Di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus diakui
militer Indonesia semaakin kuat dan bewibawa.
Indonesia memiliki
tambahan 30 fighter F-16, 6 jet tempur SU-30 MK2 lengkap dengan
persenjataan, 12 pesawat tempur taktis Super Tucano, 16 pesawat latih
tingkat lanjut T-50i, 9 Hercules C-130H, 12 UAV Wulung dan Heron, 6
baterai Senjata penangkis serangan udara Oerlikon, 100 MBT Leopard
2A4/Revo, 50 IFV Marder, 1 skuadron heli serang AH 64 Apache Longbow, 36
MLRS Astros II, 37 Howitzer kelas berat 155 mm Caesar Perancis, ATGM
Javelin, ATGM NLAW, 1 skuadron Helikopter serang Fennec AS550, 6
helicopter EC725 Super Cougar, 3 kapal selam Changbogo (U-209/1400), 2
Frigate Sigma 10514, 3 light frigate/ Korvet Nakhoda Ragam Class, 9
pesawat transport/ survailance C-295, belasan kapal cepat rudal KCR 60
dan KCR 40, 220 Panser Anoa, 30 Rantis Sherpa dan banyak lagi.
Secara jumlah dan kualitas, militer Indonesia mengalami peningkatan
yang signifikan. Tapi tidak untuk rekayasa teknologi militer.
Presiden SBY sebenarnya telah membuat pondasi yang kuat untuk
pengembangan rekayasa teknologi militer, dengan mensyaratkan pembelian
alutsista harus disertai dengan transfer of technology (ToT). Pengadaan
alutsista juga harus melibatkan industri dalam negeri. Namun program ToT
dalam alutsista militer Indonesia, belum bisa disebut memuaskan.
Prestasi dalam hal pengadaan alutsista yang dilakukan Menteri
Pertahanan Purnomo Yusgiantoro didukung Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie
Sjamsoeddin, patut diacungi jembol, alias excellent. Namun rekayasa
teknologi/ militer yang dimotori Menteri Riset dan Teknologi bisa
dikatakan, biasa-biasa saja/ datar-datar saja.
Presiden Soekarno
Kita kilas balik sejenak ke jaman Presiden Soekarno. Pria lulusan ITB itu memang yahud. Tidak ada yang bisa menyangkal kekuatan militer Indonesia di jaman Presiden Soekarno, berada di puncak ketangguhan militer negara ini. Semua kekuatan pemukul nomer satu dimiliki Indonesia saat itu: Kapal penjelajah KRI Irian, Destroyer ‘Skory’ Class, Frigate ‘Riga’ Class, Kapal selam ‘Whisky’ Class, Kapal tempur cepat berpeluru kendali ‘Komar’ class, Pesawat pembom jarak jauh Ilyushin IL-28, Tank Amfibi PT-76, MiG-17, MiG-19, MiG-21, Pembom Strategis Tupolev Tu-16, dan pemburu Lavochkin La-11.
Saat itu, hanya empat negara di dunia yang memiliki pembom strategis
yang bisa terbang sangat jauh, yakni: AS, Uni Soviet, Inggris dan
Indonesia.
Usai revolusi fisik, sangat wajar presiden memperkuat persenjataan
militernya, untuk menumbuhkan rasa nyaman dan mengangkat harga diri
bangsa Indonesia yang baru lepas dari penjajahan. Presiden juga
berkepentingan mengamankan pulau dan wilayah Indonesia yang masih silang
sengketa.
Untuk pengadaan alutsista, Presiden Soekarno bisa dikatakan
excellent, namun untuk rekayasa teknologi/ militer, relatif tidak
berkembang. Sangat berbeda dengan rekayasa teknologi di India dan
Pakistan, yang usia kemerdekaanya relatif sama dengan Indonesia.
Roket Kartika yang dibangun TNI AD, TNI AU, ITB dengan asistensi Uni Soviet berjalan di tempat.
Presiden Soeharto
Usai pemerintahan Soekarno, masuklah Indonesia ke masa kepemimpinan Presiden Suharto. Presiden Soekarno yang berlatarkan pendidikan sipil mendorong kekuatan angkatan bersenjata, namun di jaman Presiden Soeharto yang berlatarkan militer, justru mendorong kekuatan ekonomi. Rakyat yang miskin usai dijajah ratusan tahun, membutuhkan sandang, pangan dan papan. Sebuah pemikiran yang logis dan bisa diterima akal sehat.
Mulailah Indonesia membangun ekonominya dan pembangunan itu cukup
berhasil. Tidak ada lagi antrean penduduk yang kelaparan dan meminta
jatah makan. Stok makanan rakyat dilindungi dengan program swasembada
beras. Harga barang barang pokok dijaga dan BBM disubsidi Anak-anak
dilindungi dengan program Posyandu. Dunia perbankan ber kencanggerak.
Saat itu Indonesia disebut salah satu negara the new emerging forces
untuk bidang ekonomi.
