Beberapa hari terakhir ini banyak artikel di web mengenai kegiatan PT.DI. salah satu yang paling menarik perhatian adalah adanya produksi bersama atau join production antara PT.DI dan KAI (Korean aerospace Industri, Pabrik pesawat korea selatan). Dalam artikel yang beredar, disebutkan kerja sama ini akan memakan dana 8 miliar dolar amerika.
Pembagiannya, Indonesia nyumbang 2 Miliar sementara Korsel yang menanggung sisanya. Disebutkan juga, PT.DI nantinya akan membangun 50 pesawat tempur, sementara KAI akan membuat sebanyak 200 buah. Untuk lebih jelasnya liat link berikut: http://jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=125194
Strategi Bisnis Senjata Korea Selatan
Secara perlahan tapi pasti, Industri senjata korea selatan makin menancapkan kukunya di Indonesia. Indonesia khususnya TNI-AL di tahun 80-an pernah membeli kapal serang cepat, Patrol Ship Killer kelas Mandau dari Korea selatan. Kemudian Korsel juga memasok senapan serbu ringan seperti K-1, K-3 kan K-7. di Udara, pesawat latih KT-1B telah menari-nari bersama TNI-AU sejak awal tahun 2000-an. lalu kemudian, Korsel membangun LPD pertama untuk TNI-AL dari kelas Tanjung dalpele (kini KRI dr.Suharso). kontrak rupanya berlanjut dengan pembangunan LPD kelas Makassar, dimana dari 4 yang dipesan, 2 diantaranya dibangun oleh PT.PAL melalu skema Transfer of Technology. Bahkan PT.PAL diperbolehkan melakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhan TNI-AL. karenanya LPD ke-tiga (KRI Banjarmasin) memiliki bentuk yang berbeda dengan LPD sebelumnya.
Kerja sama juga dilakukan dengan hibah Ranpur Amfibi bekas pakai Korsel, yang kini dioperasikan oleh Marinir TNI-AL. sementara, kapal selam TNI-AL juga kini sedang mengalami peningkatan kemampuan di negeri ginseng tersebut. Di matra darat, Korsel juga konon membantu PT.DI untuk merancang Panser kanon. Meski demikian, kelanjutan mengenai proyek ini belum dipublikasikan.
Dapat kita lihat disini, Korsel sangat agresif untuk menjual peralatan tempurnya. Kelebihannya disbanding Negara lain adalah, Korsel terkesan tidak pelit dalam hal bagi-bagi teknologi. Pasalnya Setiap kontrak yang terjadi selalu dibarengi dengan kerja sama produksi bersama.
T/A-50
Kembali ke proyek antara PT.DI dan KAI, besar kemungkinan jika proyek ini terwujud, pesawat yang akan menjadi basis produksi adalah KAI T/A-50. T/A-50 sendiri adalah pesawat latih lanjut canggih yang juga bisa berperan sebagai pesawat tempur ringan. Pada tahap lebih lanjut, T/A-50 dikembangkan menjadi F-50, sebuah pesawat tempur ringan sejati. KAI dalam melakukan proyek ini sendiri mendapat bantuan dari pabrikan Amerika Serikat, Lockheed Martin. Karenanya, bentuk T/A 50 mirip dengan F-16.
Pengembangan T/A-50 dimulai dengan proyek KTX-2, sebuah jet latih tingkat lanjut untuk AU Korea Selatan. Pesawat ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan Korsel akan pesawat latih canggih, untuk mengawaki pesawat tempur mereka. AU korsel sendiri memesan sebanyak hamper 100 buah pesawat ini. Tahun 2002, T/A-50 sukses melakukan terbang perdana. Dan pada desember 2003, T/A-50 seri produksi mulai diperkenalkan. Selanjutnya, pada april 2007, T/A 50 mulai masuk skadron operasional.
Selanjutnya, KAI mengembangkan T/A 50 menjadi pesawat tempur sejati, yang diberi kode F/A 50. AU korsel sendiri membutuhkan pesawat tempur ringan untuk mengganti armada F-5 dan A-37 yang sudah makin menua. Secara teknis, baik T-50 maupun F/A-50 tidak bias dibilang pesawat kacangan. Bahkan untuk F/A-50, pesawat ini nantinya akan memakai system radar canggih AESA.
Kelebihan lainnya, T/A-50 memiliki kokpit digital, dengan MFD selebar 127mm serta HUD yang disuplai oleh BAe System. Sementara pengendaliannya telah memakai sistem Fly by wire dan HOTAS.
Untuk kebutuhan navigasi, T/A 50 telah menggunakan system navigasi terkini. Ditambah lagi dengan radar AN/APG-67(V)4 multi-mode radar, yang dibuat oleh Lockheed Martin. Radar ini terutama ada pada versi LIFT (lead in fighter trainer).
Dan dengan mesin GE F404-GE-102, T/A 50 sanggup melesat hingga 1,5 kali kecepatan suara, dan ketinggian terbang maksimum 14.500 meter.
