tak pernah absen dalam setiap
laga konflik. Sebut saja saat AS dan NATO berlaga di perang Teluk,
perang Afghanistan, hingga serbuan ke Libya, pola pengisian bahan bakar
cukup mendomominasi, dan memang setiap jet tempur dan pembom NATO
umumnya sudah dibekali kemampuan air refuelling. Contoh yang menarik,
dengan air refuelling, pengebom sekelas F-111 Raven dapat terbang 13 jam
tanpa mendarat saat operasi menghantam target di kotaTripoli, Libya.
KC-130B Hercules TNI AU
Lalu bagaimana dengan TNI AU? Sebagai angkatan udara yang punya tugas
mengawal teritori angkasa terluas di kawasan Asia Selatan, apakah ada
sosok pesawat yang punya kemampuan air refuelling? Jawabannya ada dan
sejatinya jenis pesawat ini sudah cukup lama hadir di lingkungan TNI AU.
Yang dimaksud tak lain adalah KC-130B Hercules buatan Lockheed Martin.
Pesawat angkut berat ini masuk dalam etalase kekuatan skadron udara 32
yang bermarkas di lanud Abdul Rahman Saleh, Malang – Jawa Timur.
Skadron udara 32 secara keseluruhan diperkuat oleh belasan pesawat
Hercules tipe C-130B/H dan C-130BT. Tapi secara actual, hanya dua
pesawat yang punya kemampuan sebagai tanker, yakni pesawat dengan nomer
registrasi A-1309 dan A-1310. Merujuk informasi dari buku “Hercules Sang
Penjelajah – skadron udara 31,” disebutkan C-130 Hercules dengan nomer
registrasi A-1309 dan A-1310 sudah resmi digunakan TNI AU sejak 18 April
1961. Awalnya kedua pesawat punya peran reguler sebagai pesawat angkut
berat dan penunjang operasi linud, baru kemudian pesawat dimodifikasi
untuk ditambahkan kemampuan sebagai tanker bagi jet tempur.
Dengan kemampuan tanker, tidak lantas sisi multi purpose KC-130B
Hercules jadi berkurang. Hercules tetaplah Hercules, dimana pesawat
dapat diubah perannya sesuai kebutuhan. Semisal tidak ada kebutuhan
untuk misi operasi pengisian bahan bakar di udara, pesawat ini dapat
menjalankan peran layaknya Hercules biasa, siap mengantarkan logistic
dan mendukung beragam operasi militer bukan perang.
Jet tempur TNI AU yang pertama kali menjadi klien KC-130 Hercules
adalah A-4E Skyhawk. Secara permanent memang A-4 Skywak memiliki probe
fixed pada bagian hidungnya. Seiring modernisasi alutsista, klien
KC-130B Hercules bertambah dengan hadirnya Hawk-200 yang memperkuat
skadron udara 12 dan skadron udara 1. Dan, jet tempur paling canggih
yang dapat dilayani oleh KC-130B Hercules adalah Sukhoi Su-30MK skadron 11.
Meski secara teori mungkin biasa-biasa saja, tapi adalah peristiwa
yang unik saat jet tempur buatan Rusia disusui pesawat tanker buatan AS.
Dalam gelar operasi air refuelling, satu KC-130B Hercules dapat
melayani pengisian untuk dua jet tempur sekaligus lewat teknik hose.
Uji Statis dan Uji Dinamis
Sesuai koordinasi yang telah dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait
dalam misi uji coba, pada tanggal 23 Maret 2009 satu set crew awak
pesawat yang dipimpin langsung oleh Komandan Skadron udara 32 letkol Pnb
Yani Ajat Hermawan S sebagai RAC (Refuelling area commander ) yang
dibantu oleh 2 orang Copilot BT Kapten Pnb Agus R dan Lettu Pnb Dodik S
serta satu orang navigator Kapten Nav M.Jausan sebagai RC ( Rendevous
Controller) berangkat menuju pangkalan udara Hasanudin home base skadron
udara 11.
