Target TNI di Minimum Essential Force (MEF) I untuk mengantisipasi
konflik/sengketa wilayah dengan negara tetangga di utara, seperti Kasus
Ambalat, bisa dikatakan berhasil. Berhasil dalam artian mengumpulkan
senjata yang mematikan dan memiliki daya gentar yang tinggi. Untuk
pertempuran di garis perbatasan maupun pertempuran anti-gerilya,
keberadaan Apache AH-64E Guardian, Mi-35, MBT Leopard, serta pesawat
tempur Super Tucano, akan menjadi mimpi buruk bagi lawan.
Akan tetapi Apache AH-64E Guardian,
Mi-35, MBT Leopard 2A4 serta Super Tucano menjadi tidak berarti, ketika
ada negara lain yang melakukan serangan dengan pesawat tempur dan
bomber. Keempat Alutsista itu tidak berdaya, ketika ada skadron pesawat
musuh melakukan serangan kilat dan membom obyek vital di Indonesia.
Australia sempat berpikir untuk membom Jakarta dengan F-111 Aadvark,
ketika pasukan Untaet yang hendak mendarat di Timor Timur pasca jejak
pendapat 1999, hendak dihalangi militer Indonesia. Jika serangan itu
terjadi, bombardir yang mereka lakukan terhadap obyek vital, besar
kemungkinan akan mendapatkan hasil, meski beberapa fighter atau bomber
mereka berhasil dirontokkan fughter Indonesia.
Dalam program MEF I, TNI terus menambah radar untuk dapat memonitor
seluruh wilayah udara Indonesia. Namun apalah artinya radar, jika tidak
bisa menembak.
Indonesia terlalu luas untuk sekedar memiliki satu skuadron heavy
fighter SU-27/30. Apalagi pesawat-pesawat tempur negara di sekitar
Indonesia akan terus semakin canggih. Australia dan Singapura sebentar
lagi akan memiliki F-35. Malaysia sedang mempertimbangkan untuk membeli
F/A 18 E/F Advance. Singapura juga memiliki F-15 Silent Eagle. Belum
lagi pesawat-pesawat tempur stealth China seperti Chengdu J-20.
Mungkin kita masih ingat ketika F-16 Indonesia menyergap F/A-18
Hornet USAF di wilayah Bawean. Namun F-16 Indonesia tidak bisa berbuat
banyak, kerena pesawat lawan memberikan gertakan yang lebih kuat.
Kehadiran 24 pesawat F-16 block 25 eks US Air Guard, tidak cukup
signifikan untuk meningkatkan kemampuan Angkatan Udara Indoesia. AS
sendiri hanya menggunakan F-16 block 25 sebagai armada perang lapis
kedua. Pasukan pemukul udara AS untuk fighter jenis F-16 berkualifikasi
Block 40/42 ke atas.
Coba bayangkan akan seperti apa bila F-16 block 25 Indonesia
berhadapan dengan F-35 Australia dan Singapura ?. Yang ada pesawat
tersebut akan balik kanan, kembali ke markas. Lain halnya jika Indonesia
telah memiliki sistem pertahanan anti-udara jarak jauh – menengah
seperti S-300 family. Tidak akan mudah bagi pasukan asing untuk
menerobos wilayah Indonesia dan F-16 bisa menutup lubang yang masih
ditinggalkan S-300.
Praktis sekarang Indonesia hanya memiliki 1 skadron pesawat heavy
fighter SU 27/30 untuk mengkover wilayah Indonesia yang demikian luas.
Tentu hal itu tidak mencukupi.
Jangan pernah berpikir tidak akan ada perang, karena jika perang itu
benar-benar datang, maka porak porandalah kita, karena salah mengambil
asumsi. Inggris tidak pernah berpikir akan berperang dengan Argentina
yang merupakan sahabat perdagangan mereka. Namun faktanya, perang itu
mendatangi Inggris. Begitu pula dengan kasus ancaman Australia maupun
provikasi yang dilakukan Malaysia di Ambalat. Sebelumnya, kita tidak
pernah berpikir hal itu akan dilakukan tetangga kita.
Kabar gembira muncul dari Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kamis 26
September 2013, bertempat di Surabaya. Panglima TNI tertarik untuk
membeli SU 35, untuk memperkuat Skadron SU-27/30 yang dimiliki Indonesia
saat ini.
“Syukur kali ini pesawat tempur Sukhoi sudah satu skuadron.
Diharapkan akan ada lagi pembelian jenis SU-35 karena lebih canggih.
Semoga perekonomian bisa semakin membaik, sehingga negara bisa membeli
alutsista sebagai penguatan NKRI,” kata Moeldoko (republika.co.id/
26/09/2013).
Jika Sukhoi Su-35 jadi dibeli pada MEF II (2015-2019), kekuatan
angkatan udara Indonesia, cukup gagah untuk meladeni pesawat tempur
asing yang mencoba menyerang Indonesia.
