SEOUL : Setelah sembilan tahun membangun, Indonesia kini memasuki era
kebangkitan industri pertahanan. Indonesia sudah mampu memproduksi
sejumlah jenis senjata api, panser, kapal laut, dan kini tengah
mempersiapkan pembuatan kapal selam dan pesawat tempur.
"Kita harus optimistis bahwa Indonesia bisa membangun industri
pertahanan untuk menjaga wilayah NKRI serta menunjang stabilitas politik
dan ekonomi," kata Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sjafrie
Sjamsoeddin dalam dialog dengan masyarakat Indonesia di Seoul, Korea
Selatan (Korsel), Minggu (10/11). Wamenhan berada di Seoul hingga Rabu
(13/11) untuk mengikuti "Cyber Defence Conference" dan meninjau pabrik
pembuatan T-50i Golden Eagle, pesawat tempur pesanan Indonesia yang
dibuat Korsel.
Indonesia sudah memesan satu skuadron--16 buah pesawat--T-50i dan
pengiriman sedang berlangsung. Selain pesawat, Indonesia juga memesan
kapal selam dari Korsel. Saat ini, Indonesia sudah memiliki lima kapal
selam dan sedang memesan tujuh kapal selam lagi. Korsel dipilih karena
negara ini sejak awal menggunakan kapal selam buatan Jerman, sama
seperti Indonesia. Kapal selam yang diproduksi Korsel pun merupakan
pengembangan dari kapal selam Jerman.
Keputusan bekerja sama dengan Korsel membuat Indonesia akan lebih
cepat menguasai teknologi pembuatan kapal selam. Lagi pula, kapal selam
buatan Jerman yang kini dipakai akan mudah mendapat suku cadang dan
perbaikan. Setelah kerja sama produksi di Korsel, pembuatan kapal selam
akan dialihkanke Indonesia. "Kita akan menjadi negara pertama di ASEAN
yang memproduksi kapal selam," kata wamenhan.
Sesuai amanat UU 16/2012 tentang Industri Pertahanan, lanjut Sjafrie,
Indonesia harus memproduksi sendiri senjata dan alat utama sistem
persenjataan (alutsista) di dalam negeri. Impor hanya untuk senjata dan
alusista yang tidak bisa diproduksi di Indonesia. "Itu pun dengan syarat
harus ada alih teknologi agar dalam waktu tertentu, semuanya bisa
diproduksi di dalam negeri. Alih teknologi sungguh menantang teknokrat
dan profesional kita," katanya.
"Kita tidak akan malu lagi saat latihan bersama sesama negara ASEAN,
bahkan dengan negara lain di luar ASEAN, yang lebih maju. Kita bisa
menunjukkan bahwa kita punya peralatan militer berat yang bagus.
Senjata, panser, kapal, dan pesawat buatan Indonesia sudah diekspor.
Semua kemampuan ini tinggal diitngkatkan," ungkap Sjafrie menjawab
pertanyaan para mahasiswa dan profesional asal Indonesia yang datang
dari berbagai wilayah di seluruh Korsel.
Dalam 10 tahun terakhir, kata wamenhan, kemajuan persenjataan
Indonesia cukup signifikan. Ini juga berkat alokasi anggaran untuk
pertahanan yang meningkat. Dalam lima tahun, pemerintah mengalokaskan
sekitar Rp 150 triliun untuk pertahanan. "Kita belum pakai semua karena
Indonesia masih membutuhkan dana untuk peningkatan kesejahteraan rakyat
dan pembangunan infrastruktur," paparnya.
Tiga Prinsip Universal
Mengutip Presiden SBY, Sjafrie mengatakan Indonesia memegang tiga prinsip plus satu dalam membangun bangsa dan menjaga kedaulatan negara. Pertama, kalau negara ingin kuat, politiknya harus bermartabat. Kedua, ekonomi harus tumbuh pesat. Ketiga, ada kemampuan pertahanan. "Yang harus mejadi perhatian adalah persatuan. Sepanjang ada persatuan, dalam negeri mauuun yang di luar negeri, kita akan kuat," kata Sjafrie.
Sistem pertahanan memberikan kontribusi terhadap politik dan ekonomi.
Saat ini, di era global Indonesia harus meningkatkan pertahanan dan
kerja sama. "Jika ingin damai, siaplah perang. Ini bukan berarti
Indonesia menyiapkan perang. Tapi, sebagai negara besar dan berdaulat,
kita harus mempunyai sistem pertahanan yang baik," kata Sjafrie.
Indonesia, lanjutnya, menempuh empat kegiatan strategis untuk membangun sektor pertahanan. Pertama, sistem pertahanan tidak hanya militer, melainkan juga nonmiliter. Kedua,
fokus pada pembangunan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan bela
negara. Hal ini bisa dijalankan setiap orang lewat pekerjaan
masing-masing, tanpa perlu menjadi TNI.
Ketiga, membangun sistem pertahanan setara dengan negara
lain untuk melindungi bangsa dan negara. Indonesia harus membangun
kekuatan militernya hingga menjangkau seluruh wilayah wilayah.
"Peralatan militer dimodernisasi agar high mobility," papar Sjafrie.
Keempat, membangkitkan kembali industri pertahanan.
Indonesia sudah menguasai teknologi menengah dan kini sedang menapak
menuju teknologi tinggi. "Untuk yang kemampuan yang tangible, kita masih menengah, tapi kemampuan intangible, kita sudah sangat tinggi," kata Sjafrie.
TKI Di Korea Selatan
Sementara itu, Dubes Indonesia untuk Korsel John Prasetio mengatakan saat ini terdapat 1.250 mahasiswa Indonesia yang belajar di Korsel. Selain itu, ada 250 profesional yang bekerja di kampus dan berbagai sektor ekonomi. "Ada 500 orang Korsel yang kawin dengan orang Indonesia," katanya.
Sedangkan jumlah TKI yang bekerja di industri manufaktur sebanyak
23.000 orang. Ditambah TKI yang bekerja di sektor lain, jumlah mereka
mencapai 33.000 orang. "Lebih dari 6.000 TKI tidak lagi bekerja. Mereka
yang tidak punya izin kerja, kami tidak berikan perpanjangan tinggal di
Korsel dan harus pulang," papar John .
Luas daratan Korsel hanya 100.200 km persegi atau jauh lebih kecil
dari Jawa. Penduduk negeri ini berjumlah 48 juta atau sepertiga penduduk
Jawa. Sekitar 25 persen penduduk Korsel tinggal di Seoul, kota
metropolitan terbesar di Korsel. Produk domestik bruto (PDB) Negeri
Ginseng ini sekitar US$ 1.700 miliar atau US$ 1,7 triliun dengan PDB per
kapita US$ 24.000.
Sumber : BeritaSatu
No comments:
Post a Comment