Detasemen Jala Mangkara
(disingkat Denjaka) adalah sebuah detasemen pasukan khusus TNI yang
menempati hirarki tertinggi dalam jajaran Korps Marinir dan TNI-AL.
Denjaka dibentuk berdasarkan instruksi Panglima TNI kepada Komandan
Korps Marinir No Isn.01/P/IV/1984 tanggal 13 November 1984. Denjaka merupakan satuan gabungan antara personel Kopaska dan Taifib Korps Marinir TNI-AL. Denjaka terdiri dari :
1. Satuan markas Detasemen
2. Satuan tim markas
3. Satuan tim teknik
2. Satuan tim markas
3. Satuan tim teknik
4. Tiga tim tempur.
Segala aktifitas Denjaka bersifat rahasia dan sangat jarang
dipublikasikan. Sebagai unsur pelaksana, prajurit Denjaka ditutut
memiliki kesiapan operasional mobilitas kecepatan, kerahasiaan dan
pendadakan yang tertinggi serta medan operasi yang berupa kapal-kapal,
instalasi lepas pantai dan daerah pantai. Disamping itu juga memiliki
keterampilan mendekati sasaran melalui laut, bawah laut dan vertikal
dari udara.
Mereka dikenal sangat tangguh di medan operasi sebagaimana para
“saudara” lainnya pasukan khusus di matra darat dan udara. Kemampuan Denjaka
tak hanya dapat bertempur, tapi juga berperan sebagai satuan intelijen
tempur yang handal. Pendidikan hampir 9 bulan dihabiskan untuk
menciptakan pasukan Intai Amfibi yang handal, cepat dan rapih dalam
menyelesaikan suatu misi khusus.
Tak heran manuver dan gerakan personel Denjaka dalam operasi klandestein
membuat musuh kewalahan. Denjaka mampu bertempur di darat, laut, udara
dan bawah permukaaan air. Mereka juga memiliki skill yang dimiliki
pasukan Kopaska dan Linud (setingkat Parako) untuk menjalankan misinya
bagi operasi amfibi Korps Marinir dan TNI. Denjaka juga biasa di
libatkan untuk pengamanan Presiden (Paspampres).
Suud Rusli
Mantan anggota Marinir yang sudah 2x berhasil kabur dari sel tahanan POM
Lantamal II Jakarta merupakan salah seorang penyandang baret Denjaka.
Karena itu, untuk meringkus pembunuh Direktur PT Asaba Boediharto
Angsono dan pengawalnya Edy Siyep (prajurit kopassus) 19 Juli 2003
Jajaran pimpinan TNI Angkatan Laut mengerahkan hampir satu peleton tim
gabungan.
TNI-AL sadar bahwa Suud adalah salah seorang prajurit Marinir yang mempunyai kemampuan luar biasa. Jago tembak. Sebagai anggota Denjaka, dia mempunyai pengalaman dalam berbagai operasi khusus. Untuk melukiskan kemampuan Denjaka itu, ada yang menganggap kemampuan satu pasukan Denjaka setara dengan sepuluh pasukan Marinir biasa.
TNI-AL sadar bahwa Suud adalah salah seorang prajurit Marinir yang mempunyai kemampuan luar biasa. Jago tembak. Sebagai anggota Denjaka, dia mempunyai pengalaman dalam berbagai operasi khusus. Untuk melukiskan kemampuan Denjaka itu, ada yang menganggap kemampuan satu pasukan Denjaka setara dengan sepuluh pasukan Marinir biasa.
Para pemburu Suud tak mau gegabah, meski sasarannya sudah diketahui pasti. Dikhawatirkan Suud yang dikenal sebagai penembak jitu tersebut bereaksi. Tapi, untungnya, ketelatenan tim pemburu yang sebagian juga anggota Denjaka tersebut berhasil menembak mati Suud di Jalan Sumbersari, Desa Sumbersari, Kota Malang, Tahun 2007 lalu. Menghadapi Suud bukanlah hal yang mudah karena dia mantan pasukan khusus yang mempunyai kemampuan lebih dari pada prajurit Marinir biasa.
Itulah gambaran bahwa lulusan pendidikan Denjaka disegani sekaligus ditakuti. Mereka adalah pasukan inti di Kesatuan Marinir yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata. Kemampuan tersebut diraih setelah ditempa melalui pendidikan yang sangat ketat serta melewati ujian yang sangat berat.