Untuk mendapatkan air superiority, Indonesia membutuhkan setidaknya
tambahan 3 skuadron Sukhoi, yang tentunya keberadaannya lebih powerfull
dibandingkan Helikopter Apache maupun MBT Leopard. Sukhoi akan dapat
bergerak cepat untuk menutup celah yang ada di udara Indonesia ataupun
untuk mengusir pesawat yang menyusup.
Jika radar Indonesia mendeteksi adanya serangan musuh, Indonesia
tidak bisa menembaknya dengan Apache AH-64E ataupun MBT Leopard,
melainkan angan udara. Apache dan Leopard hanya dibutuhkan Indonesia
ketika musuh telah mendarat ke tanah Indonesia. Hal itu hanya bisa
terjadi jika air superiority dan sistem pertahanan udara Indonesia,
telah dilumpuhkan musuh.
Pasukan multinasional yang dipimpin AS, hanya melakukan serangan
darat ke Irak, setelah air superiority dan sistem pertahanan anti
serangan udara dilumpuhkan terlebih dahulu. Sementara dalam kasus
peperangan di Serbia, AS tidak berani melakukan serangan udara/
bombardir, karena satelit mata-matanya menangkap ada beberapa baterai
S-300 yang digelar oleh Serbia. Padahal usai perang diketahui sebagian
besar baterai itu hanyalah dummy alias palsu.
Pada MEF II, TNI harus bisa membuat Angkatan Udara berada pada level
pasukan yang disegani lawan (having a respectable Air Force), yang
bertujuan untuk membuat pihak asing berpikir puluhan kali jika hendak
menganggu wilayah Indonesia.
Kegunaan S-300
Jika Indonesia memiliki sistem pertahanan udara S-300, maka alutsista ini akan secara efektif menghentikan kemampuan ofensif dari musuh dan tidak memberikan mereka air superiority.
Jika Indonesia memiliki sistem pertahanan udara S-300, maka alutsista ini akan secara efektif menghentikan kemampuan ofensif dari musuh dan tidak memberikan mereka air superiority.
S-300 digabungkan dengan sistem anti-udara jarak pendek (meski sudah
tua), akan memberikan perlindungan sangat kuat. S-300 tidak akan efektif
untuk menangkal pesawat tempur atau rudal yang sudah terlalu dekat,
serta terbang rendah di bawah 25 meter menelusuri relief bumi. Pesawat
tempur atau rudal yang lolos ini, akan ditangani dengan baik oleh
rudal/senjata anti udara jarak pendek, seperti gabungan starstreak dan
Oerlikon Skyshield atau jenis lainnya, seperti Pantsir.
Gabungan S-300 dengan Pantsir atau rudal anti-udara jenis lainnya,
akan menjadi duet maut, sangat sulit untuk ditembus. Untuk tidak tidak
heran negeri yang memiliki ancaman militer tinggi, seperti Iran dan
Suriah, mati-matian untuk mendapatkan S-300 family.
Jenis Rudal Anti-Udara S-300
S-300P (1978) – 5V55K missile, 47 km range.
S-300PS (1983) – 5V55R missile, 75 km range.
S-300PMU1 (1993) – 4N6E missile, 150 km range.
S-300PMU2 (1997) – 4N6E2 missile, 200 km range.
S-400 modifikasi dari S-300PMU2.
S-300P (1978) – 5V55K missile, 47 km range.
S-300PS (1983) – 5V55R missile, 75 km range.
S-300PMU1 (1993) – 4N6E missile, 150 km range.
S-300PMU2 (1997) – 4N6E2 missile, 200 km range.
S-400 modifikasi dari S-300PMU2.
Tiga varian S-300 yakni: S-300V, S-300P dan S-300F:
S-300V. Kode V yang berarti Voyska ditujukan untuk pasukan darat. Perlindungan udara untuk pasukan darat ini meliputi: anti rudal balistik, anti rudal jelajah serta pesawat tempur. S-300V diangkut oleh MT-T transporters (tracked) dengan amunisi rudal 9M83 “GLADIATOR” berdaya jangkau maksimum 75 km. Sementara 9M82 “GIANT” (SA-12B Giant) dapat mencapai target hingga 100 km dan mampu menyasar pesawat/rudal di ketinggian (altitude) 32 km (100,000 ft). S-300V lebih ditujukan untuk menangkis serangan Anti-Ballistic Missile.
S-300V. Kode V yang berarti Voyska ditujukan untuk pasukan darat. Perlindungan udara untuk pasukan darat ini meliputi: anti rudal balistik, anti rudal jelajah serta pesawat tempur. S-300V diangkut oleh MT-T transporters (tracked) dengan amunisi rudal 9M83 “GLADIATOR” berdaya jangkau maksimum 75 km. Sementara 9M82 “GIANT” (SA-12B Giant) dapat mencapai target hingga 100 km dan mampu menyasar pesawat/rudal di ketinggian (altitude) 32 km (100,000 ft). S-300V lebih ditujukan untuk menangkis serangan Anti-Ballistic Missile.
Sementara S-300P merupakan versi orsinil dari sistem pertahanan udara
S-300. Huruf P berarti PVO-Strany (Sistem pertahanann udara negara).
