Sejarah sistem hanud yaitu keluarga S-300. Sistahanud S-300 saat ini
masih menjadi tulang punggung utama pertahanan udara Rusia dan
negara-negara importir seperti China, Vietnam dan pecahan Uni Soviet
seperti Polandia, Rep Ceko dan Ukraina.
Sekalipun belum pernah "mencicipi" medan tempur sesungguhnya namun performa keluarga S-300 sangat diperhitungkan, radar komando serang dan radar manajemen tempur Phased array, rudal dengan performa tinggi berkecepatan mach 6 dan kemampuan manuver 30-60 G dan sistem pemanduan SAGG (Seeker Aided Ground Guidance) serta mobilitas untuk seluruh komponen baterai merupakan fitur-fitur utama dari keluarga S-300 yang membuatnya mampu menggentarkan calon-calon penyerang negara pemilik.
Namun demikian semua fitur itu tidak datang melalui keajaiban atau TOT barang abal-abal melainkan kerja keras dan cerdas, visi dan waktu riset yang lama. Sistem S-300 yang kita kenal saat ini berawal dari tahun 1966 dimana sistem hanud jarak jauh S-200 "Angara" selesai diuji-coba (S-200 masuk dinas resmi setahun kemudian yaitu 1967) Pada saat itu dibuka suatu kompetisi untuk sistem hanud jarak "menengah" sebagai pengganti S-75 Dvina.
Kompetisi tersebut mensyaratkan bahwa sistahanud jarak menengah soviet nantinya mutlak harus memiliki kemampuan menyerang beberapa target sekaligus dan menembak jatuh target dengan RCS rendah. Sebagai tambahan angkatan darat Soviet juga mensyaratkan sistem baru ini untuk dapat menembak jatuh rudal balistik seperti Pershing atau Lance.
Kompetisi tersebut diikuti oleh dua biro desain. S-500U dan S-300, S-500U segera dieliminasi karena sistem ini tidak memiliki kemampuan untuk menembak jatuh rudal, dengan demikian S-300 lah yang diterima untuk dikembangkan lebih lanjut.
Bapak dari S-300 A.A Raspletin (1908-1967)
Pengembangan S-300 menghadapi kesulitan tinggi terutama karena sistahanud ini akan distandarisasi untuk memenuhi kebutuhan Pasukan pertahanan udara negara (PVO-S) Pasukan pertahanan udara angkatan darat (PVO-SV) dan Angkatan laut.
Pasukan pertahanan udara negara memerlukan sistem yang memiliki mobilitas tinggi dan kemampuan untuk menembak jatuh rudal jelajah yang terbang rendah. Angkatan darat memerlukan sistem yang tidak hanya memiliki mobilitas tinggi namun juga mutlak harus dapat menembak jatuh rudal balistik selain pesawat terbang sementara Angkatan laut memerlukan pula sistem yang mampu menembak jatuh rudal jelajah.
Pada proses desain terjadi perdebatan mengenai desain sistem S-300 yang pada akhirnya mencapai titik temu dimana varian angkatan darat dikembangkan tersendiri menjadi S-300V sementara varian untuk PVO-S dan Angkatan laut dapat distandarisasi menjadi varian S-300P dan S-300F dengan menggunakan desain rudal dan radar yang serupa (namun tak sama)
Tahun 1967 adalah tahun yang berat (Tapi untuk biro desain Vympel dan NIIP Thikomirov mungkin senang.. karena 2K12 Kub/SA6 "gainful" masuk dinas setelah berjuang dari tahun 1958) dalam pengembangan keluarga S-300 tak lain karena berpulangnya pelopor dari sistem ini yaitu A.A Raspletin. Namun sebelum meninggal beliau membuat keputusan penting yang berkaitan dengan perkembangan S-300 sehingga menjadi seperti saat ini yaitu :
Dua keputusan itulah yang meletakkan dasar S-300 dan berlaku untuk semua varian termasuk S-300V.
Pengembangan keluarga S-300pun berlanjut hingga ke tahun 1970'an dengan berbagai uji-coba yang dilangsungkan di medan uji coba Sary Shagan di kazakhstan dan Kapustin Yar di Rusia.
Pada uji coba tersebut dijumpai masalah dimana sistem pemanduan SAGG (Seeker Aided Ground Guidance) Yang sudah direncanakan untuk memandu rudal 5V55 rancangan biro desain Fakel ternyata tidak dapat bekerja pada target yang terbang dibawah ketinggian 500 m. Penyebab masalah ini tidak jelas namun menurut dugaan TS masalah ada pada kepala pandu rudal 5V55 yang belum dapat menyaring ground clutter.
