Menarik mencermati langkah AU India pada saat
memutuskan untuk membeli Pesawat Tempur buatan Prancis,Rafale. Dengan
pembelian sebanyak 189 unit jet tempur, menjadikan AU India sebagai
negara pertama dan operator terbesar Jet Tempur Rafale, di luar AU dan
AL Prancis. Tentunya kita maklum dan masih ingat, kalau AU India juga
menggunakan Jet Tempur Mirage-2000 buatan Prancis untuk mendampingi
Su-27/30MKI Flanker menjadi Squadron Komposit. Dengan nilai kontrak
sebesar 12 -15 Milliar Dollar Amerika, India mendapatkan kesempatan
untuk merakit Jet Tempur tersebut melalui pabrikan pertahanan India,
Hindustan Aeronautics Ltd (HAL).
Keinginan AU India untuk untuk membeli Pesawat Jet Tempur Rafale kemudian menyandingkannya dengan Pesawat Su-27/30 MKI Flanker merupakan langkah yang sangat tepat dan strategis untuk mengimbangi dominasi AU Cina dan AU Pakistan dalam menghadapi Konflik Regional di Asia bagian Selatan. AU India yang menganut konsep Heavy - Medium - Low Fighter, di mana Heavy Fighter di isi dengan kehadiran Su-27/30 MKI Flanker, Medium Fighter dilengkapi dengan Mig-29 Fulcrum dan Mirage 2000 sedangkan Low Fighter dilengkapi dengan Mig-21,Mig-27 dan Jaguar. Pesawat Tempur Rafale yang hadirnya belakangan akan melengkapi di formasi Medium Fighter. Lantas bagaimana dengan TNI-AU ?…
TNI-AU sendiri pun kalau di perhatikan secara seksama menganut konsep yang tidak berbeda jauh dengan AU India. Dimana Heavy Fighternya di lengkapi dengan Su-27/30 Flanker, untuk Medium Fighter di isi dengan F-16 A/B Fighting Falcon, Sedangkan Low Fighternya di lengkapi dengan F-5E/F Tiger II dan Hawk 200. Seiring dengan berjalannya Kemajuan Teknologi Militer Dirgantara yang ada dan mencermati Dinamika Kawasan Regional yang berkembang, setidaknya langkah antisipasi mestinya dilakukan untuk Memodernisasi dan Menambah Kekuatan Pesawat Tempur TNI-AU. Tidak mungkin TNI-AU terus menerus mengandalkan kemampuan pada Pesawat Tempur Generasi 4 dan Generasi 3, seperti Pesawat Tempur F-16 A/B Fighting Falcon dan F-5 E/F Tiger II serta Hawk 200 yang di lihat dari sisi teknologinya sudah tertinggal di era Pesawat Tempur Generasi 4,5 dan Generasi 5.
TNI-AU setidaknya mulai melirik Medium Fighter untuk mengurangi beban kerja keras dari Su-27/30 Flanker yang terkadang di gunakan sebagai pesawat patroli, mengejar pesawat asing yang “Slonong Boy” di Wilayah Udara Indonesia. Mosok, Pesawat sekelas Flanker di gunakan hanya untuk itu, Lha Wong Pesawat yang berlabel “Striking Force alias Kekuatan Pemukul” mestinya anteng di Pangkalan sambil menunggu kehadiran pesawat sekelas F-15 Eagle atau F-18 E/F Super Hornet, itu baru lawan seimbang yang di hadapi. Kalau pun nanti pada akhirnya TNI -AU mencari pengganti untuk pesawat-pesawat generasi ke-3 dan ke-4, Pilihannya utamanya jatuh pada “Burung Besi” yang bernama Rafale buatan Perancis….
