Menuju MEF (minimum essential force) tahun 2014, elemen
Arhanud TNI AD mendapat jatah modernisasi beragam alutsista. Yang cukup
mendapat sorotan adalah penambahan jenis rudal darat ke udara
(SAM/surface to air missile). Rudal yang digadang menuju MEF 2014
diantaranya rudal Mistral Atlas
dan rudal Starstreak, kedua rudal ini memang punya teknologi canggih
dengan sensor penjejak yang sensitif. Tapi harus diakui, kedua rudal
baru Arhanud TNI AD yang disebut barusan masih bersandar pada platform
MANPADS (Man Portable Air Defense System) yang masuk kelompok SHORAD (short range air defence), alias pertahan udara jarak dekat.
Lalu, apakah Arhanud TNI AD bakal ada rencana memboyong jenis SAM
jarak jauh, seperti halnya rudal S-300 buatan Rusia? Jawaban pastinya
mungkin hanya pihak Kemhan (Kementrian Pertahanan) RI yang tahu. Tapi
berdasarkan analisa, nampaknya dalam waktu dekat RI belum berencana
mengadopsi jenis SAM yang bisa bikin keder pesawat mata-mata asing dan black flight ini. Justru diluar kedatangan Mistral
dan Starstreak, Arhanud TNI AD kini sedang melirik untuk mengadopsi
jenis rudal di kelas SHORAD, yang dimaksud bukan rudal besutan AS, Eropa
Barat, atau Eropa Timur, tapi rudal QW-3 buatan Cina.
Bagi pemerhati alutsista, nama QW-3
tentu sudah tidak asing. Pasalnya sejak tahun 2010, Paskhas TNI AU
sudah menggunakan QW-3 untuk tugas pertahanan pangkalan. Seperti halnya
rudal Grom, Mistral, dan Strela,
QW-3 juga platform dasarnya adalah MANPADS. Dalam gelar operasional di
lingkungan Paskhas, rudal ini memang diopersikan secara nanual, bisa
dipanggul oleh seorang prajurit, tapi dapat juga dipasang pada dudukan
tripod di kendaraan jip, sehingga mobilitasnya dapat bertambah.
Bagaimana dengan QW-3 yang rencananya akan diboyong TNI AD? Nampak dalam pameran Alutsista TNI AD 2013 (3-7 Oktober 2013), QW-3 tidak tampil ‘polos’ seperti yang digunakan Paskhas TNIAU, melainkan QW-3
sudah disiapkan dalam dudukan platform penembakkan secara otomatis dan
terintegrasi. QW-3 ditempatkan dalam platform yang terdiri dari empat
dudukan peluncur dari atas truk Shaanxi SX 2110 4×4. Konsepnya mirip
dengan peluncur Poprad untuk rudal Grom yang juga digunakan Arhanud TNI
AD. Seketika rudal habis setelah ditembakkan, maka awak dalam hitungan
detik dapat memasang rudal yang baru. Rudal cadangan pun ditempatkan
pada truk peluncur tersebut.
TD-2000B Missile Gun Integrated Weapon System
Urusan integrasi antara radar, sistem penembakan otomatis, dan
komposit senjata, bukan sesuatu yang asing bagi Arhanud TNI AD. Sejak
era rudal Rapier, Bofors RBS-70, dan Grom,
masing-masing sista tersebut sudah hadir dengan perangkat radar
pasangannya sendiri-sendiri, seperti RBS-70 dengan radar Giraffe, dan rudal Grom
dengan MMSR (Mobile Multibeam Search Radar). Nah, sama halnya dengan
QW-3, karena sudah berlaku serba otomatis, rudal ini masuk skenario yang
mirip dengan Kobra Modular Air Defence System pada sista rudal Grom.
Rudal QW-3 dalam pameran Alutsista TNI AD 2013, ditampilkan dalam
wujud TD-2000B Missile Gun Integrated Weapon System. Ini artinya, truk
peluncur tidak bisa bekerja sendirian, melainkan perlu keterpaduan
dengan unsur yang lain. Dalam wujud truk SX 2110 4×4, ada perangkat
FCDV-1. Peran perangkat ini sebagai Optoelectronic tracker dan FCC (fire control computer).
