Roket RX-250 Karya Peneliti LAPAN (Photo: Lapan)
25 Februari 2009, Jakarta -- Indonesia tertinggal jauh dari China, India dan Iran yang mampu meluncurkan satelit dengan teknologi sendiri. Sudah saatnya Indonesia kembali mengembangkan teknologi tinggi. Syaratnya, teknologi harus mampu menjadi lokomotif pertumbuhan.
Meskipun Indonesia sebagai negara awal yang mengoperasikan satelit, tapi tidak mampu menguasai teknologinya. Hingga saat ini, Indonesia hanya sebatas sebagai pengguna satelit, termasuk gagal mengantarkan astronot ke angkasa.
Menristek Kusmayanto Kadiman mengatakan Indonesia pernah berpihak secara besar-besaran kepada teknologi. Pada zaman BJ Habibie, keberpihakan pada kaum teknolog sangat besar.
"Namun sayangnya teknolog, ya kami-kami ini, tidak mampu membuat teknologi sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi," katanya, tadi pagi.
Akibatnya ada trauma, teknologi cuma bisa bikin susah dan kepercayaan memudar. Padahal kesempatan yang diberikan sudah selama 20 tahun. Menurut Kusmayanto, Indonesia tidak sukses karena mindset tidak satu.
Indonesia hanya bisa membuat pabrik pesawat terbang, pabrik senjata dan kapal laut, tapi tidak ada yang mau membeli hasilnya. "Itu yang saya bilang tidak satu mindset jika dibandingkan Iran saat mengembangkan nuklir, semua terlibat. Seperti University of Teheran mengembangkan ilmu-ilmu seperti fisika nuklir, mechanical engineering serta civil engineering ke arah pembangunan PLTN," kata Kusmayanto.
Padahal dari segi pendanaan, Indonesia membelanjakan dananya dalam jumlah besar. Kusmayanto mengatakan saat membangun pabrik pesawat terbang, Indonesia mempekerjakan ribuan tenaga kerja asing.
Untuk mengembangkan industri berteknologi di Indonesia, ia mengatakan yang penting adalah adanya kepemimpinan yang mampu mengarahkan industri itu untuk mencapai tujuan.
India, China dan Iran tercatat sebagai negara di Asia yang teknologinya berkembang pesat. Dibandingkan ketiga negara itu, Indonesia tertinggal jauh. Setelah meluncurkan satelit domestik pertama, Iran diperkirakan segera meluncurkan pesawat antariksa berawak.
Desain satelit Omid milik Iran juga telah diakui memiliki teknologi yang sangat maju. Iran juga mampu membangun pemroses data dengan teknologi ciptaan sendiri, dan roket dengan bahan bakar lebih efisien.
Peluncuran satelit Omid atau yang berarti harapan berhasil mensejajarkan posisi Iran dengan negara-negara maju. Iran tercatat mampu membuat satelit dan mengirimkannya sendiri ke luar angkasa, dengan peluncur yang dibuat sendiri.
Negara Asia lain yang bidang kedirgantaraan maju adalah China. Pengembangan roket luar angkasa terjadi China setelah Tsien Hsue-Shen kembali dari Amerika pada 1955. Kini prestasi kedirgantaraan China menjadi ancaman bagi AS.
Sejak bertekad mengembangkan kedirgantaraan pada 1985, hingga Oktober 2000 China telah berhasil meluncurkan 27 satelit untuk Pakistan, Australia, Swedia, AS, Philipina, juga domestik. Hingga akhir 2008, China sudah dianggap kekuatan besar peluncur satelit komersial.
Sementara AS, Rusia dan Eropa bekerja sama membangun stasiun ruang angkasa, China berani sesumbar akan membangun sendiri pada 2020. Sebelum tenggat itu, China juga akan menginjakkan kaki di bulan.
China akan menjadi negara kedua setelah AS, serta negara Asia kedua yang wahananya berhasil mencapai bulan. Sebelumnya India sukses mengirim wahana ke bulan meski tanpa awak.
Industri dirgantara China dikembangkan dari infrastruktur, ilmuwan, dan teknologi yang sama sekali dari nol. Tapi hanya dalam 50 tahun, China berhasil masuk sebagai negara elit yang mampu membangun pesawat angkasa berawak, reparasi satelit, juga peluncuran lebih dari satu satelit menggunakan satu roket.
Selain Iran dan China, India juga memiliki industri kedirgantaraan maju dan mampu meluncurkan 10 satelit sekaligus ke orbitnya dalam satu misi luar angkasa. Pencapaian itu sekaligus sebagai lompatan besar dalam sejarah 45 tahun program luar angkasa India.
Astronot Indonesia Pratiwi Sudarmono menilai, pengembangan kedirgantaraan di Indonesia memang bukan prioritas karena pemerintah sedang membutuhkan banyak dana untuk membangun ekonomi. Tapi Indonesia sebenarnya memiliki nilai strategis di bidang kedirgantaraan.
Posisi di khatulistiwa menjadikan Indonesia sebagai wilayah paling strategis untuk meluncurkan satelit. Jika diluncurkan dari wilayah Indonesia, roket akan lebih mudah menjangkau orbit.
Masalah pendanaan riset dirgantara bisa ditutup dengan kerjasama misalnya dengan Rusia. Indonesia menyediakan wilayah untuk fasilitas peluncuran satelit tapi mendapat alih teknologi serta fasilitas untuk penelitian kedirgantaraan.
Indonesia kata Pratiwi memiliki sumber daya manusia yang bisa diandalkan di bidang kedirgantaraan. Indonesia memiliki Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), selain juga banyak universitas yang membuka studi kedirgantaraan. (waspadaonline)
No comments:
Post a Comment