Kondisi ekonomi berbalik 180 derajat dibandingkan jaman Presiden
Soekarno yang buruk. Namun di bidang militer, kondisinya pun berbalik
180 derajat dibandingkan masa Presiden Soekarno yang hebat.
Presiden Soeharto menomorduakan kekuatan angkatan bersenjata
Indonesia. Pesawat tempur Indonesia F-5 Tiger lalu disusul 1 skuadron
F-16 block 15, bisa dikatakan sekedar ada saja. Begitu pula dengan kapal
selam yang hanya 2 unit dan lagi tua. Kapal permukaan dibeli dari eks
armada perang dunia kedua eks Jerman Timur. Begitu pula di darat, lapis
baja pengintai (reconnaissance) Scorpion, dipasang canon 90mm Belgia,
agar layak disebut tank baja ringan.
Untuk urusan pengadaan alutsista di jaman Presiden Soeharto, Indonesia bisa dikatakan minimalis.
Namun, rekayasa teknologi di jaman Presiden Soeharto, mencapai puncak
tertinggi dibandingkan pencapaian presiden lainnya. Presiden Soeharto
berhasil membujuk BJ Habibie untuk kembali ke Indonesia, membangun
industri dirgantara Indonesia. Presiden Soeharto mendukung penuh sepak
terjang BJ Habibie dalam membangun IPTN atau PT DI saat ini. Di masa
Presiden Soeharto, Indonesia berhasil membuat dan menerbangkan dua
pesawat modern CN-235 dan N250. Rasa bangga orang Indonesia saat itu,
meledak-ledak.
Presiden Soeharto membawa Indonesia ke era penggunaan satelit luar
angkasa Palapa. Indonesia melakukan rekayasa teknologi senjata SS1
Pindad dan merakit berbagai jenis helikopter yang dipakai militer
Indonesia.
Bisa dikatakan di masa Presiden Soeharto, Indonesia lemah secara kekuatan militer, namun kuat dalam urusan rekayasa teknologi.
Presiden SBY bisa dikatakan hendak memadukan militer yang kuat di
masa Presiden Soekarno dengan rekayasa teknologi yang tinggi di masa
Presiden Soeharto. Untuk itu Presiden SBY mensyaratkan adanya transfer
teknologi dalam segala pengadaan alutsista.
Presiden SBY rela melepas rencana pembelian Kapal Selam Kilo Rusia
digantikan dengan kapal selam kelas 2 varian U-209 Jerman, yakni
Changbogo buatan Korea Selatan, demi mendapatkan transfer teknologi.
Indonesia juga didorong bekerjasama denga Korea Selatan untuk membuat
pesawat tempur KFX/IFX, bekerjasama dengan Turki membuat Tank Nasional.
Bekerjasama dengan China membuat peluru kendali C-705. Begitu pula
dengan proyek pembangunan Korvet/ PKR Nasional, bekerjasama dengan Damen
Schelde Naval Shipbuilding Belanda. Andai KCR stealth Klewang tidak
terbakar, mungkin Indonesia bisa sedikit tersenyum untuk urusan rekayasa
teknologi militer di masa Presiden SBY. Namun takdir mengatakan lain,
KRI Klewang itu harus lenyap karena terbakar.
Presiden SBY berhasil meningkatkan kekuatan militer Indonesia untuk
menuju kembali menjadi Macan Asia. Namun secara rekayasa teknologi,
Presiden SBY belum bisa seprestisius Presiden Soeharto dengan CN 235 dan
N50-nya. Namun Presiden SBY telah memulainya dengan: Proyek Fighter
KFX/IFX, Kapal Selam Nasional, Tank Medium Pindad, Korvet/PKR Nasional
dan Rudal Nasional.
Semua proyek itu sudah berjalan tapi belum berwujud. Sesuatu yang
cukup fair karena Presiden SBY hanya memiliki masa bakti waktu 10 tahun,
sementara Presiden Soekarno dan Soeharto memiliki masa pemerintahan di
atas 20 tahun.
Tugas dari pengganti Presiden SBY kelak adalah, meningkatkan rekayasa
teknologi/militer jika tidak ingin yang telah dirintis dengan proyek
Fighter KFX/IFX, Kapal Selam Changbogo, Rudal C-705, Frigate Nasional
dan Tank Nasional, mati suri: hidup enggan mati tak mau.
Usia pemerintahan Presiden SBY tinggal hitungan bulan. Penerusnya dibutuhkan seorang presiden yang teknokrat
atau mencintai teknologi yang memiliki waktu 10 tahun, untuk membuat
Indonesia sekuat jaman Presiden Soekarno dan secanggih teknologi jaman
Presiden Soeharto.
Perpaduan militer dan rekaysa teknologi yang kuat, harus diraih
Indonesia pada tahun 2024, sehingga kita memiliki gambaran, seperti apa
negeri ini di tahun 2045, ketika usia kemerdekaan nusantara mencapai
usia 100 tahun.
Sumber : JKGR
No comments:
Post a Comment