Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT)
Kementerian Perindustrian Budi Darmadi mengatakan, saat ini, industri
pertahanan di dalam negeri telah mampu menguasai teknologi untuk level
menengah. Ke depan, penguasaan teknologinya akan ditingkatkan menjadi
lebih tinggi lagi.
Di sisi lain, pemerintah juga berambisi menaikkan level pemenuhan
konten lokal industri tersebut di atas 35%. “Kami memacu pertumbuhan
industri agar bisa memenuhi kandungan lokal 35%. Jadi, untuk pengadaan
alutsista atau almatsus (alat material khusus), 35% di antaranya
diserahkan untuk pengerjaan di dalam negeri,” tutur Budi.
Menurut dia, industri pertahanan di Tanah Air sebenarnya sudah bisa
memproduksi berbagai jenis alas pertahanan dan pendukungnya. Tapi,
alusista dengan level teknologi tertentu dan umumnya belum menggunakan
teknologi tinggi.
“Misalnya, untuk peluru dengan radar dan dengan waktu meledak yang sudah diatur, itu belum bisa kita buat,” kata Budi.
Mengutip data Kementerian Riset dan Teknologi, masterplan pembangunan
industri pertahanan nasional ditetapkan tahun 2010-2029. Indonesia
diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok matra darat, laut, dan udara
TNI, sehingga bisa mandiri tahun 2029.
Sementara itu, Sekjen Kemenperin Ansari Bukhari mengatakan, industri
pertahanan merupakan salah satu sektor industri strategis yang perhi
mendapat perhatian semua pihak dalam pengembangannya. Menurut dia,
keberadaan industri tersebut harus mendapat dukungan yang lebih besar.
“Pertahanan kita akan lebih kuat dan mampu bersaing dengan industrtri sejenis dari negara-negara lain,” ujarnya.
Menurut Ansari, ciri utama sektor industri pertahanan adalah
keberadaan teknologi tinggi. Untuk itu, penguasaan terhadap teknologi
terkini sangat diperlukan agar tidak tertinggal dengan negara lain.
Pengembangan industri pertahanan tanpa adanya kemajuan teknologi hanya
akan berjalan di tempat,
Ansari berharap, industri pertahanan dalam negeri bisa memenuhi
kebutuhan yang ada sehingga pertahanan dan keamanan dalam negeri dapat
terjamin. Apalagi persaingan dunia akan semakin ketat.
Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kemenperin Budi
Darmadi mengakui, Indonesia masih mengimpor alat pertahanan. Namun,
pihaknya terus berusaha mengurangi impor tersebut dengan mengembangkan
industri dalam negeri.
“Untuk alat-alat pertahanan tertentu kita masih impor. Tapi ada juga yang sudah diproduksi di dalam negeri,” jelasnya.
Bekas Menteri Perindustrian Hartarto Sastrosoenarto mengatakan, untuk
mengembangkan industri pertahanan dalam negeri, selain dibutuhkan
kemampuan teknologi juga butuh pembiayaan yang besar.
Karena itu, dia meminta pemerintah menetapkan kerangka pembiayaan
jangka panjang untuk industri pertahanan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
“Dimungkinkan untuk membiayai kegiatan tersebut melalui lembaga keuangan, seperti Bapindo tempo dulu,” katanya.
Menurut Hartarto, negara-negara tetangga seperti Malaysia, India dan
Thailand sudah memiliki bank tersebut. Kedepan, pemerintah harus
memberikan dana ke lembaga keuangan yang tugasnya membiayai sektor
industri. Hal itu untuk pemberian kredit jangka panjang dengan bunga
yang rendah untuk industri pertahanan dan industri lainnya.
“Tiap tahun dimasukkan modal baru, sehingga dana tersebut dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan industri pertahanan dan industri dasar
lainnya,” jelasnya.
Dia juga berharap, pada 2025 rasio pendapatan pajak terhadap produk
domestik bruto (PDB) mencapai 20-25 persen. Dengan pemasukan pajak
sebesar itu, pemerintah tidak perlu meminjam lagi untuk menutup defisit
APBN.
Menteri Perindustrian MS Hidayat meminta industri galangan kapal mulai meningkatkan level tingkat kandunganl dalam negeri (TKDN) produksinya. Hal itu juga dipengaruhi permintaan spesifikasi khusus sesuai kebutuhan, seperti kapal migas yang membutuhkan spesifikasi tertentu.
“Saya berharap TKDN bangunan kapal produksi galangan dalam negeri
bisa ditingkatkan. Jadi, sambil pemerintah merriacu daya saing dan
efisiensi, industri galangan kapal dalam negeri menaikkan TKDN-nya. Ini
nanti terkait dengan P3DN (Peningkatanii Penggunaan Produk Dalam/
Negeri), yakni pemanfaatkan preferensi harga untuk proyek-proyek yang
menggunakan APBN,” terang Hidayat.
Dia mengatakan, TKDN kapal bangunan baru produksi galangan dalam
negeri beragam. Berbeda antara kapal penumpang dan angkutan, tergantung
sektor pengguna.”Kalau untuk kapal penumpang, TKDN-nya sudah bisa 55
persen dan untuk sektor migas memang masih di bawahnya karena
spesifikasinya khusus,” ujarnya.
Sumber : TM
No comments:
Post a Comment