Seleksi Pendidikan Denjaka
Tidak heran, di antara ratusan prajurit yang mengikuti seleksi
pendidikan Denjaka, hanya sekitar 50 an orang yang diterima. Mereka akan
dilatih keras di kawah candradimuka di Situbondo. Tahun-tahun
sebelumnya, sering hanya belasan prajurit yang memenuhi syarat. Mereka
yang tak lulus dikembalikan ke kesatuannya semula di Marinir. Tidak
semua yang mengikuti pendidikan tersebut lolos. dua di antara mereka
dimungkinkan dikembalikan ke kesatuannya karena tidak mampu mengikuti
pendidikan,
Selain fisik prima, calon Denjaka juga dituntut memiliki IQ tinggi. Sebab, pasukan elite yang sering digunakan untuk penyusupan di daerah operasi itu harus mampu menghadapi berbagai masalah, baik secara individu maupun kelompok.
Selama menjalani pendidikan. Teori di kelas hanya 20 persen. Selebihnya
di lapangan, seperti hutan, laut, bahkan udara. Mereka harus mempunyai
kemampuan terbaik di darat, laut, dan udara. Mereka dituntut mampu
melaksanakan tugas rahasia secara sempurna. Untuk mencapai semua itu,
diperlukan pendidikan yang sangat keras dan ketat. Mereka harus mampu
menyusup dengan terjun payung, bergerak lincah di laut dengan daya tahan
tinggi, serta survive di darat.
Mereka ditempa di tengah ombak ganas di Laut Banyuwangi, yang biasanya menghanyutkan perahu nelayan. Dengan tangan dan kaki diikat, para prajurit tersebut dibuang ke laut ganas itu. Mereka harus mampu bertahan sekaligus menyelamatkan diri.“Latihan mereka cukup berat. Kaki dan tangan diikat pun bisa hidup.
Mereka ditempa di tengah ombak ganas di Laut Banyuwangi, yang biasanya menghanyutkan perahu nelayan. Dengan tangan dan kaki diikat, para prajurit tersebut dibuang ke laut ganas itu. Mereka harus mampu bertahan sekaligus menyelamatkan diri.“Latihan mereka cukup berat. Kaki dan tangan diikat pun bisa hidup.
Kenapa sampai demikian? Bila sewaktu-waktu prajurit trimedia (menguasai
medan darat, laut, dan udara) itu dibuang ke laut dalam keadaan tangan
dan kaki terikat oleh musuh, mereka akan mampu menyelamatkan diri.
Setelah melawan ombak besar di laut, mereka juga dituntut bertahan hidup
di hutan tanpa perbekalan sedikit pun. Untuk menguji daya tahannya itu,
para prajurit terpilih tersebut dilepas di tengah hutan dengan hanya
bermodalkan garam. Air minum pun tidak diperkenankan dibawa. Selebihnya,
cari sendiri di hutan. Latihan itu dilakukan di Alas Purwo. Di sana,
mereka dilepas untuk melatih ketahanan fisik dan kemampuan per orangan.
Di tengah hutan, mereka harus bertahan berhari-hari. Mereka tak jarang hanya makan binatang buas, seperti ular. Bila mampu menangkap monyet, hewan itu pulalah yang disantap. Selama tiga hari tiga malam, mereka tidur di tengah hutan rimba tersebut. Kadang-kadang, juga lebih.
Itu semua belum cukup. Soal pukul-memukul oleh instruktur untuk melatih mental bukanlah hal aneh di kalangan mereka. Mereka benar-benar harus siap mental dan fisik. Begitu kerasnya, tidaklah heran kalau di awal pendidikan itu, ada yang mengundurkan diri.
Untuk latihan udara, mereka bukan lagi dilatih terjun tempur seperti prajurit biasa. Kalau terjun tempur, begitu keluar dari pintu pesawat, payung sudah terbuka. Tapi, Denjaka dilatih terjun bebas. Yang menarik, terjun bebas itu tidak saja dilakukan siang, tapi juga tengah malam. Dengan begitu, bila sewaktu-waktu masuk ke sasaran musuh, mereka tidak harus lewat darat atau laut yang mudah dideteksi lawan. Para Denjaka juga bisa diturunkan dari pesawat dengan ketinggian yang sulit terdeteksi musuh.
Untuk menghindari pendeteksian musuh, mereka harus piawai menyelam. Dengan menggunakan kompas, sambil menghitung derajat daerah sasaran, para Denjaka harus bisa muncul di titik yang tepat. Itu baru tahap latihan. Bila pelantikan atau dikenal dengan pembaretan, mereka harus jalan kaki siang malam. Itu sering dilakukan Banyuwangi-Surabaya. Mereka dilepas di Banyuwangi dan diperintahkan kumpul di Surabaya dalam waktu yang ditentukan. Bila naik kendaraan dan ketahuan instruktur, hukuman berat bakal dirasakan. Baretnya pun bakal tak hinggap di kepala.
No comments:
Post a Comment