Pasca pensiunnya rudal Rapier, boleh jadi belum ada rudal arhanud yang benar-benar mumpuni dan mampu bikin pede pertahanan udara di wilayah Ibu Kota Jakarta. Pengganti Rapier memang ada, seperti rudal Grom buatan Polandia, soal kinerja dan performa rudal ini memang menjadi kontroversi. Nyatanya, sekalipun telah ada Grom dalam peluncur Poprad dan kanon 23 mm ZUR komposit Grom, Arhanud TNI AD masih memesan rudal lain dalam segmen MANPADS (Man Portable Air Defence Systems), yakni rudal Mistral dalam platform Atlas, dan kini juga tengah melirik rudal QW-3 buatan Cina.
Tapi lepas dari itu semua, sesungguhnya perhatian utama dalam modernisasi di segmen rudal arhanud merujuk ke Starstreak. Bagi yang mengindamkan RI punya rudal hanud jarak menengah/jauh sekelas S-300 buatan Rusia, maka Starstreak sama sekali tidak mirip, bahkan berbeda kelas. Starstreak tidak lain adalah rudal di kelas MANPADS SHORAD (Short Range Air Defence), sosok dan desainnya sebangun dengan rudal Mistral dan QW-3.
Mengutip sumber dari TheJakartaPost.com (17/1/2013), pengadaan alutsista ini sudah mulai dibicarakan sejak kedatangan PM Inggris, Tony Blair saat berkunjung ke Jakarta pada tahun 2006 silam. Alhasil kemudian berlangsunglah kontrak pembelian rudal Starstreak pada tahun 2012. “Indonesia membeli 1 baterai rudal Starstreak, yang terdiri dari sembilan peluncur,” ujar Kolonel. Jonni Mahroza, Atase Militer RI di Inggris. Tidak ada informasi lebih lanjut, dalam platform apakah Starstreak ini dibeli oleh Indonesia. Tapi besar kemungkinan, mengacu pada unit peluncur ground based dengan 3 peluncur pada dudukan tripod.
Jumlah satu baterai jelas tak mencukupi untuk upaya pertahanan yang efektif, idealnya dalam satu batalyon terdapat tiga baterai. Baterai bisa diibaratkan satuan setingkat kompi dalam kesatuan infanteri atau kavaleri. Starstreak disiapkan untuk menjadi perisai angkasa untuk wilayah DKI Jakarta. Hal ini dibuktikan dengan penunjukkan kesatuan Yon Arhanudse (Artileri Pertahanan Udara Sedang) 10 Kodam Jaya selaku operator rudal ini.
Starstreak
Urusan kecepatan menjadi nilai jual dari rudal ini, bahkan identitas rudal ini ditambahkan label HVM (High Velocity Missile). Dirunut dari sejarahnya, desain Starstreak dimulai pada awal tahun 1980, rudal ini lahir dari kompetisi ketat antara Thunderbolt MANPADS buatan BAe Systemss dengan Starstreak yang diusung oleh Short tahun 1984.
Keunggulan Starstreak bukan hanya terletak pada soal kecepatan, metode penyergapan rudal ini pun terbilang unik. Starstreak dikemas dalam tabung tersegel yang bebas perawatan sepanjang umur pakainya (maintenance free). Artinya, rudal tidak perlu diinspeksi secara berkala, cukup disimpan sesuai petunjuk pabrikan hingga tanggal kadaluwasa, dalam hal ini masa pakai Starstreak hingga 15 tahun. Tabung peluncur terisi rudal yang terintegrasi dengan unit pembidik yang dilengkapi stabilizer otomatis. Sementara juru tembak membidik target, aiming unit secara simultan mangalkulasi trayaktori target agar diperoleh jalur lintasan yang paling tepat untuk mengarahkan rudal menuju sasaran.
Setelah proses persiapan rampung, juru tembak tinggal memencet trigger yang memicu penyalaan booster. Sejarak sekitar 10 hingga 15 meteran dari operator (tergantung kondisi atmosfir dan ketinggian saat penembakan), motor utama akan menyala melesatkan rudal hingga kecepatan 3,5 Mach. Berkat akselerasi yang tinggi, kecepatan supersonic tersebut dapat dicapai hanya dalam jarak 400-an meter dari posisi juru tembak.
Segera setelah motor roket utama membakar habis semua propelannya, maka tiga anak panah (dart) akan melesat dari bagian depan rudal. Ketiganya melesat menuju target dalam formasi melingkar dengan diameter sekitar 1,5 meter. Setiap dart (oleh pabriknya disebut hittiles) punya panjang 396 mm, diameter 22 mm, dan beratnya 900 gram. Masing-masing hittiles terdiri dari dua bagian. Bagian depan terdapat dua canard yang berotasi saat melesat. Bagian ini tersambung dengan bagian belakang yang tak berputar yang memiliki empat sirip. Di bagian belakang inilah terdapat perangkat elektronik yang berperan memandu rudal.