Masalah lainnya dijumpai pada pengembangan sasis swagerak yang dikembangkan oleh pabrikan MAZ. Pada akhirnya diputuskan untuk tetap mengoperasikan S-300 sambil menunggu kedua masalah tersebut selesai.
Tim desain S-300 kemudian mengubah skema pemanduan S-300 dari SAGG menjadi pandu komando (Command Guidance) Hasilnya adalah S-300PT "Biryuzha" dengan radar 5N63 sebagai radar komando serang, 5N64 atau 36D6 sebagai radar manajemen tempur. Untuk menghancurkan target yang terbang rendah digunakan mast atau tiang 40V6.
Sekalipun belum pernah "mencicipi" medan tempur sesungguhnya namun performa keluarga S-300 sangat diperhitungkan, radar komando serang dan radar manajemen tempur Phased array, rudal dengan performa tinggi berkecepatan mach 6 dan kemampuan manuver 30-60 G dan sistem pemanduan SAGG (Seeker Aided Ground Guidance) serta mobilitas untuk seluruh komponen baterai merupakan fitur-fitur utama dari keluarga S-300 yang membuatnya mampu menggentarkan calon-calon penyerang negara pemilik.
Namun demikian semua fitur itu tidak datang melalui keajaiban atau TOT barang abal-abal melainkan kerja keras dan cerdas, visi dan waktu riset yang lama. Sistem S-300 yang kita kenal saat ini berawal dari tahun 1966 dimana sistem hanud jarak jauh S-200 "Angara" selesai diuji-coba (S-200 masuk dinas resmi setahun kemudian yaitu 1967) Pada saat itu dibuka suatu kompetisi untuk sistem hanud jarak "menengah" sebagai pengganti S-75 Dvina.
Kompetisi tersebut mensyaratkan bahwa sistahanud jarak menengah soviet nantinya mutlak harus memiliki kemampuan menyerang beberapa target sekaligus dan menembak jatuh target dengan RCS rendah. Sebagai tambahan angkatan darat Soviet juga mensyaratkan sistem baru ini untuk dapat menembak jatuh rudal balistik seperti Pershing atau Lance.
Kompetisi tersebut diikuti oleh dua biro desain. S-500U dan S-300, S-500U segera dieliminasi karena sistem ini tidak memiliki kemampuan untuk menembak jatuh rudal, dengan demikian S-300 lah yang diterima untuk dikembangkan lebih lanjut.
Bapak dari S-300 A.A Raspletin (1908-1967)
Pengembangan S-300 menghadapi kesulitan tinggi terutama karena sistahanud ini akan distandarisasi untuk memenuhi kebutuhan Pasukan pertahanan udara negara (PVO-S) Pasukan pertahanan udara angkatan darat (PVO-SV) dan Angkatan laut.
Pasukan pertahanan udara negara memerlukan sistem yang memiliki mobilitas tinggi dan kemampuan untuk menembak jatuh rudal jelajah yang terbang rendah. Angkatan darat memerlukan sistem yang tidak hanya memiliki mobilitas tinggi namun juga mutlak harus dapat menembak jatuh rudal balistik selain pesawat terbang sementara Angkatan laut memerlukan pula sistem yang mampu menembak jatuh rudal jelajah.
Pada proses desain terjadi perdebatan mengenai desain sistem S-300 yang pada akhirnya mencapai titik temu dimana varian angkatan darat dikembangkan tersendiri menjadi S-300V sementara varian untuk PVO-S dan Angkatan laut dapat distandarisasi menjadi varian S-300P dan S-300F dengan menggunakan desain rudal dan radar yang serupa (namun tak sama)
Tahun 1967 adalah tahun yang berat (Tapi untuk biro desain Vympel dan NIIP Thikomirov mungkin senang.. karena 2K12 Kub/SA6 "gainful" masuk dinas setelah berjuang dari tahun 1958) dalam pengembangan keluarga S-300 tak lain karena berpulangnya pelopor dari sistem ini yaitu A.A Raspletin. Namun sebelum meninggal beliau membuat keputusan penting yang berkaitan dengan perkembangan S-300 sehingga menjadi seperti saat ini yaitu :
- Penggunaan radar Phased array untuk semua komponen radar sistem (walaupun dalam prakteknya ada yang tidak)
- Penggunaan teknologi semikonduktor dan komputer digital untuk prosesor dari S-300.
Dua keputusan itulah yang meletakkan dasar S-300 dan berlaku untuk semua varian termasuk S-300V.
