: Kini, Kementerian Pertahanan tengah menimbang-nimbang helikopter serang mana yang sebaiknya dipilih? AH-64 Apache, UH-1Z Super Cobra atau UH-60 Blackhawk. Percaya atau tidak, skenario menimbang-nimbang ini juga dilakukan Marinir AS – penggunan utama heli ini di AS yang sadar akan keterbatasan anggaran. Dan, pilihan ternyata jatuh pada AH-1Z. Kenapa? Bukan saja, karena harganya lebih murah, tapi ada sejumlah pertimbangan teknis sehingga mereka memilih Super Cobra.
Meski helikopter ini akan dibeli untuk memperkuat Penerbad, Pemerintah RI seyogyanya menyimak pula pertimbangan Marinir AS. Alasannya ternyata simpel saja. Di antaranya, pertama, yakni bahwa Super Cobra mudah diterbangkan. Bagi Marinir AS ini sangat penting untuk melatih para penerbangnya. Mantan penerbang heli CH-46 Sea Knight AS mengaku cukup melakukan familiarisasi 45 menit untuk bisa menerbangkan heli yang ukurannya lebih mungil dari Apache ini. Oleh karena bodinya yang mungil ini pula, sang heli mudah diangkut kemana-mana dengan kapal perang atau pesawat angkut.
Kelebihan kedua, oleh karena bodinya lebih kecil dari Apache dan lajunya lebih lincah, musuh diyakini pula lebih sulit memburu Super Cobra. Pertimbangan ini amat krusial khususnya setelah menyimak pengalaman tempur di Irak. Membidik Super Cobra pada kenyataannya memang jauh lebih sulit ketimbang membidik Apache. Begitu pun, sejumlah Apache yang jatuh di Irak dikatakan bukan oleh karena badannya yang relatif besar, tapi lebih karena suaranya yang sudah amat dikenali pejuang Irak. Di Irak, Apache adalah sasaran berharga bagi para pejuang penyandang RPG (Rocket Propelled Grenade), sehingga mereka dilatih untuk mengenali suaranya dari jauh.
Di Irak, Apache toh merupakan andalan AD AS untuk menghajar tank-tank Irak. Begitu pun, kemampuan ini muncul bukan karena kelincahannya, tetapi oleh karena dia memiliki rudal antitank Hellfire yang bisa ditembakkan dari jarak jauh. Tapi kalau untuk pertempuran jarak dekat, kebanyakan tentara AS mengaku lebih menyukai Super Cobra. Itu sebab Super Cobra kerap disebut sebagai rajanya pertempuran jarak dekat. Kabarnya, jika saat ini harga Apache sudah melambung jadi 35-40 juta dollar per unit, Super Cobra masih di sekitar angka 15-20 juta dollar.
Super Cobra adalah varian atau revisi perbaikan dari Cobra. Revisi dilakukan setelah AD AS menemukan berbagai kekurangan Cobra di medan pertempuran di Asia. Super Cobra memiliki jangkauan tempur tiga kali lebih jauh dan mampu mengangkut persenjataan dua kali lebih banyak dari Cobra. Heli serang berkursi dua ini adalah buatan Bell Textron. Versi pertamanya, AH-1W, dengan baling-baling berbilah dua, diproduksi tahun 1986. Pada tahun 2000, Bell Textron merevisinya menjadi AH-1Z yang jauh lebih powerfull, baling-baling berbilah empat, dengan sistem pembidikan target yang lebih canggih.
Lalu bagaimana dengan UH-60 Blackhawk. Dibanding Apache dan Super Cobra, heli ini tentu jauh lebih “lembut”. Itu karena pada dasarnya Blackhawk lebih dirancang untuk angkut pasukan. Dia memang bisa diperlengkapi persenjataan untuk serang darat, tapi bodinya yang besar akan menyulitkan dirinya melakukan manuver serangan itu di udara.
Jadi baiknya, pilih yang mana ya?
Meski helikopter ini akan dibeli untuk memperkuat Penerbad, Pemerintah RI seyogyanya menyimak pula pertimbangan Marinir AS. Alasannya ternyata simpel saja. Di antaranya, pertama, yakni bahwa Super Cobra mudah diterbangkan. Bagi Marinir AS ini sangat penting untuk melatih para penerbangnya. Mantan penerbang heli CH-46 Sea Knight AS mengaku cukup melakukan familiarisasi 45 menit untuk bisa menerbangkan heli yang ukurannya lebih mungil dari Apache ini. Oleh karena bodinya yang mungil ini pula, sang heli mudah diangkut kemana-mana dengan kapal perang atau pesawat angkut.
Kelebihan kedua, oleh karena bodinya lebih kecil dari Apache dan lajunya lebih lincah, musuh diyakini pula lebih sulit memburu Super Cobra. Pertimbangan ini amat krusial khususnya setelah menyimak pengalaman tempur di Irak. Membidik Super Cobra pada kenyataannya memang jauh lebih sulit ketimbang membidik Apache. Begitu pun, sejumlah Apache yang jatuh di Irak dikatakan bukan oleh karena badannya yang relatif besar, tapi lebih karena suaranya yang sudah amat dikenali pejuang Irak. Di Irak, Apache adalah sasaran berharga bagi para pejuang penyandang RPG (Rocket Propelled Grenade), sehingga mereka dilatih untuk mengenali suaranya dari jauh.
Di Irak, Apache toh merupakan andalan AD AS untuk menghajar tank-tank Irak. Begitu pun, kemampuan ini muncul bukan karena kelincahannya, tetapi oleh karena dia memiliki rudal antitank Hellfire yang bisa ditembakkan dari jarak jauh. Tapi kalau untuk pertempuran jarak dekat, kebanyakan tentara AS mengaku lebih menyukai Super Cobra. Itu sebab Super Cobra kerap disebut sebagai rajanya pertempuran jarak dekat. Kabarnya, jika saat ini harga Apache sudah melambung jadi 35-40 juta dollar per unit, Super Cobra masih di sekitar angka 15-20 juta dollar.
Super Cobra adalah varian atau revisi perbaikan dari Cobra. Revisi dilakukan setelah AD AS menemukan berbagai kekurangan Cobra di medan pertempuran di Asia. Super Cobra memiliki jangkauan tempur tiga kali lebih jauh dan mampu mengangkut persenjataan dua kali lebih banyak dari Cobra. Heli serang berkursi dua ini adalah buatan Bell Textron. Versi pertamanya, AH-1W, dengan baling-baling berbilah dua, diproduksi tahun 1986. Pada tahun 2000, Bell Textron merevisinya menjadi AH-1Z yang jauh lebih powerfull, baling-baling berbilah empat, dengan sistem pembidikan target yang lebih canggih.
Lalu bagaimana dengan UH-60 Blackhawk. Dibanding Apache dan Super Cobra, heli ini tentu jauh lebih “lembut”. Itu karena pada dasarnya Blackhawk lebih dirancang untuk angkut pasukan. Dia memang bisa diperlengkapi persenjataan untuk serang darat, tapi bodinya yang besar akan menyulitkan dirinya melakukan manuver serangan itu di udara.
Jadi baiknya, pilih yang mana ya?
Sumber : ARC
No comments:
Post a Comment