FNSS dan Deftech akhirnya mampu menampilkan armoured fighting vehicle beroda 8 yang dilengkapi kanon Bushmaster kaliber 25mm. Kanon 25 mm ini juga digunakan pada kendaraan tempur beroda rantai ACV-300 yang dikembangkan oleh FNSS dan telah diakuisisi untuk Angkatan Darat Malaysia.
Prototipe ini dikirim ke Malaysia untuk menjalani uji coba, terutama kinerjanya menghadapi kontur bumi dan kondisi tanah di Malaysia serta pengaruh cuaca. Kendaraan yang merupakan pengembangan dari FNSS “Pars” 8×8 ini mempunyai berat sekitar 24 ton.
Malaysian akan mengembangkan kendaraan AV8 dalam 12 varian yang akan diserahkan bertahap dari 2013 hingga 2018 dengan jumlah 257 unit senilai US$ 2.4 Miliar.
Dari jumlah 257 unit, sebanyak 168 unit akan dilengkapi dengan kanon 30mm dan 25mm, termasuk 54 unit dilengkapi dengan ATGM Ingwe buatan Afrika Selatan, 10 unit akan dilengkapi dengan RWS cal 50, dan 8 unit dilengkapi mortar 120mm. Sisanya adalah versi komando, reconnaissance dan support dalam berbagai versi.
Saat ini ada 2 Prototype AV 8 dan akan memasuki produksi massal pada akhir 2013 atau 2014. Kendaraan ini untuk menggantikan Condor (4×4) buatan Jerman Barat dan Sibmas (6×6) buatan Belgia yang sekarang ini masih digunakan oleh Angkatan Darat Malaysia.
Bionix II Singapura
Singapura lebih dulu membuat kendaraan tempur infanteri Bionix tahun 1996 dan terus mengembangkannya dalam berbagai varian. Varian terbaru adalah Bionix II yang digunakan Angkatan Darat Singapura pada tahun 2006, hasil kerjasama: ST Engineering, DSTA dan Angkatan Darat Singapura.
Selain menggunakan power pack dan suspensi dari varian sebelumnya, Bionix II dilengkapi sistem jaringan manajemen pertempuran digital, ATK mk44 Bushmaster 30mm dual-feed cannon dan paket armor modular. Bionix II juga dipersenjatai senapan mesin koaksial 7.62mm serta senapan mesin umum 7.62mm dan dapat mengangkut hingga sepuluh tentara. Kendaraan tempur Infanteri ini memiliki pengamatan termal siang dan malam dengan sistem stabilisasi dual-axis untuk meningkatkan pelacakan target laser hingga 3 km.
Varian lain dari Bionix adalah Bionix 25 yang juga turret-nya dapat ditempati 2 tentara dan dapat mengangkut sepuluh tentara. Bionix 25 dipersenjatai cannon ATK M242 25mm Bushmaster dual-feed dengan stabilisator vertikal dan horizontal. Meriam Bionix 25 ini mampu menembakkan 180 amunisi 25mm dalam satu putaran ditambah 420 putaran dalam stok amunisi.
Masih ada lagi Bionix Angkut Pasukan 40/50. Kendaraan tempur ini hanya menempatkan satu tentara di turret, dapat mengangkut 11 tentara, serta memiliki stasiun senjata kembar dengan peluncur granat 40 mm, senapan mesin 7,62 mm dan 12,7 mm. Kendaraan lain yang masuk dalam keluarga Bionix adalah Kendaraan Lapis Baja Recovery (ARV) dilengkapi winch dan derek , Kendaraan Lapis Baja Jembatan (AVLB) serta Kendaraan Angkut Infanteri (ICV).
Bionix II mengusung Mesin diesel Detroit Diesel 6V-92TA turbocharged 500 hp, dilengkapi injeksi diesel elektronik, dengan transmisi otomatis hydromechanical HMPT-500EC dan final drive dari General Dynamics Land Systems. Kompartemen mesin dilengkapi deteksi kebakaran otomatis dan sistem pencegah kebakaran dry-powder sebagai cadangan.
Di jalan beraspal Bionix bisa dipacu hingga 70km/jam. Sementara untuk medan off-road 25 hingga 40km/jam dengan akselerasi dari 0 sampai 32km/jam dalam 10 detik.
TERREX AV81 SINGAPURA
Tidak itu saja Singapura juga memiliki kendaraan tempur lapis baja armoured infantry fighting vehicle (AIFV) Terrex AV 81 yang dikembangkan oleh Teknologi Timoney Turk bersama Singapore Technologies Kinetics . Terrex AV81 memiliki berat 25-30 ton dengan chassis roda 8×8 berpelindung besi modern dengan senjata utama CIS 40 AGL with 60 rounds, senjata mesin kaliber 7.62 mm Co-axial serta pelontar asap. Kendaraan tempur ini juga dikembangkan untuk mengusung twin-weapon remote control weapon system (RCWS).
RCWS memberikan pandangan optik dan thermal untuk pasukan dan komandan dalam pengintaian, menetapkan target serta target damage assessment.