Pengembangan keluarga S-300pun berlanjut hingga ke tahun 1970'an dengan berbagai uji-coba yang dilangsungkan di medan uji coba Sary Shagan di kazakhstan dan Kapustin Yar di Rusia.
Pada uji coba tersebut dijumpai masalah dimana sistem pemanduan SAGG (Seeker Aided Ground Guidance) Yang sudah direncanakan untuk memandu rudal 5V55 rancangan biro desain Fakel ternyata tidak dapat bekerja pada target yang terbang dibawah ketinggian 500 m. Penyebab masalah ini tidak jelas namun menurut dugaan TS masalah ada pada kepala pandu rudal 5V55 yang belum dapat menyaring ground clutter.
Masalah lainnya dijumpai pada pengembangan sasis swagerak yang dikembangkan oleh pabrikan MAZ. Pada akhirnya diputuskan untuk tetap mengoperasikan S-300 sambil menunggu kedua masalah tersebut selesai.
Tim desain S-300 kemudian mengubah skema pemanduan S-300 dari SAGG menjadi pandu komando (Command Guidance) Hasilnya adalah S-300PT "Biryuzha" dengan radar 5N63 sebagai radar komando serang, 5N64 atau 36D6 sebagai radar manajemen tempur. Untuk menghancurkan target yang terbang rendah digunakan mast atau tiang 40V6.
Radar 5N63 (Flap Lid A) Rada komando serang pada S-300PT
Radar 5N63 (Flap Lid A) pada sistem tiang 40V6
Radar 36D6 (Tin Shield) Radar manajemen tempur pada S-300PT Radar 5N66 "Clam Shell" pada S-300PT untuk memburu rudal jelajah
Rudal pada sistem S-300PT menggunakan 5V55K dengan daya jangkau 47 Km.
Rudal ini menggunakan sistem konvensional dengan airframe silindris dan
kontrol pada bagian ekor disertai dengan TVC (Thrust Vector Control) Seperti pada gambar 2 dibawah.
Rudal 5V55 untuk S-300 Rudal ini memiliki kecepatan maksimum mach 6 dan terbang dengan trajektori semi-balistik/ loft glide
untuk memaksimalkan tenaga potensial dan mengurangi kemungkinan rudal
terdeteksi dini oleh lawan. Rudal ini diuji coba pertama kali sejauh
ingatan TS adalah pada tahun 1970.
Daya jangkau rudal ini dapat mencapai 90 Km (varian S-300PM) Namun untuk varian-varian sebelumnya daya jangkau rudal relatif terbatas yaitu hanya 47-75 Km karena keterbatasan sistem pemanduan.
Sistem peluncuran rudal menggunakan skema cold launch dimana rudal akan terlebih dulu dilontarkan ke udara setinggi 30 m oleh piston gas bertekanan tinggi sebelum menghidupkan mesin. Sebenarnya dalam fase desain S-300 direncanakan akan menggunakan sistem hot launch dimana mesin rudal akan langsung dihidupkan didalam tabung peluncur. Namun tim desain S-300 menilai cara peluncuran semacam itu berbahaya bagi kapal pembawa. Dengan demikian skema cold launch digunakan.
Daya jangkau rudal ini dapat mencapai 90 Km (varian S-300PM) Namun untuk varian-varian sebelumnya daya jangkau rudal relatif terbatas yaitu hanya 47-75 Km karena keterbatasan sistem pemanduan.
Sistem peluncuran rudal menggunakan skema cold launch dimana rudal akan terlebih dulu dilontarkan ke udara setinggi 30 m oleh piston gas bertekanan tinggi sebelum menghidupkan mesin. Sebenarnya dalam fase desain S-300 direncanakan akan menggunakan sistem hot launch dimana mesin rudal akan langsung dihidupkan didalam tabung peluncur. Namun tim desain S-300 menilai cara peluncuran semacam itu berbahaya bagi kapal pembawa. Dengan demikian skema cold launch digunakan.
Kendaraan peluncur S-300PT dalam moda siap tembak Dikarenakan
belum siapnya sasis MAZ untuk mengangkut radar dan peluru kendali
akhirnya digunakan sasis trailer seperti pada gambar 3 dimana sebelum
peluncuran sasis akan "dibuka" terlebih dulu sebelum tabung rudal
ditegakkan. Sementara komponen baterai lainnya seperti pos komando dan
kontrol peluncuran rudal juga ditempatkan dalam trailer yang ditarik
oleh kendaraan Kraz 255
Akibat dari penggunan sistem "semi-mobile" diatas waktu persiapan pun
molor tajam dari 5 menit menjadi 2 jam. Waktu persiapan pun dapat lebih
lama bilamana sistem mast 40V6 digunakan.
