Kisah perjalanan hidup seseorang yang terlibat langsung dalam sebuah
industri strategis di negara ini, merupakan informasi yang mahal
sekaligus memberikan perspektif tersendiri, yang susah kita dapatkan
dari tulisan-tulisan berita formal.
Hal ini karena si penulis bagian
langsung dari peristiwa, sehingga informasinya lebih berwarna.
Istilahnya “roh” tulisannya, bisa kita dapatkan dengan terang.
Berikut cuplikan kisah dari rekan kita WH, yang aktif dalam berbagi informasi dan berdiskusi:
Perjalanan N-250 dan N-2130
Hampir 20-an tahun yang lalu, saya terlibat dalam desain N-250 dan
N-2130 (sekelas Boeing 737). Just sharing dan agak menyimpang sedikit.
Dalam setiap rancang bangun pesawat, yang paling rumit dan mahal adalah
desain sayap. Benda ini harus tipis tetapi harus mampu menghasilkan
gaya angkat yang dibutuhkan. Kuat tapi ringan untuk menahan seluruh
berat pesawat dan di dalamnya harus cukup volume untuk fuel dan sistem
terutama flight control — hal hal kontradiktif yg selalu bikin
pertengkaran antar Departemen.
Desain sayap N-2130 sudah sampai iterasi
pertama pengujian 2 dimensi di terowongan angin transonik di Perancis.
Namun pada akhirnya semua tiba-tiba berhenti, karena negara ini salah
urus hingga akhirnya digoyang ala Arab Spring tahun lalu. Dan hmmmm ….
ada engineer lebih senior se departemen dengan saya, kini di industri
pesawat Malaysia.
Pilot Pertama Menerbangkan N250
Anda membawa saya mengingat ke masa lalu, dan berikut ini beberapa
memory yang masih membekas. Betul sekali, Pak Erwin, chief pilot sarjana
alumni Stutgart Jerman, yang pertama kali menerbangkan N-250. He is a
hero.
Dan, saya juga waktu itu baru sadar, ternyata 1-2 hari sebelum N-250
terbang perdana untuk first flight, N250 harus belajar terbang. Betul,
harus belajar terbang seperti anak burung yang mau terbang. Dengan
landasan Husein Sastranegara yang tidak cukup panjang itu, Pak Erwin
harus bisa “menerbangkan” N250 setinggi beberapa meter, lalu segera
mendaratkan kembali, mengerem dan kemudian menghentikan laju pesawat.
Pada saat N250 lepas dari landasan, hanya dalam waktu beberapa detik,
beliau harus dengan cekatan menguji (menggerakkan) semua flight control
(aileron, rudder, elevator) lalu segera mendarat kembali. Tujuan tes
ini untuk mendapatkan data valid apakah semua parameter telah sesuai
desain.
Misalnya, besarnya gaya-gaya aero yang tercipta dalam kondisi
aktual, apakah sudah sesuai dengan desain dan simulator, dan lain-lain.
Kalau iya, berarti selama ini latihan dengan simulator sudah cocok
dengan kondisi N250 sebenarnya, yang pada dasarnya belum pernah terbang
sama sekali.
Esoknya, N250 benar-benar terbang ke angkasa!. Saya sempat tertegun,
benda seberat 24,000 kg ini kok bisa stabil mengapung di udara ya?
Dropping Kargo Pilot Erwin
Beliau bersama pilot … hmm lupa nih namanya, WNI keturunan, sarjana
alumni Belanda, menerbangkan CN-235 yang kemudian jatuh saat dropping
kargo 3 ton. Pak Habibie heran, kok bisa ada dua pilot dalam satu
pesawat. Rupanya tujuan Pak Erwin sekalian melatih pilot baru untuk
mampu melakukan droping kargo dengan parasut dari CN235.
Kalau droping nya dari titik yg cukup tinggi (> 1 km), tidak
terlalu masalah bagi pilot, resikonya kargo bisa terbang jauh terbawa
angin dan jatuh ke tangan musuh (kalau lagi perang). Lah ini droping
dari ketinggian cuma 200 – 300 meter, jatuhnya harus presisi, sementara
beratnya kargonya 3 ton pula.
Pada saat kargo meluncur ke belakang ditarik parasut, titik berat
pesawat (c.g., center of gravity), ikut pindah ke belakang hingga 100%.
Normalnya sekitar 25-30%. Dalam hal ini pilot harus cekatan dan punya
nyali tinggi. Pada titik ini pesawat akan mendongak dan pilot harus
segera menstabilkan posisi pesawat.
Setelah kargo lepas, center of gravity akan segera balik lagi ke
semula dengan cepat, dan pilot harus segera membalas gerakan pesawat
yang akan menukik. Sebetulnya Pak Erwin sudah lama mengembangkan teknik
droping dari ketinggian rendah.
Kejadiannya, tali parasut putus, sementara kargo sudah meluncur ke
belakang (droping kargo seberat 3 ton dari CN235, baru pertama
dilakukan rangkaian test pada saat itu).
Hari itu, hari terakhir yang melelahkan setelah 30 hari terus menerus
melakukan dropping test), sementara kargo sudah meluncur ke belakang.
Tali yang putus terpental balik ke arah kargo, dan sialnya ring 20 inchi
pada tali, tergilas kargo dan terjepit tow plate di lantai belakang
pesawat.
