Postur
negara yang ideal sesungguhnya mirip dengan postur jasmani manusia yang kekar,
kuat dan berpenampilan menarik. Punya
olah pikir, olah daya, olah rasa dan sekaligus tolak bala. Kemampuan tolak bala ini dalam konsep postur
manusia adalah kemampuan melawan segala macam ancaman yang datang dari dalam
tubuh itu sendiri berupa penyakit maupun orang-orang yang mengajak gelut oleh
suatu sebab. Negara juga tak jauh beda,
untuk mempertahankan eksitensinya, mengamankan jalan hidupnya dan memberdayakan
sumber daya yang ada di dalamnya diperlukan organisasi militer untuk mengawal
dan mempertahankannya. Organisasi militer merupakan satu kesatuan yang utuh
dengan nadi negara dalam membangun eksistensi termasuk membangun kesejahteraan.
Esensi beralutsista adalah memahami kebutuhan salah satu organ tubuh itu, tangan dan kaki, untuk mampu menjalankan fungsinya sebagai anggota gerak yang diandalkan jika suatu saat diperlukan melindungi organ tubuh yang lain. Militer dan alutsista adalah instrumen yang tak dapat dipisahkan. Jadi sangat lucu jika militer kuat secara postur fisik orangnya, jago bela diri, tahan uji di hutan tetapi alutsistanya masih sekelas S60 (maksudnya sekelas tahun 60an). Makanya mendandani militer kita merupakan kewajiban mutlak seirama dengan kemajuan ekonomi yang telah kita dapatkan saat ini. Hanya orang-orang yang sableng saja yang mengatakan tidak perlu kita memiliki militer yang kuat. Atau mereka yang memang punya tujuan hendak membonsai militer karena memang dibayar untuk itu atau karena punya kebencian yang mendalam.
Diantara
semua argumen yang disuarakan pihak sableng itu untuk tidak menganggap penting
mempersenjatai tentara dengan alutsista modern karena sepanjang perjalanan bangsa ini relatif tidak
ada ancaman terhadap eksistensi bangsa.
Tidak ada perang terbuka dengan negara tetangga. Ini beda dengan India dan Pakistan yang sudah
lebih dari sekali terlibat perang terbuka.
Perang terbuka tahun 1971 akhirnya melahirkan negara Bangladesh yang
sebelumnya bernama Pakistan Timur.
Merasa dipermalukan India, Pakistan memperkuat militer dan
persenjataannya termasuk senjata nuklir.
India juga tak mau kalah dengan membangun militernya secara besar-besaran
termasuk kekuatan nuklirnya.
Adalah
sebuah kekeliruan jika kita mengabaikan pembangunan kekuatan militer oleh sebab
yang disebut tadi, tidak ada ancaman.
Ada atau tidak ada ancaman
perjalanan bangsa ini mesti dikawal dengan kekuatan militer yang memadai
karena militer itu senyawa dengan perjalanan eksitensi bangsa. Militer itu organ tubuh negara, bagian yang
tak terpisahkan ketika bangsa ini membangun kesejahteraan dan ketahanan
ekonominya. Seirama dengan itu memperkuat militer dengan alutsista modern
adalah kesetaraan yang mesti dikedepankan tanpa bermaksud mentang-mentang.
Maka
dengan kelapangan cara pandang, selayaknya kita terus menerus mempersiapkan
kekuatan militer dengan memberinya gizi yang setara dengan kemajuan ekonomi
yang didapat. Tidak terbantahkan memang,
perjalanan pertumbuhan ekonomi selama 9 tahun terakhir cukup membungakan hati
sehingga pada akhirnya kita bisa membangun kekuatan militer setelah sekian lama
puasa alutsista. Jangan lupa perjalanan
pemerintahan SBY selama 9 tahun ini prioritas utamanya adalah pembangunan
ekonomi. Artinya selama 6 tahun pertama
belum ada yang signifikan dalam belanja alutsista kita, ya se adanya saja. Baru 3 tahun terakhir ini belanja alutsista
dijalankan dengan argo penuh untuk mempercepat modernisasi alutsista TNI.
Tahun 2014
nanti ketika SBY mengakhiri perjalanan pemerintahnya dengan 2 kali masa
jabatan, pada saat itu sudah banyak aluistsista yang berdatangan. Meski begitu untuk ukuran kekuatan ideal,
belanja alutsista sampai tahun 2014 belumlah masuk kategori gahar. Kedatangan berbagai jenis alutsista baru itu
hanya untuk menutupi kekurangan alutsista yang sangat bersahaja dan kurang
gizi. So sampai tahun 2014 sejatinya
kita baru sampai pada tahap memulihkan “kesehatan gizi” alutsista, kita baru
sembuh, saudaraku.
Itulah
sebabnya cerita pengadaan alutsista di periode berikutnya tahun 2015-2019 dengan
figur kepemimpinan yang baru adalah kunci menuju kekuatan kesetaraan dengan
negara sekitarnya. Oleh sebab itu perlu selalu dikumandangkan cara pandang
pemerintahan eksiting sekarang ini untuk disambung dengan kebijakan yang sama
dan sebangun dengan next government.
Meneruskan program penguatan alutsista TNI. Jangan sampai ketika gizi alutsista sudah
sampai pada taraf kesehatan gizi lantas dibiarkan lagi karena menganggap sudah
cukup. Teknologi apapun dalam ruang kekinian
termasuk teknologi alutsista merupakan “makhluk ciptaan” yang berusia pendek.
Hari ini kita membeli atau memproduksi satu jenis alutsista dengan teknologi
terkini, lima tahun lagi sudah ada edisi tercanggihnya. Nah itulah salah satu argumen mengapa kita
harus terus memperbaharui alutsista.
Bangsa ini
akan terus menapaki jalan kehidupannya, melintas dalam pembaharuan waktu dan
upaya mensejahterakan sumber daya manusianya.
Kita akan terus menjalani ruang waktu ini bersama konektivitas dan
hubungan antar bangsa yang dinamis dan simbiosis. Peran militer adalah untuk mengawal dan
menjaga kewibawaan hubungan yang dinamis itu utamanya memelihara kewibawaan
bernegara dari rangsangan pihak luar yang hendak bersitegang. Negara yang punya militer kuat, tentu dengan
kemajuan ekonomi yang signifikan, memberikan nilai tambah dalam spirit
nasionalisme. Spirit kebangsaan itu sudah ada dalam naluri anak bangsa. Kebanggaan itu akan semakin sempurna manakala
kita punya kekuatan militer dengan alutsista yang canggih. Itulah sejatinya esensi beralutsista.
Sumber : Analisis
No comments:
Post a Comment