Anggota Dewan dari Fraksi PDIP Tubagus Hasanuddin sudah membaca draf terbaru RUU Keamanan Nasional (Kamnas) yang diserahkan pemerintah ke DPR. Ternyata, masih banyak pasal krusial, walaupun pasal penangkapan dan penyadapan sudah ditiadakan.
Kata Hasanuddin, pasal krusial itu antara lain pasal 14 ayat 1, yang menyebut darurat militer dapat dilakukan bila ada kerusuhan sosial. "Menurut saya, hak ini melampaui ketentuan dan hukum yang ada seperti UU PKS dan UU Darurat," ujar Hasanuddin di sela-sela menghadiri Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (25/10).
Pasal berbahaya lainnya pada draf RUU Kamnas itu adalah pasal 17 ayat 4, yang menyebut ancaman aktual hanya diputuskan oleh Presiden. Ini dapat menimbulkan distorsi kekuasaan di era demokrasi seperti sekarang ini.
Pasal lainnya yaitu pasal 22 ayat 1 bahwa penyelenggaraan kamnas melibatkan peran intelejen di depan. "Ini banyak menimbulkan pertanyaan seperti apa perannya. Di era reformasi, mengatasi masalah-masalah sosial sudah harus dilibatkan intel?" tanya wakil Ketua Komisi I ini.
Lanjut Hasanuddin, pada pasal 30 ayat 2, presiden dapat mengerahkan TNI untuk menanggulangi ancaman bersenjata dalam keadaan tertib sipil. Hal ini, kata Hasanuddin, bertentangan dengan UU Darurat dan UU lainnya.
"Pasal 27 ayat 1, Panglima TNI dapat membuat kebijakan operasi berdasarkan kebijakan kamnas. Sementara dalam ayat 2-nya Polri hanya melaksanakan fungsi kepolisian saja. Ini bertentangan dengan fungsi TNI dalam UU No 34 tahun 2004," katanya.
Kata Hasanuddin, dalam pasal 32 ayat 2 disebutkan, dalam menghadapi ancaman dapat dikerahkan Komcad. Ini merupakan pasal baru. Dan, dalam pasal 48 ayat 1 (c), komando dan kendali tingkat operasional (di provinsi) adalah panglima/komandan satuan. "Artinya bukan gubernur atau bupati tapi di bawah komando dan kendali komandan militer setempat," ujarnya.
Kata Hasanuddin, pasal krusial itu antara lain pasal 14 ayat 1, yang menyebut darurat militer dapat dilakukan bila ada kerusuhan sosial. "Menurut saya, hak ini melampaui ketentuan dan hukum yang ada seperti UU PKS dan UU Darurat," ujar Hasanuddin di sela-sela menghadiri Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (25/10).
Pasal berbahaya lainnya pada draf RUU Kamnas itu adalah pasal 17 ayat 4, yang menyebut ancaman aktual hanya diputuskan oleh Presiden. Ini dapat menimbulkan distorsi kekuasaan di era demokrasi seperti sekarang ini.
Pasal lainnya yaitu pasal 22 ayat 1 bahwa penyelenggaraan kamnas melibatkan peran intelejen di depan. "Ini banyak menimbulkan pertanyaan seperti apa perannya. Di era reformasi, mengatasi masalah-masalah sosial sudah harus dilibatkan intel?" tanya wakil Ketua Komisi I ini.
Lanjut Hasanuddin, pada pasal 30 ayat 2, presiden dapat mengerahkan TNI untuk menanggulangi ancaman bersenjata dalam keadaan tertib sipil. Hal ini, kata Hasanuddin, bertentangan dengan UU Darurat dan UU lainnya.
"Pasal 27 ayat 1, Panglima TNI dapat membuat kebijakan operasi berdasarkan kebijakan kamnas. Sementara dalam ayat 2-nya Polri hanya melaksanakan fungsi kepolisian saja. Ini bertentangan dengan fungsi TNI dalam UU No 34 tahun 2004," katanya.
Kata Hasanuddin, dalam pasal 32 ayat 2 disebutkan, dalam menghadapi ancaman dapat dikerahkan Komcad. Ini merupakan pasal baru. Dan, dalam pasal 48 ayat 1 (c), komando dan kendali tingkat operasional (di provinsi) adalah panglima/komandan satuan. "Artinya bukan gubernur atau bupati tapi di bawah komando dan kendali komandan militer setempat," ujarnya.
Sumber : Jurnamen
No comments:
Post a Comment