Kargo kemudian terhenti pada posisi center of gravity pesawat 100%,
karena tertahan tali yang ring nya terjepit antara kargo dgn tow plate
di bawahnya. Alhasil pesawat langsung mendongak vertikal. Dari rekaman
black box, terdengar Pak Erwin keras teriak ke belakang “release …
release ….release”. Kru yang di belakang, ada juga 1 bule dari vendor,
pada panik sambil menendang kargo agar segera jatuh. Saat itu juga
dengan cekatan Pak Erwin mendorong throttle mesin pesawat full ke depan,
100%, dan menambah sudut bilah baling-baling ke maksimum untuk
meningkatkan thrust (daya dorong) dari baling-baling. Pesawat menderu
keras sekali. Dia kemudian mengusahakan pesawat manuver dan menukik ke
samping. Tujuannya untuk menaikkan speed pesawat yang pada saat itu
hampir zero. Pesawat segera menukik ke samping dan speed bertambah.
Dengan bertambahnya speed, gaya-gaya aerodinamik muncul lagi, dan Pak
Erwin bisa mengendalikan sistem kendali pesawat (aileron, ruddder,
elevator). Sepertinya sehabis menukik ke samping dia akan segera
mengangkat hidung pesawat karena posisi pesawat sudah sangat dekat
dengan daratan. Dia akan mendaratkan pesawat dengan pantat pesawat dan
kargo yang duluan mengenai daratan, tergesek di bagian belakang .
Peluang antara hidup dan pass away (mati) mungkin dalam benaknya bisa
fifty-fifty.
Rupanya Allah berkehendak lain. Karena jaraknya sudah terlalu dekat
dengan daratan, pada saat menuver ke samping, ujung sayap menyenggol
daratan menyebabkan pesawat terbanting dan meledak.
Kru rescue setelah kejadian berkisah kepada saya, dia langsung memacu
kendaraan pemadam ke arah pesawat yang jatuh, dan dengan gergaji mesin,
dia langsung memotong-motong frame kokpit untuk menyelamatkan Pak Erwin
dulu.
Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Pak Erwin tidak jadi menyantap
sayur brokoli Bandung, setelah pulang dropping test. Sayur itu ia pesan
ke istrinya beberapa hari sebelumnya. He is a hero.
(Pilot Erwin Danuwinata tewas dalam uji dropping pesawat CN-235 versi
militer setelah mengalami kecelakaan dan jatuh di Lapangan Udara
Gorda, Serang, Jawa Barat, pada 22 Mei 1997- Red)
Tugas Pesawat Soko Galeb di N-250
Mengenai pesawat Soko Galeb, saya tidak tahu kalau kemudian ada
rencana untuk mengembangkan bersama pesawat ini. (Satrio: Perusahaan Pak
Habiebie sudah teken kontrak kerja mengembangkan dan produksi
bersama dengan perusahaan Rusia membuat pesawat soko galeb (pesawat
latih tempur) dengan TOT murni ?- Red).
Yang saya ketahui waktu itu adalah, pesawat tempur ringan ini, buatan
Serbia/Yugoslavia, dibeli PT DI, setelah disipilkan (dipreteli sistem
persenjataannya), untuk mendukung flight test, dan ternyata memang
sangat useful. Setiap kali N250 terbang, pasti ditemani Soko Galeb yang
diawaki dua orang, pilot dan flight engineer di belakangnya. Kamera
video yang dioperasikan flight engineer untuk mengamati seluruh bagian
luar N250 (atas, bawah, samping, belakang) langsung ditransmit dan
ditayangkan real time ke dalam ruang kendali di menara kontrol. Selain
video, banyak sekali data dari sensor di dalam pesawat yang ditransmit
ke menara kontrol dan ditampilkan online. Kita-kita yang terdiri belasan
orang masing-masing mengamati parameter yang sesuai bidangnya.
Kasus menarik adalah pada saat muncul vibrasi dalam kondisi tertentu,
kamera video Soko Galeb bisa dengan nyata menunjukkan lokasi vibrasi,
berupa tali-tali pendek yang kita tempel di area yang dicurigai yang
kemudian terlihat bergerak tidak beraturan — tanda ada turbulensi lokal
yang memukul-mukul body sehingga terasa getarannya.
Dalam kasus kecelakaan CN235 di atas, kamera video dari kru Soko
Galeb yang tanpa hentinya mengambil gambar dari awal sampai akhir, yang
kemudian digabungkan dengan data black box, betul-betul sangat berguna
untuk analisa.
N-250 dan Prof. Said D. Djenie
|
Di balik ini semua, kita perlu salut kepada Prof. Said D. Djenie
(almarhum), asli wong Padang penyabet gelar PhD Aeronautika dari MIT
Amerika Serikat. Sebagai bawahan langsung Pak Habibie, Pak Said
merangkap sebagai dosen ITB dan kepala divisi Flight Test.
Beliaulah
yang menyiapkan segala tes yang diperlukan untuk N250: dari sejak lahir
keluar hanggar perakitan, flight test hingga bisa lulus sertifikasi
untuk bisa dijual. Sayangnya jauh sebelum dapat sertifikat laik terbang
(masih perlu 2000-an jam terbang lagi), negara ini keburu collapse
terimbas krisis monitor yang diikuti berbagai unjukrasa “Indonesia
Spring”.
Nasib N-2130
Kini, 15 tahun kemudian, industri strategis bangsa ini mau bangkit
kembali, mohon kita bahu membahu agar tidak dicaci maki kayak dulu lagi.
“Bikin pesawat CN235 untuk ditukar beras ketan Thailand”, betul betul
hujatan yang terlalu simplified, menyederhanakan masalah.
Mau buat
N2130, protesnya nggak karuan dari mana-mana. Kini, 15 tahun kemudian,
yang panen pesawat sekelas N-2130 adalah Boeing dengan 737 nya dan
Airbus. Inilah yang diinginkan penyandang dana tukang protes waktu
itu. Tukang protes inilah yang sebetulnya dog of imperialism, bukan Pak
Habibie. (WH).
Sumber : JKGR
No comments:
Post a Comment