Penerbangan Emirates B777-300ER Jakarta-Dubai dilanjut dengan
A380 Dubai-Munich mengantarkan rombongan yang dipimpin Kabaranahan
Kemhan Laksamana Muda TNI Ir Rachmad Lubis tiba di Jerman, minggu ketiga
Mei lalu.
Dari Munich, perjalanan dilanjutkan melalui darat ke sebelah
barat kurang lebih satu jam menuju sebuah pedesaan berhawa sejuk. Di
Tussenhausen-Mattsies itulah empat pesawat Latih Dasar Grob G 120TP
untuk TNI AU telah siap menanti prosesi Roll-Out.
Perjalanan panjang menentukan
pesawat Latih Dasar (LD) berteknologi maju berakhir di Tanah Bavaria,
Jerman ketika Indonesia menetapkan Grob G 120TP sebagai pemenang tender
untuk pesawat LD TNI AU pada September 2011. Grob G 120TP dinyatakan
sebagai pesawat LD yang paling memenuhi operational requirements
yang dibutuhkan TNI AU sekaligus mengalahkan pesawat lain Finnmeccanica
(Alenia Aermacchi) SF-260TP dan Pacific Aerospace CT-4 dalam
persaingannya. Dengan anggaran sebesar 72 juta dolar AS, Indonesia
mendapatkan 18 pesawat Grob G 120TP berikut paket pelatihan teknisi dan
penerbang di pabriknya, FTD (Flight Training Device), Simulator, serta Initial Logistics Support package selama dua tahun dari Grob Aircraft.
Menentukan pesawat latih untuk digunakan dalam jangka
waktu yang panjang serta penggunaannya yang membutuhkan jam terbang
yang banyak pula di Sekolah Penerbang TNI AU, jelas membutuhkan
pengkajian mendalam dari berbagai aspek. TNI AU sebagai operator
merupakan pihak yang berkeinginan agar pesawat yang didapatkan sesuai
dengan yang diidam-idamkan. Dari sini pula semua hal beranjak hingga
diputuskan bahwa Grob G 120TP terpilih sebagai yang terbaik di kelasnya.
Hal ini sejalan dengan apa yang ditekankan KSAU saat itu Marsekal TNI
Imam Sufaat yang menyatakan bahwa untuk mendukung AU Kelas Satu, TNI AU
harus dilengkapi dengan pesawat-pesawat terbaik.
Performa tinggi
Grob G 120TP dengan sertifikasi EASA CS 23 Amendment 1 merupakan
pengembangan lebih lanjut seri Grob G 120 bermesin piston dengan tiga
bilah baling-baling. Mesin piston kemudian diganti mesin turboprop Rolls
Royce Tipe 250-B17F dengan lima bilah baling-baling buatan
MT-Propeller, Jerman berbahan komposit, constant speed, variable pitch, dan baja tahan karat pada sisi baling-balingnya. Kode TP pada G 120TP menandakan pesawat ini menggunakan mesin Turboprop.
Mesin tersebut dipilih mengingat keandalannya karena telah diproduksi
sebanyak 1.200 unit, digunakan oleh 63 tipe pesawat dengan akumulasi
jutaan jam terbang hingga saat ini. Pihak Grob memodifikasi bagian
hidung pesawat sehingga mesin yang baru dapat diaplikasikan.
Dengan model pesawat sayap rendah (low wing), cantilever wing, dan winglet yang dapat dipasang-lepas, G 120TP dibangun menggunakan badan dan sayap dengan konstruksi semi monokok GFRP composite sandwich.
Tangki bahan bakar ditempatkan di dalam kedua sayapnya sebanyak 360
liter cukup untuk penerbangan selama lima jam dan cadangan untuk 45
menit. Bahan bakar yang digunakan adalah Jet A1 atau Jet A dan B, JP-4,
JP-5, atau JP-8 tergantung mesin yang dipilih.
Sebagai pesawat basic trainer G 120TP dilengkapi kanopi gelembung (bubble)
model geser memungkinkan mata dapat memandang hampir 360 derajat ke
sekelilingnya termasuk melihat penyetabil horizontal dan vertikal.
Kanopi dapat dibuka-tutup dari dalam maupun dari luar pada saat
emerjensi. Untuk keperluan operasi di darat dalam suhu yang terik,
kanopi dapat dikunci terbuka sesuai kebutuhan. Pesawat ini dapat
dioperasikan pada suhu -20 derajat Celcius dan maksimal 72 derajat
Celcius.
Ruang kokpit sangat roomy memberikan keleluasaan bagi
instruktur dan siswa pilot untuk melakukan aktivitas penerbangan di
kursi dengan konfigurasi bersebelahan (side-by-side seating).
Penggunaan kursi bersebelahan bagi pesawat Latih Mula/Dasar sangat
membantu instruktur dalam melatih siswa pilot. Di TNI AU konsep kursi
dengan konfigurasi seperti ini digunakan pada pesawat Latih Mula (LM)
AS-202 Bravo yang telah sukses melahirkan lebih dari seribu penerbang selama 30 tahun (1983-2013).