Produk Militer buatan Prancis sangat familiar di gunakan sebagai Alutsista TNI. Lihat saja Rudal Exocet yang terpasang di KRI-KRI milik TNI-AL, Rudal Mistral yang akan melengkapi kesatuan Arhanud TNI-AD. Bahkan untuk Kaveleri TNI-AD sudah sejak lama akrab dengan tank AMX-13 dan AMX-10PAC yang di gunakan oleh Kaveleri Marinir. Belum termasuk Howitzer Swagerak macam Caesar yang akan memperkuat Kesatuan Armed TNI-AD. Selain Produk Militer yang familiar, Kita berharap bisa terjalin kerja sama dalam pengembangan Alutsista seperti yang telah di lakukan. Contoh penerapannya bisa di lihat pada pengembangan Panser ANOA yang berbasiskan Panser VAB Prancis, Rantis Komodo yang berbasiskan Rantis Sherpa dan pembuatan CN-295 Persuader atas Lisensi Airbus Military Industries kepada PT. DI. Lebih dari pada dua hal yang telah di sampaikan di atas , Perancis jarang melakukan embargo militer hanya karena alasan HAM dan Perancis memiliki kepentingan utama dalam Eksplorasi Sumber Daya Mineral di Indonesia melalui perusahaan minyaknya,Total Indonesie.
Dengan aspek Non Teknis yang ada sekiranya bisa saling melengkapi dengan Aspek Teknis sebagai bahan pertimbangan untuk melihat kelebihan Jet Tempur Rafale. Kemampuan Rafale jika dari dilihat Aspek Teknisnya, Dengan 14 Cantelan (Hard Points) yang di miliki mampu mengangkut beban hingga 9.5 ton, Memiliki kemampuan jarak tempuh hingga 3.700 km, Kemampuan radar BVR Rafale setingkat di atas Su-30MKI Flanker, bahkan ongkos BBM Pesawat Rafale 2x lebih hemat di bandingkan dengan Su-30MKI Flanker, Rafale membutuh 0.27km/l sementara Su-30MKI Flanker membutuhkan 0.58km/l (di kutip dari sumber http://www.aviatia.net/versus/rafale-vs-su-30mki/). Walaupun di katagorikan sebagai Pesawat yang mahal dalam sisi harga, Kita yakin dengan kemampuan Pemerintah (dalam hal ini Kemenhan - TNI) dalam bernegosiasi mampu mendapatkan 2-3 Skuadron Rafale. (Lihat saja pada pembelian MBT Leopard yang akhirnya mencapai seratusan unit plus bonus IFV Marder)
Rafale yang Cantik dan Ramping ini sangat pantas untuk di sandingkan dengan Flanker yang Gagah dan Kekar untuk memperkuat Alutsista TNI-AU sekaligus untuk menjaga Kedaulatan dan Kewibawaan Dirgantara Indonesia……
Swa Bhuwana Paksa …. Sayap Tanah Air Indonesia
Keinginan AU India untuk untuk membeli Pesawat Jet Tempur Rafale kemudian menyandingkannya dengan Pesawat Su-27/30 MKI Flanker merupakan langkah yang sangat tepat dan strategis untuk mengimbangi dominasi AU Cina dan AU Pakistan dalam menghadapi Konflik Regional di Asia bagian Selatan. AU India yang menganut konsep Heavy - Medium - Low Fighter, di mana Heavy Fighter di isi dengan kehadiran Su-27/30 MKI Flanker, Medium Fighter dilengkapi dengan Mig-29 Fulcrum dan Mirage 2000 sedangkan Low Fighter dilengkapi dengan Mig-21,Mig-27 dan Jaguar. Pesawat Tempur Rafale yang hadirnya belakangan akan melengkapi di formasi Medium Fighter. Lantas bagaimana dengan TNI-AU ?…
TNI-AU sendiri pun kalau di perhatikan secara seksama menganut konsep yang tidak berbeda jauh dengan AU India. Dimana Heavy Fighternya di lengkapi dengan Su-27/30 Flanker, untuk Medium Fighter di isi dengan F-16 A/B Fighting Falcon, Sedangkan Low Fighternya di lengkapi dengan F-5E/F Tiger II dan Hawk 200. Seiring dengan berjalannya Kemajuan Teknologi Militer Dirgantara yang ada dan mencermati Dinamika Kawasan Regional yang berkembang, setidaknya langkah antisipasi mestinya dilakukan untuk Memodernisasi dan Menambah Kekuatan Pesawat Tempur TNI-AU. Tidak mungkin TNI-AU terus menerus mengandalkan kemampuan pada Pesawat Tempur Generasi 4 dan Generasi 3, seperti Pesawat Tempur F-16 A/B Fighting Falcon dan F-5 E/F Tiger II serta Hawk 200 yang di lihat dari sisi teknologinya sudah tertinggal di era Pesawat Tempur Generasi 4,5 dan Generasi 5.
