Seandainya suatu hari meletus konflik udara antara Indonesia dengan Malaysia, atau Indonesia dengan Singapura, kira-kira bagaimana peluang fighter kita dalam duel udara? Sebuah pertanyaan yang menarik, lepas dari ketangguhan pilot, ketiga negara serumpun ini sama-sama mengandalkan rudal udara ke udara jarak pendek besutan AS yang populer sejagad, yakni AIM-9 Sidewinder. Dimana versi tercanggih yang dimiliki TNI AU adalah AIM-9 P4 yang bisa menghantam target dari beragam sudut. AIM-9 P4 dipasang oleh TNI AU pada pesawat F-16 dan Hawk 100/200.
Nah, yang paling mutakhir sekarang ada Sidewinder versi AIM-9X, mulai dikembangkan pada tahun 1996. AIM-9 memppunyai kemampuan first shot dan first kill yang lebih responsif. Rudal ini dilengkapi thrust vectoring yang terhubung ke guidance fins, artinya rudal dapat menguber target yang berbelok sekalipun. Radius putar AIM-9X mencapai 120 meter, dengan kemampuan ini, saat penembakan pesawat peluncur tidak lagi harus melakukan manuver untuk menyesuaikan dengan target. Cukup lepas AM-9X, selanjutnya rudal akan menguber target sendiri. Duh, cilakanya Singapura dan Malaysia sudah punya AIM-9X, Singapura memasang AIM-9X untuk jet F-15FG dan F-16 C/D, sedangkan Malaysia menyiapkannya di jet F/A-18 Hornet.
Tapi situasi bisa makin carut marut, pasalnya duel udara juga akan melibatkan rudal udara ke udara jarak/kelas menengah, seperti AIM-7 Sparrow dan AIM-120 AMRAAM, yang masing-masing punya jangkauan tembak 70 Km dan 110 Km. Dilalah bicara dua rudal yang sudah battle proven ini, Singapura, Malaysia, dan tentunya Australia juga sudah punya.
Jelas peta kekuatan udara antara Indonesia dengan negara sekitarnya sangat pincang. Lalu apakah Indonesia diam saja? Meski belum ada pernyataan resmi dari pemerintah, tapi dari beberapa dokumen dan informasi diyakini TNI AU kini telah mempunyai senjata untuk menandingi kedigdayaan Sparrow dan AMRAAM. Rudal yang dimaksud adalah Vympel R-27 (dalam kode NATO disebut AA-10 Alamo), sebuah rudal jenis medium-to-long-range air-to-air missile yang telah dikembangkan sejak era Uni Soviet pada tahun 80-an. Menurut informasi R-27 ditawarkan dalam beberapa varian untuk bisa dicantolkan pada sayap Sukhoi Su-27/30, seperti tipe R-27R (Alamo A), R-27T (Alamo B), R-27ER (Alamo C), R-27ET (Alamo D), R-27P (Alamo E), dan R-27EP (Alamo F). Karena kemungkinan besar pengadaan rudal ini termasuk rahasia, maka selain jumlah yang tidak diketahui, varian mana yang dipilih Indonesia juga kurang jelas.
R-27R – Mengandalkan pemandu jen radar semi aktif. Punya jangkauan tembak hingga 80 km.
R-27T – Mengandalkan pemandu infrared. Punya jangkauan tembak hingga 70 km.
R-27ER (extended range) – Mengandalkan pemandu radar semi aktif. Punya jangkauan tembak hingga 130 km.
R-27ET – Mengandalkan pemandu infrared. Punya jangkauan tembak hingga 120 km.
R-27P – Mengandalkan pemandu radar pasif dengan jangkauan hingga 72 km.
R-27EP – Mengandalkan pemandu radar semi aktif, punya kemampuan tambahan sebagai rudal anti radiasi dengan jangkauan 130 km.
Dengan penggerak solid fuel rocket motor, R-27 punya kecepatan luncur antara mach 2,5 hingga 4,5, laju luncur rudal juga terkait dengan kondisi cuaca dan ketinggian. Dari bobot rudal yang sekitar 253 kg, 39 kg diantaranya adalah berat hulu ledak. Mekanisme peledakan pada target menggunakan dua jenis metode, yakni radar proximity dan impact fuze. R-27 punya dimensi panjang 4,08 meter dan lebar 230 mm.
Selain diandalkan untuk Sukhoi Su-27/30, Su-33, MiG-29, dan Su-35. beberapa varian R-27 juga dapat dipasang pada seri jet tempur yang lebih lawas, seperti MiG-23 dan Yak-141. Soal pengalaman tempur, R-27 juga punya meski masih mengundang kontroversi, yakni pada Perang Teluk I (1990-1991). Sumber Rusia menyebut salah satu pembom B-52G berhasil ditembak oleh MiG-29 AU Irak menggunakan R-27, meski tidak sampai hancur, pesawat tersebut mengalami kerusakan parah. Pernyataan tersebut kemudian disangkal oleh pihak AS yang menyebutkan kejadian tersebut akibat friendly fire dari jet F-4G Wild Weasel yang melepaskan rudal HARM (high speed anti radiation missile).
Sejak diproduksi tahun 1983, hingga kini populasi R-27 dipercaya cukup banyak, pasalnya selain Rusia banyak negara sekutu Rusia/Uni Soviet di seantoro Bumi yang mengandalkan rudal ini. Bahkan R-27 juga diproduksi oleh Ukraina dan Cina.
Bila sosok R-27 di Indonesia masih diselimuti misteri, lagi-lagi Negeri Jiran Malaysia sudah jauh lebih dulu menggunakan rudal ini. TUDM (AU Malaysia) sejak tahun 90-an telah mengandalkan rudal ini untuk mempersenjatai jet MiG-29 dan Sukhoi Su-30. Bahkan rudal ini pernah dipamerkan Malaysia pada ajang Indonesian Air Show tahun 1996 di Bandara Soekarno Hatta. Malaysia memang membeli rudal ini dalam paket pengadaan MiG-29. Bagaimana dengan R-27 milik TNI AU, kita berharap meski ketinggalan dalam kepemilikan, semoga varian R-27 Indonesia lebih canggih daripada milik Malaysia. Semoga.
No comments:
Post a Comment