Optoelectronic tracker dapat dioperasikan dengan dukungan penjejak
otomatis untuk rudal musuh ≥ 7km dan penjejak pesawat musuh ≥ 15km.
Selain itu, juga dilengkapi infrared thermal imaginer. Fungsi sebagai
FCC, perangkat ini dapat mengendalikan hingga 8 rudal. Tidak itu saja,
TD-2000B berlaku komposit, dimana FCC secara terpadu juga dapat
mengendalikan tembakan secara otomatis enam pucuk meriam S-60 kaliber 57mm.
Selain FCDV-1, dalam TD-2000B Missle Gun Integrated Weapon System
juga ada radar SR-74. Radar SR-74 juga dipasang pada dudukan truk, yakni
jenis SX 2153B 6×6. Pada perangkat inilah, fungsi pengindraan
dipercayakan. Secara umum radar SR-74 memiliki jarak pencarian untuk
pesawat tempur hingga radius 40km, sedangkan untuk rudal penjelajah
12km. Ketinggian maksimum deteksi hingga 5km, dengan impact probability : 95% (pesawat) dan 60% (rudal). Sementara killing probability
: 70% (pesawat) dan 45% (rudal). Dalam kondisi pertempuran, waktu
reaksi sistem dengan rudal QW-3 butuh waktu 8 sampai 10 detik.
Sederhananya, keberadaan radar mobile ini mirip dengan radar Giraffe buatan Swedia.
Lain Arhanud TNI AD, lain pula Paskhas TNIAU. Dalam gelar tempurnya, satbak (satuan tembak) QW-3 Paskhas juga butuh bantuan radar untuk mendeteksi kedatangan pesawat musuh. Tapi radar yang digunakan Paskhas terbilang mini, yakni dalam plafform jip 4×4. Untuk tahu lebih detail spesifikasinya, silahkan klik TH-5711 Smart Hunter.
Mengapa QW-3?
Meski buatan Cina, bukan berarti kemampuan rudal ini low end. Kami
telah mengupas cukup panjang tentang rudal ini ditulisan terdahulu.
Singkat cerita, QW-3 punya jarak tembak hingga 8km dengan ketinggian maksimum 5km. Tidak seperti Strela dan Grom yang mengandalkan pemandu passive infrared,
maka QW-3 menggunakan pemandu laser yang ditempatkan pada moncongnya.
Dengan pemandu laser, QW-3 lebih tahan terhadap pengecoh panas (flare) yang dimuntahkan pesawat lawan. Untuk mendukung manuver tinggi, QW-3 sudah dilengkapi mikro komputer dan kemampuan anti jamming.
Tidak mudah bagi jet tempur untuk lolos bila telah dikunci QW-3,
sebab rudal seberat 23kg ini mampu melesat hingga 2,7 Mach, terbilang
tinggi untuk kelas rudal MANPADS. Hulu ledaknya mengadopsi jenis high explosive fragmentation
dengan radius kehancuran hingga tiga meter. Rudal QW-3 beserta TD-2000B
Missile Gun Integrated Weapon System telah diuji penembakkan pada 4
Februari 2013 di wilayah Garut, Jawa barat. Sasarannya menggunakan
target drone S-70 buatan Cina.
Boleh jadi spesifikasi QW-3 yang membuat TNI AD tertarik. Tapi pendapat kami, sudah waktunya bagi TNI AD mengadopsi medium – long range SAM. Keberadaan rudal jelas ini punya implikasi strategis, dan mampu menambah daya deteren militer Indonesia dikawasan. Karena medium – long range
SAM pengadaannya tidak murah, kontroversi pun harus siap dihadapi dari
dalam dan luar negeri. Tapi toh, semuanya akan berlalu, seperti ribut-ribut
soal wacana pembelian MBT Leopard tahun lalu. Militer Indonesia harus
dikenalkan pada sesuatu yang baru. Entah nantinya bakal digunakan atau
tidak, update alutsista di level yang lebih maju harus dilakukan. Lain dari itu semua, daya deteren adalah nilai yang mahal dalam babak pyswar.
No comments:
Post a Comment