Kegiatan uji coba statis direncanakan diawali dengan uji engage dan
disengage probe dengan drouge. Untuk meyakinkan bahwa probe yang berada
di pesawat Sukhoi 30 MK dapat engage dengan drouge yang berada pada
pesawat KC-130 Hercules. Diharapkan apabila sesuai akan dilanjutkan
dengan uji transfer fuel untuk mengetahui pressure rate yang di
dapatkan. Sehingga ada kesesuaian pressure fuel yang dihasilkan
oleh pesawat transceiver dan receiver. Kegiatan tersebut dilaksanakan
on ground dengan kondisi tehnis disesuaikan dengan kondisi sebenarnya.
Meskipun ada sedikit keengganan dari tehnisi Rusia untuk laksanakan uji
statis on ground dengan alasan bahwa pesawat Sukhoi 30 MK secara
spesifikasi tehnis mempunyai kemampuan untuk melaksanakan misi air
refuelling. Sehingga mereka tidak menjamin apabila dalam proses uji
dinamis on ground mengalami kerusakan. Setelah diadakan koordinasi maka
diputuskan untuk melaksanakan uji dinamis menggunakan pesawat Sukho 30
MK yang telah datang sebelumnya,bukan menggunakan pesawat Sukhoi 30 MK 2
yang baru datang dari Rusia yang masih dalam kondisi warrantly claim.
Hasil yang didapatkan, probe dan drouge dapat engage maupun disengage
dengan sempurna. Hal tersebut menambah semangat crew pesawat KC-130
Hercules untuk turut menjadi saksi sebuah sejarah baru dalam kekuatan
udara TNI AU.
Kegiatan dilanjutkan dengan uji dinamis yang dilaksanakan on the air
dengan melaksanakan Inflight Refuelling sesuai dengan parameter
masing-masing pesawat. Setelah melaksanakan briefing penerbangan secara
terencana dan terukur secara presisi dengan segala antisipasi dalam
menghadapi emergency condition dan abnormal condition
kedua crew dengan penuh percaya diri bersiap untuk melaksanakan
penerbangan uji coba tersebut. Kegiatan InFlight Refuelling secara umum
dapat terlaksana dengan baik. Secara system tidak ada masalah yang
berarti di dalam pelaksanaan ,namun perlu adanya penyesuaian prosedure
antara receiver dan pesawat tanker.
Menurut informasi dari Wikipedia, diluar kapasitas tank internal
pesawat, KC-130 Hercules dapat membawa 3.600 removable gallon (136,26
hecto liter) dalam tanki stainless stell yang ditempatkan di dalam
kompartemen kargo. Untuk menyalurkan bahan bakar Avtur ke jet tempur
penerima, terdapat dua mounted hose (masing-masing satu) pada sayap.
Mounted hose ini dibekali drogue pengisian bahan bakar yang dijulurkan
ke pesawat penerima. Setiap drogue dapat mengalirkan hingga 300 galon
per menitnya (1135,5 liter/menit) untuk dua pesawat penerima secara
simultan. Untuk kepentingan keselamatan, memang proses air refuelling
harus berlangsung cepat tapi aman.
Hose dan Boom
Pengisian air refuelling dapat dilakukan cepat dan aman. Prosedur
sebelum terbang, titik pertemuan telah ditentukan. Demikian pula waktu
pertemuan, ketinggian, kecepatan dan radio yang akan digunakan sebagai
jalur berkomunikasi antar pesawat tanker dan pesawat receiver
(penerima). Mereka menentukan pula tempat dan waktu untuk pertemuan
cadangan, hal ini diperlukan sebagai plan B, seandainya pada titik
pertemuan awal terjadi kondisi yang kurang memungkinkan, semisal cuaca
buruk atau rawan terhadap sergapan pesawat musuh.
Tidak itu saja, dalam skenario air refuelling juga ditentukan
pangkalan cadangan untuk melakukan pendaratan darurat, semisal mereka
menemui kegagalan dalam operasi ini. Pengendalian acara pengisian bahan
bakar di udara itu, sepenuhnya dipimpin oleh perwira penerbang di
pesawat tanker yang dibantu navigator untuk mengarahkan pertemuan kedua
jenis pesawat tersebut.