Awalnya S-300P kesulitan untuk menjejak target di bawah 500 meter dari
permukaan tanah. Namun Rusia terus mengembangkan sistem Track Via
Missile-nya (TVM) sehingga kini mampu menjejak target di ketingian 25
meter.
S-300PT-1 dan S-300PT-1A (SA-10b/c) merupakan versi import maupun
kebutuhan dalam negeri Rusia, hasil pengembangan dari sistem S300PT.
Sistem rudal ini menggunakan rudal 5V55KD dengan jangkauan 75 km. Pada
tahun 1985 diperkenalkan S-300PS/S-300PM dengan rudal baru 5V55SR dengan
jangkauan 90km dan dilengkapi dengan terminal pemandu semi-active radar
homing (SARH).
Tahun 1992 diperkenalkan S-300PMU untuk versi eksport dengan feature
upgrade rudal 5V55U yang bisa menjejak obyek yang lebih kecil serta
memiliki jangkauan hinga 150km.
Jenis peluncur maupunjenis rudal terus berkembang. Ukuran dan hulu
ledak yang lebih kecil namun memilki janghkauan yang lebih jauh.
S-300PMU-2 misalnya dengan mengusung rudal rudal 48N6E2 mampu menggasak
sasaran hingga jarak 195km. Sementara rudal 9M96E2 mampu menggasak
sasaran yang sangat dekat hingga jauh, yakni dari jarak 1 hingga 120 km.
Adapun S-300F yang berarti Flot (fleet) diperkenalkan tahun 1984
untuk pertahanan anti-udara kapal perang yang mengacu pada Sistem
S-300P. Dilengkapi rudal baru 5V55RM, jangkauan sistem S-300F bertambah
menjadi 7-90 km dengan kecepatan 4 mach dan mampu menghajar target di
ketinggian 25 -25.000 meter (100-82,000 ft). S-300FM adalah versi yang
lebih baru dan diperkenalkan pada tahun 1990. Kecepatan rudal meningkat
pesat menjadi 6 hingga 8,5 Mach dengan hulu ledak 150 kg dan mampu
menyasar target 5–150 km (3–93 mi) di altitude 10m-27 km (33–88500 ft).
Setelah dilengkapi dengan ultimate track-via-missile guidance method,
rudal ini dapat menyergap short-range ballistic missiles.
Katakanlah anda memiliki dua Pangkalan Udara yang satu dilindungi
oleh S-300 dan satu lagi dilindungi AAA Gun. Kerusakan keduanya memiliki
nilai militer yang sama. Kira-kira Pangkalan Udara mana yang akan
dipilih musuh untuk dihancurkan ?. Tentunya yang dilengkapi pertahanan
udara AAA Gun. Semua militer akan mencari target yang lebih mudah. Jika
S-300 harus diserang oleh musuh, tentu ada berbagai cara yang mereka
lakukan.
S-300 bisa dilumpuhkan, namun membutuhkan usaha yang besar.
Membutuhkan kordinasi yang tinggi, teknologi jamming- decoy, taktik dan
skill. Sistem pertahanan S-300 memiliki keterbatasan persediaan rudal
yang akan ditembakkan. Ketika persediaan itu sudah habis dilepas, tentu
akan mudah bagi musuh untuk menghancurkannya.
Satu contoh yang bagus, NATO pada tahun 2011 mengujicoba SEAD fighter
mereka (Supression of Enemy Air Defenses) dengan Early Warning Aircraft
terhadap sebuah sistem pertahanan udara S-300 Slovakia. Usai ujicoba
hanya pesawat Rafale yang mampu keluar dari latihan itu tanpa tertembak.
Pesawat lain rontok disikat S-300. Untuk itulah mengapa NATO dan Israel
sangat resah dengan Suriah yang diduga telah diperkuat oleh Rusia
dengan S-300. Rusia terus memodernisasi sistem pertahanan udara Suriah.
Missile S-300PMU-2 merupakan tantangan berat bagi seluruh pesawat
tempur generasi 4 atau 4++ dalam jarak 150 km. Kecepatan dari rudal
48N6E2 S-300PMU-2 sekitar 3 km/ detik atau 6 hingga 8 kecepatan suara/
Mach. Bayangkan saja anda seorang pilot F-16 yang terbang dengan
kecepatan 1,8 Mach dihampiri oleh rudal kecepatan 6 Mach.
Katakanlah negara kita memiliki dua baterai S-300PMU-2 dengan rudal
48N62E yang setiap baterainya dilengkapi 8 hingga 12 launcher
S-300PMU-2. Masing-masing unit S-300PMU-2 dilengkapi 4 rudal siap
tembak. Artinya ada 16 hingga 24 S-300PMU-2 dikalikan (x) 4 rudal,
yakni 64 hingga 96 rudal ditembakkan dalam waktu 10 menit. Harga 64
hingga 94 pesawat tempur itu sekitar 10 hingga 20 miliar dollar.
Kira-kira bagaimana perasaan atau nyali pihak asing yang hendak
mencoba-coba atau mengganggu wilayah udara Indonesia?. Pada MEF II, kita
membutuhkan a respectable Air Force. (JKGR).
No comments:
Post a Comment