Tentara Nasional Indonesia (TNI) hingga saat ini masih mengimpor alat
utama sistem pertahanan (Alutsista) dari luar negeri. Lantaran produksi
persenjataan dalam negeri masih belum mampu menunjang kebutuhan TNI.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya menjelaskan Undang-Undang (UU) Industri Pertahanan yang telah disahkan oleh DPR tidak melarang pemerintah mengimpor Alutsista.
"Dalam UU Industri pertahanan kita tidak mengharamkan bahwa pemerintah maupun TNI mengimpor alutsista. Selama produsen dalam negeri belum mampu membuatnya," ungkap Tantowi saat diskusi bertema 'Urgensi Penguatan Sistem Pertahanan Indonesia' di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (11/2/2013).
Tantowi menambahkan, impor alutsista oleh pemerintah seharusnya diikuti adanya transfer teknologi oleh negara yang memproduksi alutsista sebagai bentuk penguatan pertahanan di Indonesia. " Jadi kami tidak mengharamkan impor alutsista melalui UU Industri Pertahanan itu," terangnya.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar ini juga menegaskan, saat ini Kementerian Pertahanan mendapatkan tambahan anggaran 2013 sebesar Rp77,7 Triliun. Sebanyak, 33 persen dari anggaran tersebut diperuntukan untuk alutsista dan sisanya untuk belanja rutin pegawai, seperti gaji dan lain-lainnya.
"Jadi yang 33 persen itu bukan untuk alutsista saja, karena 33 persen itu untuk penguatan pengelolaan di perbatasan, pulau terluar dan mengatasi konflik-konflik horisontal. Jadi, memang masih kurang dan memang harus ada peningkatan anggaran, karena Angka itu belum sanggup bikin efek gentar," simpulnya.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya menjelaskan Undang-Undang (UU) Industri Pertahanan yang telah disahkan oleh DPR tidak melarang pemerintah mengimpor Alutsista.
"Dalam UU Industri pertahanan kita tidak mengharamkan bahwa pemerintah maupun TNI mengimpor alutsista. Selama produsen dalam negeri belum mampu membuatnya," ungkap Tantowi saat diskusi bertema 'Urgensi Penguatan Sistem Pertahanan Indonesia' di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (11/2/2013).
Tantowi menambahkan, impor alutsista oleh pemerintah seharusnya diikuti adanya transfer teknologi oleh negara yang memproduksi alutsista sebagai bentuk penguatan pertahanan di Indonesia. " Jadi kami tidak mengharamkan impor alutsista melalui UU Industri Pertahanan itu," terangnya.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar ini juga menegaskan, saat ini Kementerian Pertahanan mendapatkan tambahan anggaran 2013 sebesar Rp77,7 Triliun. Sebanyak, 33 persen dari anggaran tersebut diperuntukan untuk alutsista dan sisanya untuk belanja rutin pegawai, seperti gaji dan lain-lainnya.
"Jadi yang 33 persen itu bukan untuk alutsista saja, karena 33 persen itu untuk penguatan pengelolaan di perbatasan, pulau terluar dan mengatasi konflik-konflik horisontal. Jadi, memang masih kurang dan memang harus ada peningkatan anggaran, karena Angka itu belum sanggup bikin efek gentar," simpulnya.
Anggota Komisi I
DPR RI Tantowi Yahya mengatakan penguatan alat utama sistem persenjataan
(alutsista) harus diikuti dengan peningkatan kesejahteraan prajurit.
"Karena sehebat apapun alutsista yang dimiliki jika tidak diikuti dengan kesejahteran prajurit maka tidak akan dimanfaatkan secara optimal," kata Tantowi Yahya pada diskusi Yellow Forum for Young Leader (YFYL) bertema "Urgensi Penguatan Sistem Pertahanan Indonesia" di Jakarta, Senin.
Menurut Tantowi, relevansi dari kesejahteraan prajurit adalah adalah militansinya, sehingga jika para prajurit TNI belum sejahtera maka dikhawatirkan loyalitas dan militansinya akan rendah.