Ujung hittles terbuat dari tungsten yang membungkus 450 gram hulu ledak yang diaktifkan dengan sumbu perkenaan langsung dengan jeda (delayed impact fuze). Tujuannya agar setelah menabrak targetnya, hittles berkesempatan menembus body target sebelum meledak di dalamnya, sehingga bisa dipastkan daya hancurnya sangat besar. Selain dengan sumbu jeda, peningkatan efek destruktif juga diperoleh dari tungsten, sejenis metal yang cenderung rapuh (brittle), namun tingkat kekerasannya lebih tinggi ketimbang baja. Bahan peledak yang yang dibungkus tungsten pada kepala hittles jika meledak akan menyemburkan pecahan tungsten dengan daya hantam yang diyakini dapat menjebol lapisan baja terkuat pada pesawat atau heli tempur sekalipun.
Dengan sistem pemandu laser (laser guided) atau laser beam riding guidance, Starstreak dapat melaju menghantam sasaran tanpa risiko terkena jamming (anti jamming), dan tingkat akurasi rudal ini pun jauh lebih tinggi ketimbang rudal panggul (MANPADS) yang berpemandu infra red. Dari spesifikasi sistem pemandu, rudal RBS-70 dan rudal QW-3 juga menganut pemandu laser.
Untuk membutikan daya hancurnya, Starstreak dilakukan uji tembak pada 1999, setelah operasional perdana tahun 1997. Target pengujian bukanlah drone, melainkan ranpur lapis baja FV432 APC. Karena dilepaskan ke sasaran permukaan sehingga trayektori rudal cenderung datar, kecepatan lesatnya pun melebihi spesifikasi standar, yakni 1.200 meter/detik dan terbukti mampu menjebol lapisan baja ranpur tersebut. Karena kecepatannya, Starstreak diklaim mampu menguber target yang bermanuver lincah hingga 9g sekalipun.
Multi Platform
Dengan mengambil basis MANPADS, Starstreak memang disiapkan untuk bisa ditempatkan dalam beberapa platform. Diantaranya rudal buatan Inggris ini dapat di setting dalam High Mobility Multi Weapon Air Defence System, dimana 6 rudal Starstreak dipasang terpadu dengan kanon kaliber 40 mm. Kombinasi dua sista ini dipasang dalam satu kubah pada kendaraan tempur sekelas panser. Kemudian dapat pula dipasang pada platform Avenger Air Defence System dan THOR. Masih ada lagi platform luncur Starstreak, seperti ground based anti air missile dengan tiga peluncur, self propelled Starstreak system, dan shoulder launched, alias dengan cara dipanggul oleh seorang prajurit. Bahkan, rudal buatan Thales Air Defence ini dapat dilepaskan dari heli serbu, yakni AH-64 Apache.
Bukan Tanpa Kelemahan
Meski super canggih, bukan berarti Starsrtreak tanpa kelemahan. Musuh dari rudal ini adalah cuaca, dalam kondisi berkabut atau berasap, pancaran laser dapat menjadi bias dan tidak efektif. Selain itu, Starstreak dianggap kurang fleksibel dalam menggasak sasaran, lantaran mutlak mensyaratkan perkenaan langsung (impact), alias rudal ini tidak mampu menghancurkan sasaran dengan meledak dekat posisi sasaran (proximity detonation). Indonesia menjadi negara keempat pengguna Starstreak, setelah Inggris, Afika Selatan, dan Thailand. Dikutip dari Wikipedia.com, populasi Starstreak kini mencapai 7.000 unit di seluruh dunia.
Urusan harga juga menjadi halangan tersendiri dalam pemasaran Starstreak. Beberapa sumber menyebut harga rudal ini jauh lebih tinggi dari Mistral, boleh jadi itulah alasan mengapa Indonesia hanya membeli 1 baterai Starstreak, alias hanya 9 peluncur saja. (Bayu Pamugkas)
Spesifikasi Starstreak
- Manufaktur : Thales Air Defence UK
- Jarak Tembak Efektif Max : 7.000 meter
- Jarak Tembak Min : 1.500 meter
- Jarak Ketinggian Luncur : 5.000 meter
- Durasi Luncur : 8 detik
- Kecepatan : 3,5 Mach (860 meter/detik)
- Bobot Luncur : 14 kg
- Sistem Pemandu : Laser guided
- Pendorong : Roket berbahan bakar padat
- Maintenance Free : 15 tahun
No comments:
Post a Comment