Kursi diberi peredam kejut yang dapat meminimalisir tarikan gravitasi maupun dampak impak pada saat crash
bagi awak pesawat. Di belakang kursi masih terdapat ruang untuk
menyimpan barang atau kelengkapan yang dibutuhkan. Sementara kursi dapat
diatur maju-mundur melalui relnya, memungkinan pilot maupun siswa dapat
menyesuaikan diri dan nyaman dalam menerbangkan pesawat. Kursi
dilengkapi dengan sabuk keselamatan lima titik. Sebagai opsional pihak
Grob saat ini tengah menyiapkan penggunaan kursi Martin Baker Mk 15B dan
proses sertifikasinya bagi pemesan yang membutuhkan pesawatnya
dilengkapi kursi lontar.
Dua control stick berada di depan masing-masing kursi pilot
dan siswa, sementara tuas gas berada di bagian tengah di antara dua
kursinya. Pesawat dapat diterbangkan oleh seorang pilot dengan
instruktur mengawasi siswa. Peralatan avionika di dashboard pesawat terdiri dari dua versi, analog dan digital. Intrumen dasar seperti Attitude Indicator, Airspeed Indicator, Vertical Speed Indicator, Turn and Slip Indicator, dan Accelerometer terpampang di depan kursi. Untuk navigasi terdapat kompas, Electronic HSI, Directional Gyro, Magnetic Azimuth Transmitter, Garmin GNS 430W untuk Nav 1 dan Nav 2, Garmin GTRX330 Mode S Transponder, serta DME Honeywell KN-63/KDI-572.
Untuk 18 pesawat tahap pertama, TNI AU memesan avionika analog dengan
pertimbangan siswa pilot pemula harus mengenal instrumen-instumen dasar
penerbangan. Grob sendiri menyediakan pesawat uji hibrid menggabungkan
sebagian instrumen digital dan analog dan opsi bagi full digital avionic. Pada G 120TP juga terdapat sistem untuk evaluasi penerbangan (debriefing) menggunakan SD-Card recorder yang dapat diunduh ke komputer jinjing selepas penerbangan.
Menilik tampilan luar dan interior kokpit serta avioniknya, sekilas pesawat Grob G 120TP dengan retractable tricyle landing gear
ini sudah dapat mencerminkan sebuah pesawat LD yang didesain dengan
apik dan berteknologi maju.
Berdasarkan spesifikasi dari pabriknya
berikut hasil uji coba terbangnya, pesawat ini memiliki performanya yang
luar biasa sehingga Kementerian Pertahanan RI kepincut pada pesawat
yang juga mulai dilirik oleh beberapa Angkatan Udara ini.
Angkasa
turut merasakan langsung bagaimana lincah dan gesitnya G 120TP saat
pucuk pimpinan Grob Aircraft André Hiebeler memberikan izin untuk joy flight di seputaran langit fasilitas dan airfield milik Grob bersama pilot uji Ulli Schell (57) yang telah berpengalaman selama 35 tahun.
Antikorosi
G 120TP menggunakan bahan carbonfibre composite
pada badan, sayap, dan ekornya. Penggunaan material antikorosi ini
sekaligus menjadikan bobot pesawat menjadi lebih ringan tanpa mengurangi
tingkat kekuatan bahan terhadap tarikan gravitasi Bumi. Material pada G
120TP memiliki tingkat crashworthiness (perlindungan material saat impak) lebih dari 26G. Material carbonfibre
juga membuat permukaan pesawat lebih halus sehingga meningkatkan
tingkat aerodinamika pesawat.
Selain itu bahan ini lebih mudah dalam hal perawatan dengan service life mencapai 15.000 jam terbang untuk penggunaan aerobatik. Sementara TBO (Time Between Overhaul) untuk mesin Rolls Royce 250-B17F adalah 3.500 jam. Biaya operasionalnya pun diklaim sangat murah, menjadikan G 120TP yang juga didesain untuk kalangan sipil ini tidak memberatkan penggunanya.
Selain itu bahan ini lebih mudah dalam hal perawatan dengan service life mencapai 15.000 jam terbang untuk penggunaan aerobatik. Sementara TBO (Time Between Overhaul) untuk mesin Rolls Royce 250-B17F adalah 3.500 jam. Biaya operasionalnya pun diklaim sangat murah, menjadikan G 120TP yang juga didesain untuk kalangan sipil ini tidak memberatkan penggunanya.
Bobot maksimal G 120TP (MTOW) mencapai 1.590 kg untuk penggunaan
normal dan 1.550 kg untuk aerobatik. Bobot kosong 1.095 kg dan kapasitas
bahan bakar 290 kg (360 liter). Bila bobot instruktur dan siswa
diasumsikan 200 kg, maka bobot full load pesawat mencapai 1.485 kg yang artinya masih aman di bawah MTOW untuk limitasi aerobatik (maksimal 1.550 kg) sekalipun.
Sumber : Angkasa
No comments:
Post a Comment