Jakarta - PT Dirgantara Indonesia (Persero) berencana
memproduksi pesawat tanpa awak untuk keperluan pengawasan dan mata-mata.
Pesawat ini merupakan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) yang telah
dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan
menggadeng Dirgantara Indonesia sejak tahun 2004.
Saat ini, Dirgantara Indonesia sedang menjajaki kontrak pembuatan beberapa unit PUNA Wulung pesanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
"Pesawat tanpa awak desain BBPT, BBPT bikin litbang. Kita buat sesuai dengan standar produk," tutur Direktur Utama Dirgantara Indonesia, Budi Santoso kepada detikFinance, Jumat (3/5/2013).
Dihubungi secara terpisah, Manager Komunikasi Dirgantara Indonesia, Sonny S Ibrahim menuturkan, dari proses tersebut, setidaknya Dirgantara Indonesia menjelaskan pihaknya menargetkan bisa memperoleh kontrak pembuatan PUNA Wulung varian I senilai US$ 34 juta.
Setelah menerima kontrak, pabrik pesawat pelat merah ini, akan melakukan penyempurnaan dan sertifikasi prototype PUNA Wulung karya BPPT. Diharapkan, pesawat yang masih proses kontrak pemesanan ini, bisa melengkapi peralatan milik TNI pada 2013 ini.
"Tugasnya PT DI memproduksi, menyempurnakan dan mensertifkasi. Pesawat itu dikembangkan oleh BPPT bernama Puna Wulung," tambahnya.(feb/dru)
PT Dirgantara Indonesia (Persero) berencana memproduksi varian pesawat tanpa awak atau Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) Wulung di Bandung, Jawa Barat. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pembuat pesawat ini, akan menyempurnakan dan mensertifikasi pesawat yang telah dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 2004 ini.
Manager Komunikasi Dirgantara Indonesia, Sonny S Ibrahim menuturkan, pesawat tanpa awak yang pertama kali diproduksi secara massal ini mampu terbang untuk melakukan pengintaian hingga radius 200 km dari pusat kendali atau area lepas landas.
"Pesawat bisa sampai 200 km, itu pulang-pergi. Kontrol bisa pakai autopilot, kalau keluar dari radius 200 km karena tertiup angin," tutur Sony kepada detikFinance, Jumat (3/5/2013).
Pesawat PUNA Wulung varian I ini, nantinya bisa terbang hingga ketinggian maksimal 12.000 kaki dan mampu terbang dalam durasi 4 jam. Pesawat tanpa awak made in Indonesia ini, juga dilengkapi kamera resolusi tinggi, sehingga bisa membantu tugas pengawasan udara.
"Pesawat itu untuk pengawasan, perlengkapannya kamera bisa meilihat hingga radius 2 km sampai 3 km. Ini high resolution. Tapi kameranya belum dilengkapi infra red untuk aktivitas penagawasan malam hari karena masih tahap awal," tambahnya.
Pesawat ini, terbilang relatif mahal untuk tahap awal. Ini terjadi karena adanya penyempurnaan dan sertifikasi yang dilakukan oleh Dirgantara Indonesia. Setelah proses itu dilewati, PUNA si 'Mata-Mata' ini, bisa dijual dengan harga sekitar Rp 1 miliar per unit. Untuk komponen pesawat tanpa awak ini, hampir sebagian besar diproduksi dan dirancang di dalam negeri.
"Komponen lokalnya sebagian besar, yang bukan cuma peralatan elektronik kendali dan kamera," tegasnya.(feb/ang)
Saat ini, Dirgantara Indonesia sedang menjajaki kontrak pembuatan beberapa unit PUNA Wulung pesanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
"Pesawat tanpa awak desain BBPT, BBPT bikin litbang. Kita buat sesuai dengan standar produk," tutur Direktur Utama Dirgantara Indonesia, Budi Santoso kepada detikFinance, Jumat (3/5/2013).
Dihubungi secara terpisah, Manager Komunikasi Dirgantara Indonesia, Sonny S Ibrahim menuturkan, dari proses tersebut, setidaknya Dirgantara Indonesia menjelaskan pihaknya menargetkan bisa memperoleh kontrak pembuatan PUNA Wulung varian I senilai US$ 34 juta.
Setelah menerima kontrak, pabrik pesawat pelat merah ini, akan melakukan penyempurnaan dan sertifikasi prototype PUNA Wulung karya BPPT. Diharapkan, pesawat yang masih proses kontrak pemesanan ini, bisa melengkapi peralatan milik TNI pada 2013 ini.
"Tugasnya PT DI memproduksi, menyempurnakan dan mensertifkasi. Pesawat itu dikembangkan oleh BPPT bernama Puna Wulung," tambahnya.(feb/dru)
Puna si 'Mata-Mata' Buatan Bandung Bisa Terbang Hingga 200 Km
PT Dirgantara Indonesia (Persero) berencana memproduksi varian pesawat tanpa awak atau Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) Wulung di Bandung, Jawa Barat. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pembuat pesawat ini, akan menyempurnakan dan mensertifikasi pesawat yang telah dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 2004 ini.
Manager Komunikasi Dirgantara Indonesia, Sonny S Ibrahim menuturkan, pesawat tanpa awak yang pertama kali diproduksi secara massal ini mampu terbang untuk melakukan pengintaian hingga radius 200 km dari pusat kendali atau area lepas landas.
"Pesawat bisa sampai 200 km, itu pulang-pergi. Kontrol bisa pakai autopilot, kalau keluar dari radius 200 km karena tertiup angin," tutur Sony kepada detikFinance, Jumat (3/5/2013).
Pesawat PUNA Wulung varian I ini, nantinya bisa terbang hingga ketinggian maksimal 12.000 kaki dan mampu terbang dalam durasi 4 jam. Pesawat tanpa awak made in Indonesia ini, juga dilengkapi kamera resolusi tinggi, sehingga bisa membantu tugas pengawasan udara.
"Pesawat itu untuk pengawasan, perlengkapannya kamera bisa meilihat hingga radius 2 km sampai 3 km. Ini high resolution. Tapi kameranya belum dilengkapi infra red untuk aktivitas penagawasan malam hari karena masih tahap awal," tambahnya.
Pesawat ini, terbilang relatif mahal untuk tahap awal. Ini terjadi karena adanya penyempurnaan dan sertifikasi yang dilakukan oleh Dirgantara Indonesia. Setelah proses itu dilewati, PUNA si 'Mata-Mata' ini, bisa dijual dengan harga sekitar Rp 1 miliar per unit. Untuk komponen pesawat tanpa awak ini, hampir sebagian besar diproduksi dan dirancang di dalam negeri.
"Komponen lokalnya sebagian besar, yang bukan cuma peralatan elektronik kendali dan kamera," tegasnya.(feb/ang)
No comments:
Post a Comment