Dengan demikian S-300PT ini praktis menjadi sistem SAM "semi-mobile" bahkan cenderung ke statis seperti pendahulunya S-75 Dvina. Masalah mobilitas diatas akhirnya terselesaikan pada tahun 1982 dimana sasis MAZ akhirnya tersedia.
Varian S-300 yang ditempatkan di sasis swagerak diberi nama S-300PS yang akan dibahas selanjutnya.
S-300PS
Dengan demikian S-300PT ini praktis menjadi sistem SAM "semi-mobile" bahkan cenderung ke statis seperti pendahulunya S-75 Dvina. Masalah mobilitas diatas akhirnya terselesaikan pada tahun 1982 dimana sasis MAZ akhirnya tersedia.
Varian S-300 yang ditempatkan di sasis swagerak diberi nama S-300PS yang akan dibahas selanjutnya.
S-300PS
Gambar 5: S-300 PS dengan radar komando serang 5N63S pada bagian kiri
dan dua unit peluncur 5P58, ciri utama S-300PS adalah salah satu
peluncur 5P58 miliknya tidak memiliki unit pengontrol (letak pada gambar
peluncur di bagian tengah), melainkan mengikuti kendaraan peluncur lain
yang punya kabin kontrol.
S-300PS merupakan kelanjutan dari S-300PT, sistahanud ini bersifat mobile dimana seluruh komponen sistem sudah ditempatkan di sasis swagerak buatan MAZ yang diadopsi dari MAZ 543 yang digunakan untuk mengangkut rudal scud.
Varian ini pun juga memiliki komponen baru yaitu radar manajemen tempur 5N64S (Big Bird A) Sebuah radar phased array dengan kemampuan setara AN/SPY-1 AEGIS serta skema pemanduan SAGG dengan rudal 5V55R
S-300PS merupakan kelanjutan dari S-300PT, sistahanud ini bersifat mobile dimana seluruh komponen sistem sudah ditempatkan di sasis swagerak buatan MAZ yang diadopsi dari MAZ 543 yang digunakan untuk mengangkut rudal scud.
Varian ini pun juga memiliki komponen baru yaitu radar manajemen tempur 5N64S (Big Bird A) Sebuah radar phased array dengan kemampuan setara AN/SPY-1 AEGIS serta skema pemanduan SAGG dengan rudal 5V55R
Radar manajemen tempur 5N64
Varian
S-300 ini adalah yang pertama kali mempunyai waktu persiapan hingga
penembakan yang singkat yaitu 5 menit. Namun bilamana sistem tiang 40V6
atau 40V6M digunakan maka waktu persiapan bertambah higga 2 jam.
Waktu persiapan 5 menit ini pernah menjadi kontroversi karena beberapa petinggi PVO Soviet waktu itu meragukan kemampuan ini. Namun waktu uji coba terjadi masalah teknis yang justru memperlihatkan kemampuan S-300PS. Dalam uji coba tersebut konvoi baterai S-300 mengalami masalah teknis dimana salah satu kendaraan pengangkut rudal mengalami kerusakan mesin.
Alih-alih menjadi bencana, salah satu desainer S-300 senior malah memerintahkan baterai untuk langsung bersiap menembak di tempat saat itu juga. Persiapan hanya memakan waktu 5 menit sesuai spesifikasi dan sasaran berupa drone dapat ditembak jatuh hanya dengan sebuah rudal.
Versi S-300PS ini juga merupakan varian ekspor pertama dari sistem S-300P dengan nama S-300PMU, dan dioperasikan pertama kali oleh negara-negara pecahan Uni Soviet dan China.
Waktu persiapan 5 menit ini pernah menjadi kontroversi karena beberapa petinggi PVO Soviet waktu itu meragukan kemampuan ini. Namun waktu uji coba terjadi masalah teknis yang justru memperlihatkan kemampuan S-300PS. Dalam uji coba tersebut konvoi baterai S-300 mengalami masalah teknis dimana salah satu kendaraan pengangkut rudal mengalami kerusakan mesin.
Alih-alih menjadi bencana, salah satu desainer S-300 senior malah memerintahkan baterai untuk langsung bersiap menembak di tempat saat itu juga. Persiapan hanya memakan waktu 5 menit sesuai spesifikasi dan sasaran berupa drone dapat ditembak jatuh hanya dengan sebuah rudal.
Versi S-300PS ini juga merupakan varian ekspor pertama dari sistem S-300P dengan nama S-300PMU, dan dioperasikan pertama kali oleh negara-negara pecahan Uni Soviet dan China.
Sumber : Kaskus
No comments:
Post a Comment