Dimulai pada tahun 2000, Dislitbang TNI AL menyelesaikan prototipe kapal patrol ringan dengan konstruksi lambung berbahan fiberglass dan menerapkan desain teknologi ala siluman (stealth). Nah, cirri khas dari kapal patrol ini salah satunya dilengkapi dudukan senjata kanon 20mm pada bagian haluan. Dinilai efisien dari segi produksi, dan efektif dalam gelar operasi mengamankan perairan dangkal. PC-36 kemudian diproduksi dalam jumlah cukup banyak, yakni masuk dalam kelas Kobra (KRI Kobra dan kelas Boa. Beberapa dari kapal jenis ini bahkan operasionalnya juga didukung oleh pihak Pemda. Sukses dengan PC-36 pada tahun 2004 Dislitbang AL meneruskan pengembangan PC-40 dengan spesifikasi teknis serupa, hanya berbeda dalam ukuran panjang yakni 40 meter. Masuk dalam tipe PC-40 adalah kelas Viper dan Tarihu.
Seperti disinggung diatas, jenis kapal patrol ini dilengkapi dudukan kanon 20mm. Disinilah yang kami anggap menarik. Yang dipasang oleh TNI AL pada kelas Boa dan kelas Kobra adalah tipe kanon Oerlikon 20mm/70 MK4. Termasuk dalam kelas Boa antara lain KRI Boa 807, KRI Welang 808, KRI Suluh Pari 809 dan KRI Katon 810. Sedangkan termasuk dalam kelas Kobra adalah KRI Kobra 867, KRI Anakonda 868, dan KRI Patola 869, KRI Taliwangsa 870. Seluruh kapal dibuat oleh Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (fasharkan) TNI AL . Kapal-kapal ini memperkuat Satrol Armada RI Kawasan Barat.
Bila dirunut dari sejarahnya, senjata yang punya predikat anti aircraft gun ini sudah mulai eksis sejak tahun 1940. Ya, senjata buatan Swiss ini terbilang kampiun dalam laga Perang Dunia Kedua. Mulai dari frigat, kapal perusak, dan kapal induk AS dan Inggris seolah menjadikan Oerlikon 20mm sebagai senjata ringan yang wajib hadir. Mudah dioperasikan dan efektif menghajar target yang terbang rendah menjadi alasan dari kepopuleran Oerlikon di kancah Perang Dunia Kedua, terutama saat menghadapi serangan udara Jepang. Meski kondang diatas kapal perang, Oerlikon 20mm/70 juga ada yang diadaptasi untuk kebutuhan peperangan di darat, yakni dengan dibekali carrier.
Meski masuk hitungan sebagai senjata berusia lanjut, tidak diketahui Oerlikon keluaran tahun berapa yang dipasang pada Satrol TNI AL. Usia boleh jadi sudah sepuh, tapi untuk urusan kemampuan jangan anggap sebelah mata. Kanon ini dipastikan masih punya deteren dalam menghadapi perompak di laut, tiada sasaran di udara, target di permukaan laut juga siap disikat. Dari spesifikasinya, jarak tembak kanon ini bisa mencapai 4000 meter, sementara kecepatan tembaknya hingga 650 peluru per menit. Dengan tipe peluru HE (high explosive), jarak tembak efektifnya adalah 1.000 meter.
Dengan dioperasikan secara manual, kanon ini dapat digerakan untuk sudut 360 derajat. Guna menghadapi target udara, laras kanon dapat dinaikan hingga 85 derajat, dan bila diturunkan laras bisa mentok sampai -15 derajat.Dalam hal bobot, kanon ini punya bobot keseluruhan 264 kg, sedangkan untul larasnya saja mencapai 68 kg. Panjang senjata keseluruhan adalah 2144 mm, sementara panjang larasnya saja 1406 mm.
Kanon ini menggunakan sistem magasin untuk amunisinya, berbentuk tromol dalam satu magasin bisa memuat 60 peluru. Kapasitas magasin yang terbilang ‘minim’ untuk kelas kanon bisa menjadi tantangan tersendiri bila menghadapi situasi pertempuran intens di laut. Apalagi penggantian magasin masih berisfat manual. Sistem bidik di senjata ini pun masih sangat manual, yakni mengandalkan backsight dan foresight (semacam area pisir). Sadar akan risiko awak senjata yang rawan muntahan proyekti dari lawan, dudukan senjata ini juga dapat dipasankan shield (perisai) lapis baja.
Insiden Blok Ambalat
Anda masih ingat dengan insiden di blok Ambalat pada April 2005? dimana saat itu kapal perang Indonesia, yakni KRI Tedong Naga (819) menyerempet kapal patrol Malaysia, KD Rencong. Hah, KRI Tedong Naga adalah salah satu kapal patrol kelas Boa. Artinya kapal ini mengandalkan jenis senjata Oerlikon 20mm. Entah disengaja atau tidak, kapal jenis ini memang punya senjata tua yang battle proven, selain Oerlikon 20 mm di haluan, setiap kapal PC-36 dan PC-40 dibekali dua pucuk SMB (senapan mesin berat) DShK-38 kaliber 12,7 mm buatan Rusia pada bagian buritan.
Bila Anda penasaran dengan sosok senjata ini, untuk melihatnya langsung tak perlu repot. Oerlikon 20 mm MK4 sejak dahulu telah menjadi etalase di museum TNI Satria Mandala, Jakarta. Meski aslinya adalah buatan Swiss, tapi versi yang digunakan TNI adalah buatan GM Corporation dari AS. Untuk Oerlikon 20 mm yang dipajang di Satria Mandala merupakan sisa peninggalan dari KRI Rajawali. Di lokasi yang sama, Anda juga bisa melihat langsung triple gun20 mm yang jadi senjata ikon Paskhas TNI AU.
Untuk versi yang jauh lebih modern, Satrol TNI AL pun juga masih mengandalkan Oerlikon, yaitu dari versi twin cannon kaliber 30mm yang di KRI Badau 643 dan KRI Salawaku 642. Meski usianya sudah lanjut, karena desain yang dipandang unik, Oerlikon 20mm versi laras tunggal kerap menjadi lakon dalam beberapa film action, salah satunya pada film Stealth, Oerlikon dipakai gerilyawan sebagai senjata penangkis serangan udara. (Gilang Perdana)
Spesifikasi Oerlikon 20mm/70 MK4
Vendor : GM Corp
Kaliber : 20mm
Panjang Senjata : 2144mm
Panjang Laras : 1406mm
Jarak Tembak Max : 4000 meter
Jarak Tembak Efektif : 1000 meter
Kecepatan tembak : 650 meter/menit
Isi magasin : 60 peluru
No comments:
Post a Comment