Pengamat militer Universitas Muhammadiyah Malang Dr Muhadjir Effendi
mengemukakan pemerintah harus terus berupaya melakukan modernisasi alat
utama sistem senjata (alutsista) agar tidak tertinggal dengan negara
lain.
"Sudah ada perkembangan positif dalam skema pembenahan dunia militer di Tanah Air, meski dilakukan secara bertahap. Kita harus terus semakin memperkuat kemampuan sendiri dalam pengadaan persenjataan utama maupun pendukung," tegas Muhadjir Effendi di Malang, Sabtu.
Hal itu disampaikan Muhadjir ketika menanggapi meningkatnya anggaran militer dalam RAPBN 2014 yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pidato Kenegaraan menjelang peringatan HUT ke-68 Kemerdekaan RI di gedung DPR RI (Jumat, 16/8).
Dalam pidatonya Presiden SBY menyampaikan anggaran militer yang diplot dalam pos Kementerian Pertahanan pada RAPBN 2014 sebesar Rp83,4 triliun dan anggaran kepolisian mencapai Rp41,5 triliun.
Hingga tahun 2024, target anggaran untuk alutsista mencapai Rp170 triliun atau sekitar 1,5 persen dari total APBN. Sementara Singapura dan Malaysia sudah menganggarkan antara 2-3 persen dari APBN-nya.
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu mengapresiasi upaya pemerintah untuk memodernisasi alutsista, namun anggaran sebesar Rp83,4 triliun tersebut masih perlu rincian lebih lanjut terkait distribusi dan alokasi penggunaannya, termasuk untuk meningkatkan kesejahteraan parjurit.
Ia mengakui saat ini Indonesia dalam kondisi dilematis, sebab kondisi alutsista membutuhkan anggaran yang cukup besar sebagai alat pertahanan negara dan kesejahteraan prajurit juga harus menjadi perhatian, sebab tingkat kesejahteraan prajurit sekarang ini masih rendah.
"Walaupun dana yang dianggarkan untuk modernisasi alutsista ini masih belum sebesar negara tetangga, pemerintah sudah melakukan yang terbaik dan secara bertahap sistem persenjataan militer kita juga tidak akan kalah dengan negara lain," tegas Muhadjir.
Belum lama ini Muhadjir mengemukakan kerja sama produksi ("joint product") dengan beberapa negara untuk memodernisasi alutsista jauh lebih menguntungkan daripada membeli dari negara maju.
Menurut dia, untuk meningkatkan kualitas alutsista kita akan lebih baik kalau melakukan joint product dengan negara tetangga yang kualitas teknologinya tidak terlalu jauh dengan Indonesia, seperti Korea Selatan (Korsel) dan China. Sedangkan untuk teknologi rudal bisa menggandeng Iran.
"Kesempatan dan peluang untuk melakukan kerja sama produksi tersebut cukup terbuka, apalagi kerja sama tersebut juga bisa mengurangi biaya. Namun, yang lebih penting lagi adalah mengurangi tingkat ketergantungan Indonesia terhadap kebutuhan peralatan militer dari negara maju," tandasnya.
"Sudah ada perkembangan positif dalam skema pembenahan dunia militer di Tanah Air, meski dilakukan secara bertahap. Kita harus terus semakin memperkuat kemampuan sendiri dalam pengadaan persenjataan utama maupun pendukung," tegas Muhadjir Effendi di Malang, Sabtu.
Hal itu disampaikan Muhadjir ketika menanggapi meningkatnya anggaran militer dalam RAPBN 2014 yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pidato Kenegaraan menjelang peringatan HUT ke-68 Kemerdekaan RI di gedung DPR RI (Jumat, 16/8).
Dalam pidatonya Presiden SBY menyampaikan anggaran militer yang diplot dalam pos Kementerian Pertahanan pada RAPBN 2014 sebesar Rp83,4 triliun dan anggaran kepolisian mencapai Rp41,5 triliun.
Hingga tahun 2024, target anggaran untuk alutsista mencapai Rp170 triliun atau sekitar 1,5 persen dari total APBN. Sementara Singapura dan Malaysia sudah menganggarkan antara 2-3 persen dari APBN-nya.
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu mengapresiasi upaya pemerintah untuk memodernisasi alutsista, namun anggaran sebesar Rp83,4 triliun tersebut masih perlu rincian lebih lanjut terkait distribusi dan alokasi penggunaannya, termasuk untuk meningkatkan kesejahteraan parjurit.
Ia mengakui saat ini Indonesia dalam kondisi dilematis, sebab kondisi alutsista membutuhkan anggaran yang cukup besar sebagai alat pertahanan negara dan kesejahteraan prajurit juga harus menjadi perhatian, sebab tingkat kesejahteraan prajurit sekarang ini masih rendah.
"Walaupun dana yang dianggarkan untuk modernisasi alutsista ini masih belum sebesar negara tetangga, pemerintah sudah melakukan yang terbaik dan secara bertahap sistem persenjataan militer kita juga tidak akan kalah dengan negara lain," tegas Muhadjir.
Belum lama ini Muhadjir mengemukakan kerja sama produksi ("joint product") dengan beberapa negara untuk memodernisasi alutsista jauh lebih menguntungkan daripada membeli dari negara maju.
Menurut dia, untuk meningkatkan kualitas alutsista kita akan lebih baik kalau melakukan joint product dengan negara tetangga yang kualitas teknologinya tidak terlalu jauh dengan Indonesia, seperti Korea Selatan (Korsel) dan China. Sedangkan untuk teknologi rudal bisa menggandeng Iran.
"Kesempatan dan peluang untuk melakukan kerja sama produksi tersebut cukup terbuka, apalagi kerja sama tersebut juga bisa mengurangi biaya. Namun, yang lebih penting lagi adalah mengurangi tingkat ketergantungan Indonesia terhadap kebutuhan peralatan militer dari negara maju," tandasnya.
Sumber : Antara
No comments:
Post a Comment