Prototype Terrex AV 81 ini muncul pertama kali pertengahan tahun 2004 yang terus dikembangkan untuk kemampuan level armour protection serta sistem senjatanya. Terrex AV 81 dilengkapi power steering untuk empat roda terdepan, central tyre-pressure inflation system, anti-lock braking system dan kemampuan proteksi senjata nuclear, biologi dan kimia. Terrex 81 A juga memiliki kemampuan amphibi berkat adanya dua mesin water jet yang mampu mendorong kendaraan ini di permukaan air 10km/jam.
Singapura juga menembangkan Terres AV 82 sejak tahun 2005 dengan meningkatkan kemampuan kemudi dan suspensi kendaraan tempur tersebut. Singapura telah memiliki 135 Terrex dengan 5 varian: trooper, command vehicle, engineer vehicle, ambulance dan anti-tank guided missile (ATGM). Tipe Trooper mampu mengangku 13 personil termasuk juru mudi, persenjataan dan amunisi. Sementara varian command vehicle berfungsi sebagai command and control medan peperangan.
Singapore Technologies Engineering
Kehebatan Singapura ini tidak terlepas dari kinerja Singapore Technologies Engineering yang didukung penuh Pemerintah Singapura. Singapore Technologies Engineering adalah produsen senjata terbesar ke-49 di dunia. Di Asia, ST Engineering hanya kalah dari Mitsubishi Heavy Industries dari Jepang (peringkat 24), serta Hindustan Aeronautis (peringkat 34) dan Indian Ordnance Factories (peringkat 46) dari India.
ST Engineering terdiri dari empat anak perusahaan, yaitu ST Aerospace, ST Kinetics, ST Electronics, dan ST Marine. ST Aerospace, menjadi pusat perawatan sejumlah pesawat seperti Hercules C-130, Fokker 50, Bell, helikopter Super Puma, hingga Pesawat Tempur F-5 Tiger. Bahkan pabrik itu mampu mengembangkan sendiri A-4SU Super Skyhawk untuk Angkatan Udara Singapura.
Adapun ST Kinetics dikenal produsen sejumlah senjata dan kendaraan berat. Produk andalannya senapan serbu SAR 21, senapan serbu jenis bullpup (yang mekanisme dan magazin terletak di belakang pelatuk). Senapan ini dikembangkan untuk menggantikan M16S1 dan dilengkapi optik bidik 1,5 dan 3 kali zoom. SAR 21 juga memiliki desain magazin transparan, sehingga penembaknya bisa melihat berapa sisa peluru yang tersisa untuk ditembakkan.
Ada juga senapan mesin ringan The Ultimax 100, senapan mesin 50 MG, dan pelontar mortar 120 mm, atau 120 SRAM (Super Rapid Advanced Mortar). Senapan SAR21 ini diborong oleh Brunei. Sedangkan Ultimax 100, dibeli oleh Kroasia, Peru, Filipina, Thailand, Zimbabwe, Slovenia, juga Indonesia. Bahkan Indonesia disebut mengambil lisensi senapan mesin 50 MG untuk dikembangkan menjadi Pindad SMB-QCB (Senapan Mesin Berat-Quick Change Barrel).
Untuk kendaraan berat, selain membuat AFV Bionix dan Terrex, ST Kinetics juga memproduksi tank Self Propelled Howitzer 1 (SSPH 1) Primus. Tank canggih ini memakai sistem loading senjata otomatis, dan mengincar sasaran berbasis GPS dan Datalink. Ada juga tank Bronco All Terrain Tracked Carrier. Tank itu bisa melata di berbagai medan, dan tercatat dipesan oleh Angkatan Darat Inggris Raya. Militer Inggris, menamakannya “Babi Hutan”. Selain Inggris dan Singapura, militer Thailand juga menggunakan tank ini. Sementara Terrex sedang mengikuti kontes agar terpilih menjadi alutsista United States Marine Corps (USMC).
Thailand Unjuk Gigi
Tidak hanya Malaysia dan Singapura. Thailand pun terus menggenjot kemampuan alutsista dalam negeri mereka. Badan riset Kementrian Pertahanan Thailand, Defence Technology Institute (DTI) mengeluarkan varian baru kendaraan peluncur roket multi laras DTI-1 yang merupakan kerjasama antara DTI dengan China National Precision Machinery Import & Export Corporation (CPMIEC). Peluncur roket multi laras Thailand ini berbasis Peluncur Roket WS-1 buatan China.
Seperti halnya peluncur roket WS-1, DTI-1 juga memiliki roket
berdiameter 302 mm yang dapat menjangkau sasaran sejauh 180 km. Rokets
DTI-1 membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk melakukan penembakan dan
mampu melesat dengan kecepatan 5.2 mach. Hulu ledak yang dipakai
ZDB-2B, seberat 150 kg sama seperti seperti WS-1B China. Selain varian
baru MLRS DT-1, Thailand juga mengembangkan DTI-1G (Guided) agar presisi
roket lebih akurat, yang juga dibantu CPMIEC China.
Indonesia juga memiliki potensi untuk mengembangkan alutsista dalam negeri. Antara lain dengan adanya blue print IFV Marder dari Jerman yang bisa dipelajari dan dikembangkan lebih lanjut, Pengembangan Panser Anoa RCWS, Helikopter serang ringan Gandiwa, Jet tempur IFX, Roket Lapan serta Kapal cepat Rudal/ Korvet Trimaran. Persoalannya kapan alutsista produk dalam negeri itu bisa terwujud ? (JKGR).
No comments:
Post a Comment