Liputan6.com, Florida: Pabrik pesawat Boeing menguak uji coba terbaru, yang mengubah jet tempur yang tak lagi digunakan di medan perang menjadi pesawat tanpa awak (drone)
Salah satu armada F-16 bikinan Lockheed Martin telah melakukan penerbangan perdana dengan kokpit kosong, pekan lalu, dengan rute dari pangkalan udara di Florida menuju Teluk Meksiko. Kendali dilakukan oleh 2 pilot Angkatan Udara AS yang ada di darat.
Boeing mengatakan, inovasi tersebut bisa digunakan untuk membantu pelatihan pilot, juga menyediakan 'musuh' untuk jadi sasaran tembak dalam latihan.
Jet tempur yang digunakan -- yang sebelumnya teronggok di Arizona selama 15 tahun -- terbang di ketinggian 40 ribu kaki atau 12,2 kilometer, dengan kecepatan Mach 1.47 atau 1.800 km/jam.
Dalam uji terbang tersebut juga dilakukan sejumlah manuver, termasuk barrel rolldan "split S"-- manuver yang biasa digunakan dalam pertempuran untuk menghindar dari penguncian rudal.
Boeing menambahkan, pesawat F-16 tak berawak diikuti 2 jet pengejar untuk memastikan ia terus berada dalam pantauan. Juga berisi peralatan yang akan memungkinkan ia menghancurkan diri jika diperlukan.
Uji coba terbang tersebut sebelumnya ditargetkan mencapai akselerasi atau percepatan 7G. Namun dalam praktiknya bisa melakukan manuver 9G -- sesuatu yang berpotensi mengakibatkan masalah fisik bagi pilot.
"Ia terbang dengan luar biasa, semua berjalan sempurna dan mendarat dengan indah -- mungkin salah satu pendaratan terbaik yang pernah saya saksikan," kata Paul Cejas, kepala teknik proyek, seperti dimuat BBC, 24 September 2013.
Sementara, Komandan 82nd Aerial Targets Squadron Angkatan Udara AS, Letkol Ryan Inman memuji jalannya uji coba.
"Sedikit tak biasa melihat pesawat terbang tanpa seorang pun di dalamnya, tapi itu penerbangan yang luar biasa," kata dia.
Boeing mengatakan, pihaknya memiliki total 6 unit F-16 yang dimodifikasi, yang namanya lantas diganti jadi QF-16. Militer AS berencana menggunakan beberapa di antaranya dalam uji tembak.
Di pihak lain, juru bicara Campaign to Stop Killer Robots -- organisasi penentang robot pembunuh mengingatkan bahaya jika F-16 yang dijadikan drone itu digunakan dalam perang. Mengerikan!
"Kami khawatir, itu bisa digunakan untuk menargetkan orang-orang di darat," kata Profesor Noel Sharkey. "Khususnya soal kecepatan jelajahnya yang tinggi, alat itu tidak mungkin bisa membedakan sasaran dengan jelas."
"Ada banyak alasan untuk percaya bahwa apa yang disebut 'target' bisa menjadi platform uji coba drone perang. Ini makin dekat dan lebih dekat ke pembunuhan otomatis." (Ein/Yus)
No comments:
Post a Comment