Untuk metode pengisian bahan bakar di udara ada dua macam, yaitu:
- Hose, yakni pengisian bahan bakar di udara menggunakan pipa lentur yang ujungnya dilengkapi drogue, seperti parasut kecil. Dalam pola ini, pesawat penerima yang harus aktif mencari ‘puting susu’ dari tanker tersebut.
- Boom, yakni pengisian bahan bakar di udara menggunakan tail boom, semacam tangkai sodok di ekor. Dalam pola ini, pesawat tanker yang aktif memberi ‘asupan susu’ alias asupan bahan bakar ke pesawat penerima.
Dengan adanya perbedaan sistem pada pengisian bahan bakar di udara,
maka tidak semua pesawat tanker dapat mengisikan bahan bakar di pesawat
lainnya. Ambil contoh, jet tempur F-16 A/B Fighting Falcon milik skadron
udara 3 hanya bisa melakukan air refuelling melalui cara boom. Alhasil
F-16 A/B Fighting Falcon TNI AU tidak bisa dilayani oleh tanker KC-130B
dari skadron udara 32. Hal ini menjadikan daya jelajah F-16 TNI AU jadi
terbatas. Padahal dalam beberapa kesempatan, pilot F-16 TNI AU sudah
bisa menjalankan boom air refuelling, terutama dalam beberapa kali
latihan bersama AU AS menggunakan KC-135 Stratotanker.
Meski TNI AUminus tanker berkemampuan boom, penerbang F-16 TNI AU
punya pengalaman tersendiri. Pola boom ini sudah diterapkan saat F-16
TNI AU melakukan penerbangan dari pabriknya di Fort Worth – Texas, AS
menuju Madiun – Jawa Timur. Jarak kedua titik sangat jauh, yakni 16.000
km, menyebabkan air refuelling dilakukan berulang kali. Penerbangan
melintasi Samudra Pasifik dilakukan total 21 jam dengan menginap di
Honolulu dan Guam. Karena jarak tempuh melebihi endurance F-16, maka
satu jam sekali harus dilakukan air refuelling dengan KC-135
Stratotanker. Jadi dalam 21 jam penerbangan, setidaknya dibutuhkan 19
kali pengisian bahan bakar di udara. Dallas – Hawaii tujuh kali, Hawaii –
Guam tujuh kali, dan Guam – Madiun lima kali. Dalam operasi membawa
pesawat baru tersebut, pilot TNI AU bertidak sebagai co pilot di kursi belakang, tapi yang jelas pengalaman itu sangat berharga.
Malaysia dan Singapura Juga Punya
Jumlah dua tanker yang dimiliki TNI AU jelas sangat tidak ideal,
mengingat cakupan operasional pengamanan udara RI begitu luas. Kedepan,
penulis berharap akan ada lagi C-130 Hercules yang ditambahkan
kemampuannya sebagai tanker.
Agak ironis, justru kekuatan armada pesawat tanker AU Malaysia (TUDM)
lebih besar dari TNI AU. Setidaknya kini AU Malaysia punya 4 unit
KC-130T Hercules, versi nya pun lebih maju daripada punya TNI AU. Malah
untuk uji pengisian ke Sukhoi Su-30, AU Malaysia sudah lebih duluan dari
TNI AU. Informasi ini disampaikan instruktur dari Rusia, Melnikov
Sergey. Seperti diketahui, TUDM juga mengoperasikan Sukhoi. Sementara
Negeri Pulau Singapura, lebih sangar lagi dengan punya 4 unit KC-130B
Hercules dan 1 unit KC-130H Hercules. Malahan KC-130H AU Singapura sudah
dibekali glass cockpit dan flight management system yang sangat
canggih. Sekiranya dengan artikel ini, bisa menggugah pemerintah untuk
juga memikirkan pengembangan di lini pesawat tanker, pasalnya elemen
air refuelling punya nilai strategis.
No comments:
Post a Comment