TNI-AU setidaknya mulai melirik Medium Fighter untuk mengurangi beban kerja keras dari Su-27/30 Flanker yang terkadang di gunakan sebagai pesawat patroli, mengejar pesawat asing yang “Slonong Boy” di Wilayah Udara Indonesia. Mosok, Pesawat sekelas Flanker di gunakan hanya untuk itu, Lha Wong Pesawat yang berlabel “Striking Force alias Kekuatan Pemukul” mestinya anteng di Pangkalan sambil menunggu kehadiran pesawat sekelas F-15 Eagle atau F-18 E/F Super Hornet, itu baru lawan seimbang yang di hadapi. Kalau pun nanti pada akhirnya TNI -AU mencari pengganti untuk pesawat-pesawat generasi ke-3 dan ke-4, Pilihannya utamanya jatuh pada “Burung Besi” yang bernama Rafale buatan Perancis….
Produk Militer buatan Prancis sangat familiar di gunakan sebagai Alutsista TNI. Lihat saja Rudal Exocet yang terpasang di KRI-KRI milik TNI-AL, Rudal Mistral yang akan melengkapi kesatuan Arhanud TNI-AD. Bahkan untuk Kaveleri TNI-AD sudah sejak lama akrab dengan tank AMX-13 dan AMX-10PAC yang di gunakan oleh Kaveleri Marinir. Belum termasuk Howitzer Swagerak macam Caesar yang akan memperkuat Kesatuan Armed TNI-AD. Selain Produk Militer yang familiar, Kita berharap bisa terjalin kerja sama dalam pengembangan Alutsista seperti yang telah di lakukan. Contoh penerapannya bisa di lihat pada pengembangan Panser ANOA yang berbasiskan Panser VAB Prancis, Rantis Komodo yang berbasiskan Rantis Sherpa dan pembuatan CN-295 Persuader atas Lisensi Airbus Military Industries kepada PT. DI. Lebih dari pada dua hal yang telah di sampaikan di atas , Perancis jarang melakukan embargo militer hanya karena alasan HAM dan Perancis memiliki kepentingan utama dalam Eksplorasi Sumber Daya Mineral di Indonesia melalui perusahaan minyaknya,Total Indonesie.
Dengan aspek Non Teknis yang ada sekiranya bisa saling melengkapi dengan Aspek Teknis sebagai bahan pertimbangan untuk melihat kelebihan Jet Tempur Rafale. Kemampuan Rafale jika dari dilihat Aspek Teknisnya, Dengan 14 Cantelan (Hard Points) yang di miliki mampu mengangkut beban hingga 9.5 ton, Memiliki kemampuan jarak tempuh hingga 3.700 km, Kemampuan radar BVR Rafale setingkat di atas Su-30MKI Flanker, bahkan ongkos BBM Pesawat Rafale 2x lebih hemat di bandingkan dengan Su-30MKI Flanker, Rafale membutuh 0.27km/l sementara Su-30MKI Flanker membutuhkan 0.58km/l (di kutip dari sumber http://www.aviatia.net/versus/rafale-vs-su-30mki/). Walaupun di katagorikan sebagai Pesawat yang mahal dalam sisi harga, Kita yakin dengan kemampuan Pemerintah (dalam hal ini Kemenhan - TNI) dalam bernegosiasi mampu mendapatkan 2-3 Skuadron Rafale. (Lihat saja pada pembelian MBT Leopard yang akhirnya mencapai seratusan unit plus bonus IFV Marder)
Rafale yang Cantik dan Ramping ini sangat pantas untuk di sandingkan dengan Flanker yang Gagah dan Kekar untuk memperkuat Alutsista TNI-AU sekaligus untuk menjaga Kedaulatan dan Kewibawaan Dirgantara Indonesia……
Swa Bhuwana Paksa …. Sayap Tanah Air Indonesia
No comments:
Post a Comment