Modernisasi alutsista terus dilakukan TNI dengan pengadaan: Main Battle Tank Leoprad 2A6, Meriam 155mm Caesar, Peluncur Roket Multi Laras, Helikopter Serbu, 24 pesawat tempur F-16 ex USAF, Penambahan 6 Sukhoi MK 30, Satu Skuadron (16) Pesawat Super Tucano, UAV Heron TP, Light Frigate Sigma 10514, Light Frigate Nakhoda Ragam Class, Kapal Selam Chanbogo, Rudal C 705 dan C 802, Tank BMP 3, Panser Anoa, Helikopter SeaSprite, Pesawat Angkut C-295 dan berbagai alutsista lainnya.
Pasukan TNI juga mulai menyebar satuan satuannya, seperti penempatan: 2 Batalyon Kostrad di Perbatasan Kalimantan, Pasukan Marinir di pulau-pulau terluar, pembangunan Batalyon Marinir di Karimun, Kepulauan Riau dan Lampung. Pembangunan Pangkalan Marinir di Pulau Nipah dan Natuna, serta rencana pembentukan Brigade Marinir di Papua dan Pasmar II di Belawan, Sumatera Utara.
TNI pun membangun tiga bandara di Kalimantan dekat perbatasan Malaysia, agar pasukan bisa digerakkan dengan cepat ke garis depan jika terjadi konflik.
Untuk urusan angkutan laut, telah ada 4 multi-role LPD Makassar Class berbobot 11,400 ton dan 19 Landing Ship. Sementara TNI AU telah melakukan perbaikan menyeluruh (overhaul) pesawat angkut C-130 Hercules di AS serta mendapatkan setengah hibah 5 Hercules dari Australia. Hibah 5 Hercules ini tampaknya berjalan lancar, apalagi Presiden SBY bertolak ke Australia tanggal 3 Juli 2012.
Namun bagaimana dengan deploy pasukan untuk pangkalan militer di pulau pulau terluar yang tidak memiliki landasan pesawat terbang ?. China mulai membangun landasan pacu pesawat fix wing di pulau terluar dengan cara reklamasi. Namun Indonesia tentu belum mampu, karena anggaran yang terbatas. Untuk Komisi Perhanan DPR, mulai melirik helikopter CH-47 Chinook Amerika Serikat, untuk melengkapi armada angkut pasukan TNI.
Munculnya ide pembelian helikopter Chinook, diawali saat kunjungan kerja Komisi I DPR ke AS dipimpin ketuanya Mahfudz Siddiq. Rombongan ini bertemu produsen Helikopter Chinook dan Boeing memberikan lampu hijau untuk menjualnya ke Indonesia.
Munculnya ide pembelian helikopter Chinook, diawali saat kunjungan kerja Komisi I DPR ke AS dipimpin ketuanya Mahfudz Siddiq. Rombongan ini bertemu produsen Helikopter Chinook dan Boeing memberikan lampu hijau untuk menjualnya ke Indonesia.
“Kementerian Pertahanan diharapkan mempertimbangkan, bahkan mengkaji pengadaan alat angkut bagi TNI mengingat pesawat yang ada saat ini seperti Hercules sudah tua sehingga perlu peremajaan bahkan bila perlu pembelian baru. Komisi I tertarik dan mengusulkan pesawat angkut jenis Chinook,” ujar anggota Komisi I DPR Muhammad Najib.
CH-47 Chinook memiliki keunggulan kapasitas angkut yang besar, baik untuk personil dan logistik. Heli ini juga mampu mengangkut (sling): pesawat tempur, kapal tempur, kendaraan tempur hingga tank seberat puluhan ton.
Helikopter angkut CH-47 Chinook sangat dibutuhkan negara archipelago seperti Indonesia yang memiliki 13000 pulau. Helikopter itu untuk mobilisasi pasukan ke pangkalan-pangkalan militer di pulau terluar seperti: di Pulau Nipah, Natuna, Kepulauan Riau, Papua, Sebatik dan sebagainya.
Helikopter angkut CH-47 Chinook sangat dibutuhkan negara archipelago seperti Indonesia yang memiliki 13000 pulau. Helikopter itu untuk mobilisasi pasukan ke pangkalan-pangkalan militer di pulau terluar seperti: di Pulau Nipah, Natuna, Kepulauan Riau, Papua, Sebatik dan sebagainya.
Lebih jauh lagi helikopter Chinook bisa digunakan untuk penanganan pasca-bencana, karena Indonesia termasuk wilayah “Ring of Fire”, titik pertemuan antar lempeng bumi.
Mungkin kita masih ingat betapa powerfullnya helikopter CH-47 Chinook Singapura, saat mendistribusikan logistik pasca Tsunami Aceh. Chinook juga dengan cepat mampu mengevakuasi penduduk dalam jumlah cukup besar. Kinerja helikopter Chinook itu, kontras dengan kemampuan Helikopter Bell 412 RI yang diterjunkan pasca Tsunami Aceh 2004.
Di Asia Tenggara, selain Singapura, Thailand juga telah menggunakan CH-47 Chinook. Sementara di dunia, sangat banyak pengguna Chinok, termasuk: Australia, Belanda, Italia, Canada, Spanyol dan Inggris.
Helikopter buatan Boeing ini diawaki oleh 3 kru (pilot, copilot dan flight engineer). Heli ini mampu mengangkut pasukan hingga 55 personil dan kargo di dalam heli 12 ton. Chinook memiliki panjang 30 meter dengan tinggi 5,7 meter. Chinook terbang dengan kecepatan maksimal 315 km/jam atau kecepatan jelajah 240 km/jam untuk jarak 741 km. Helikopter ini juga bisa dilengkapi 3 senjata mesin M240/FN MAG.
Chinook yang Combat Proven, yang telah malang melintang di perang; Vietnam, Iran-irak, Malvinas, Desert Shield dan Desert Storm di Irak, serta Perang Afghanistan. Bahkan Jepang menggunakan helikopter ini untuk mendinginkan Reaktor Nuklir Fukusima yang rusak akibat gempa 9.0 SR tahun 2011 lalu.
Inggris yang telah memiliki 46 helikopter CH-47 Chinook, terus melakukan pembelian. Bulan Agustus 2011, Inggris kembali membeli 14 helikopter CH-47 Chinook dari Boeing AS dengan nilai pembelian 1 Miliar Poundsterling atau Rp 14 triliun. Dengan demikian Inggris menjadi negara terbesar yang memiliki armada heli Chinook di Eropa, sebanyak 60 unit. Heli Chinook pesanan terbaru Inggris akan mulai diterima RAF pada 2013 untuk uji terbang. Paket pembelian dengan Boeing ini meliputi biaya pengembangan, produksi, dan dukungan teknis untuk lima tahun pertama.
Pabrik pembuat CH-47 Chinook, Boeing, menjadi sangat ramah terhadap Indonesia setelah Rusdi Kirana melalui maskapai penerbangan Lion Air membeli 230 pesawat Boeing senilai Rp 195 triliun, yang dikirim bertahap 2017-2025. Saking besarnya transaksi Indonesia dengan Boeing, pembelian 230 pesawat Boeing itu disaksikan langsung Presiden AS Barrack Obama.
Kehadiran helikopter Chinook di Indonesia akan meningkatkan wibawa TNI. Dengan kehadiran Chinook, Insinyur-Insinyur PT DI bisa berkenalan dengan helikopter tandem rotor. Masak, mau mengutak-atik heli satu rotor melulu. Sudah waktunya naik kelas mempelajari tandem rotor heavy-lift helicopter. Good Luck. (Jkgr)
No comments:
Post a Comment