Politisi Partai Golkar ini mencontohkan, uang lauk-pauk prajurit TNI Rp45.000 per hari atau tiga kali makan.
Jika dibandingkan dengan prajurit militer di Australia Rp45.000 per sekali makan serta prajurit militer di Inggris Rp50.000 per sekali makan.
"Ini menunjukkan kesejahteraan prajurit TNI baru sepertiga dari kesejahteraan prajurit di luar negeri," katanya.
Ia menambahkan, apalagi prajurit TNI yang bertugas menjaga perbatasan dan pulau-pula tak berpenduduk, hanya mendapat gaji 150 persen dari gaji standar.
"Namun gaji pokok prajurit TNI masih rendah, sehingga dengan tambahan 50 persen tetap belum sejahtera. Apalagi, di lokasi perbatasan dan pulau tidak berpenduduk fasilitasnya minim tidak seperti di perkotaan," kata Wakil Ketua Umum Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPG) ini.
Padahal, menurut Tantowi, prajurit TNI yang bertugas di wilayah perbatasan dan pulau tidak berpenduduk tantangannya jauh lebih besar.
Menurut dia, Komisi I DPR RI terus berusaha melakukan perbaikan anggaran untuk prajurit TNI.
Ia mencontohkan, anggaran Kementerian Pertahanan pada tahun 2010 sebesar Rp10,7 triliunm, sedangkan pada 2013 sebesar Rp77,7 triliun.
Anggaran tersebut, kata dia, terutama untuk mengelola wilayah perbatasan, mengelola pulau-pulau terluar, serta mengetasi konflik horizontal.
"Namun tambahan anggaran ini belum mampu memunculkan efek gentar terhadap potensi ancaman terhadap wilayah Indonesia," katanya.
"Karena sehebat apapun alutsista yang dimiliki jika tidak diikuti dengan kesejahteran prajurit maka tidak akan dimanfaatkan secara optimal," kata Tantowi Yahya pada diskusi Yellow Forum for Young Leader (YFYL) bertema "Urgensi Penguatan Sistem Pertahanan Indonesia" di Jakarta, Senin.
Menurut Tantowi, relevansi dari kesejahteraan prajurit adalah adalah militansinya, sehingga jika para prajurit TNI belum sejahtera maka dikhawatirkan loyalitas dan militansinya akan rendah.
Politisi Partai Golkar ini mencontohkan, uang lauk-pauk prajurit TNI Rp45.000 per hari atau tiga kali makan.
Jika dibandingkan dengan prajurit militer di Australia Rp45.000 per sekali makan serta prajurit militer di Inggris Rp50.000 per sekali makan.
"Ini menunjukkan kesejahteraan prajurit TNI baru sepertiga dari kesejahteraan prajurit di luar negeri," katanya.
Ia menambahkan, apalagi prajurit TNI yang bertugas menjaga perbatasan dan pulau-pula tak berpenduduk, hanya mendapat gaji 150 persen dari gaji standar.
"Namun gaji pokok prajurit TNI masih rendah, sehingga dengan tambahan 50 persen tetap belum sejahtera. Apalagi, di lokasi perbatasan dan pulau tidak berpenduduk fasilitasnya minim tidak seperti di perkotaan," kata Wakil Ketua Umum Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPG) ini.
Padahal, menurut Tantowi, prajurit TNI yang bertugas di wilayah perbatasan dan pulau tidak berpenduduk tantangannya jauh lebih besar.
Menurut dia, Komisi I DPR RI terus berusaha melakukan perbaikan anggaran untuk prajurit TNI.
Ia mencontohkan, anggaran Kementerian Pertahanan pada tahun 2010 sebesar Rp10,7 triliunm, sedangkan pada 2013 sebesar Rp77,7 triliun.
Anggaran tersebut, kata dia, terutama untuk mengelola wilayah perbatasan, mengelola pulau-pulau terluar, serta mengetasi konflik horizontal.
"Namun tambahan anggaran ini belum mampu memunculkan efek gentar terhadap potensi ancaman terhadap wilayah Indonesia," katanya.
Sumber : Okezone
No comments:
Post a Comment