Kontrak jual-beli mesin perang AS di Asia tahun lalu US$ 13,7 miliar
Helikopter Apache |
Mesin-mesin
perang buatan Amerika Serikat - seperti jet tempur dan sistem anti
rudal - diperkirakan laris manis di Asia pada tahun-tahun mendatang.
Tingginya permintaan mesin perang Amerika itu memanfaatkan ketegangan
dan persaingan di negara-negara Asia - terutama negara-negara di sekitar
China dan Korea Utara.
Bagi
kalangan pedagang senjata, seperti dilansir kantor berita Reuters,
pergeseran strategi keamanan AS - yang belakangan ini mendekat ke Asia -
turut menguntungkan mereka. Washington belakangan ini makin gencar
mengingat kerjasama baru maupun memperluas kemitraan pertahanan dengan
negara-negara sahabat di kawasan itu.
Apalagi,
Asia sedang dilanda dua ketegangan besar, yang melibatkan sejumlah
negara. Salah satunya ketegangan program nuklir Korea Utara dan yang
lain adalah sengketa teritorial antara China dengan negara-negara
pesisir di Laut China Selatan. Kebetulan pula negara-negara Asia itu
tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil sehingga punya cukup
anggaran untuk memperkuat pertahanan masing-masing.
Pergeseran
strategi AS ini "akan menghasilkan bertambahnya peluang bagi industri
kami dalam membantu memperlengkapi para [negara] sahabat," kata Fred
Downey, wakil presiden urusan keamanan nasional dari Aerospace
Industries Association (AIA). Ini merupakan kelompok dagang yang
melingkupi para pembuat senjata asal AS.
Besarnya
permintaan senjata asal AS diperkirakan berlangsung selama beberapa
tahun, demikian menurut penilaian AIA dalam tinjauan dan prakiraan yang
dipublikasikan pada Desember 2012.
AIA
yakin bahwa kekhawatiran para negara tetangga akan meningkatnya belanja
militer China bakal memicu pula penjualan mesin perang AS di Asia
Tenggara dan Selatan. Ini untuk mengimbangi turunnya permintaan senjata
dari Eropa, yang sedang berhemat karena mengalami krisis keuangan.
Badan
Kerjasama Keamanan dari Departemen Pertahanan AS (Pentagon),
mengungkapkan bahwa kesepakatan penjualan mesin perang dengan
negara-negara yang berada di kawasan operasi Komando Militer AS di
Pasifik pada tahun fiskal 2012 mencapai US$ 13,7 miliar. Jumlah ini naik
5,4 persen dari tahun sebelumnya. Kesepakatan-kesepakatan itu
menggambarkan pasokan di masa depan.
Pada
2012, ada sekitar 65 pemberitahuan kepada Kongres AS atas penjualan
mesin perang yang diatur oleh Washington ke luar negeri. Nilainya bisa
lebih dari US$ 63 miliar. Selain itu, Departemen Luar Negeri AS menerima
lebih dari 85.000 permintaan atas mesin perang berlisensi dari sejumlah
negara pada 2012. Itu merupakan rekor baru.
Menurut
data dari Congressional Research Service, pada 2011, AS mendapat
kontrak penjualan senjata senilai US$ 66,3 miliar, atau 78 persen dari
kontrak di penjuru dunia. Pada 2011, sebagian besar kontrak berasal dari
Arab Saudi, yaitu senilai US$ 33,4 miliar, diikuti oleh India senilai
US$ 6,9 miliar.
Rupert
Hammond-Chambers, konsultan untuk para pembuat senjata AS melalui
BowerGroupAsia, memperkirakan anggaran pertahanan negara-negara Asia
Tenggara akan bertambah cukup banyak. Ini merupakan antisipasi akan
langkah-langkah China dalam konflik teritorial di Laut China Selatan dan
Laut China Timur.
No comments:
Post a Comment