Indonesia terus mengembangkan satelit buatan dalam negeri dan
berencana mengembangkan satelit senilai Rp 2 triliun. Satelit ini akan
siap tahun 2019, ujar Kepala Lapan, Bambang S Tejasukmana dalam
konferensi internasional “Integrated Technology Application to Climate
Change”, di Jakarta.
Satelit Lapan itu akan memiliki berat 1 ton, melibatkan berbagai
pihak dan jauh lebih baik dari satelit-satelit Lapan saat ini. Untuk
itu dananya pun mencapai Rp 2 triliun, sementara satelit yang ada saat
ini berbiaya Rp 500 miliar.
“Nanti yang memproduksi adalah industri, yang potensial adalah PT LEN,” ujar Bambang.
Pengembangan satelit saat ini masih pada tahap sangat awal, yakni mission requirement.
Direncanakan, satelit mampu mendukung program ketahanan pangan, energi,
serta dampak perubahan iklim. Lapan nantinya akan berperan dalam
memberikan dasar pengetahuan pengembangan satelit.
Pengembangan satelit ini juga dimaksudkan untuk menguatkan peran
serta Indonesia dalam keanggotaan Global Earth Observation System of
Systems. Saat ini hanya ada beberapa negara yang memiliki satelit
canggih pemantau perubahan iklim, antara lain Amerika Serikat, Jepang,
Cina, India, Brasil, dan Korea Selatan.
Indonesia terus melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi
perubahan iklim, termasuk pengembangan satelit penginderaan jarak jauh.
Deputi Penginderaan Jauh LAPAN Taufik Maulana mengatakan, Indonesia
tengah mengembangkan satelit LAPAN A-2 dan LAPAN A-3. Untuk satelit
LAPAN A-2 sudah selesai dibuat dan akan segera diluncurkan tahun depan.
Peluncurannya akan bekerja sama dengan India karena roket yang dimiliki
Indonesia belum sanggup meluncur jarak jauh.
“Ini kan jaraknya 600 kilometer. Diluncurkan sekitar Januari-Juni
tahun depan,” kata Taufik. Satelit LAPAN A-2 berbobot 75-100 kilogram.
Sementara itu, satelit LAPAN A-3 sedang dirancang oleh LAPAN bersama
IPB. Sama seperti pendahulunya, satelit LAPAN A-3 juga akan diluncurkan
dengan menumpang roket peluncuran satelit lain milik negara lain yang
lebih besar.
No comments:
Post a Comment