Untuk urusan senjata, terdapat 7 eksternal hardpoint. Satu terletak dibawah badan pesawat, 2 pada ujung sayap, dan sisanya pada sayap utama. Pada versi A-50 LIFT, juga terdapat intenal kanon dengan kalibet 20mm. Jenis senjata yang dibawa pun beragam, mulai dari Sidewinder, Maverick hingga bom.
JET TEMPUR NASIONAL
JIKA memang proyek ini benar adanya, sungguh sangat saying untuk dilewatkan. Dengan kerja sama ini, PT.DI bisa mengambil pengalaman dan teknologi produksi pesawat tempur canggih.
Untuk TNI-AU sendiri, pilihan untuk T/F/A- 50 sungguh masuk akal. Pasalnya dalam waktu dekat ini, TNI-AU harus memensiunkan armada F-5 serta Hawk Mk53. nah, T/F/A-50 ini bisa mengisi peran kedua pesawat tersebut. Untuk latih lanjut dan latih tempur gunakan T/A-50, sementara fighter ringan gunakan F-50. bahkan dengan system dan avionic yang mirip dengan F-16, F-50 juga bisa didaulat untuk mengganti pesawat tersebut.
Dengan demikian, maka program penyederhanaan rating/type pesawat TNI-AU bisa berjalan mulus. Sementara, regenerasi pilot juga berjalan lancar, karena menggunakan pesawat yang mirip.
Kesimpulannya, kita lihat betapa pintarnya Korsel dalam berbisnis. Dengan iming-iming produksi bersama, maka dagangannya bisa laku. Tapi benarkah akan laku, meski telah mengeluarkan segala jurus??? Kita lihat saja nanti….
**dari berbagai sumber
Secara perlahan tapi pasti, Industri senjata korea selatan makin menancapkan kukunya di Indonesia. Indonesia khususnya TNI-AL di tahun 80-an pernah membeli kapal serang cepat, Patrol Ship Killer kelas Mandau dari Korea selatan. Kemudian Korsel juga memasok senapan serbu ringan seperti K-1, K-3 kan K-7. di Udara, pesawat latih KT-1B telah menari-nari bersama TNI-AU sejak awal tahun 2000-an. lalu kemudian, Korsel membangun LPD pertama untuk TNI-AL dari kelas Tanjung dalpele (kini KRI dr.Suharso). kontrak rupanya berlanjut dengan pembangunan LPD kelas Makassar, dimana dari 4 yang dipesan, 2 diantaranya dibangun oleh PT.PAL melalu skema Transfer of Technology. Bahkan PT.PAL diperbolehkan melakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhan TNI-AL. karenanya LPD ke-tiga (KRI Banjarmasin) memiliki bentuk yang berbeda dengan LPD sebelumnya.
Kerja sama juga dilakukan dengan hibah Ranpur Amfibi bekas pakai Korsel, yang kini dioperasikan oleh Marinir TNI-AL. sementara, kapal selam TNI-AL juga kini sedang mengalami peningkatan kemampuan di negeri ginseng tersebut. Di matra darat, Korsel juga konon membantu PT.DI untuk merancang Panser kanon. Meski demikian, kelanjutan mengenai proyek ini belum dipublikasikan.
Dapat kita lihat disini, Korsel sangat agresif untuk menjual peralatan tempurnya. Kelebihannya disbanding Negara lain adalah, Korsel terkesan tidak pelit dalam hal bagi-bagi teknologi. Pasalnya Setiap kontrak yang terjadi selalu dibarengi dengan kerja sama produksi bersama.
T/A-50
Kembali ke proyek antara PT.DI dan KAI, besar kemungkinan jika proyek ini terwujud, pesawat yang akan menjadi basis produksi adalah KAI T/A-50. T/A-50 sendiri adalah pesawat latih lanjut canggih yang juga bisa berperan sebagai pesawat tempur ringan. Pada tahap lebih lanjut, T/A-50 dikembangkan menjadi F-50, sebuah pesawat tempur ringan sejati. KAI dalam melakukan proyek ini sendiri mendapat bantuan dari pabrikan Amerika Serikat, Lockheed Martin. Karenanya, bentuk T/A 50 mirip dengan F-16.
Pengembangan T/A-50 dimulai dengan proyek KTX-2, sebuah jet latih tingkat lanjut untuk AU Korea Selatan. Pesawat ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan Korsel akan pesawat latih canggih, untuk mengawaki pesawat tempur mereka. AU korsel sendiri memesan sebanyak hamper 100 buah pesawat ini. Tahun 2002, T/A-50 sukses melakukan terbang perdana. Dan pada desember 2003, T/A-50 seri produksi mulai diperkenalkan. Selanjutnya, pada april 2007, T/A 50 mulai masuk skadron operasional.
Selanjutnya, KAI mengembangkan T/A 50 menjadi pesawat tempur sejati, yang diberi kode F/A 50. AU korsel sendiri membutuhkan pesawat tempur ringan untuk mengganti armada F-5 dan A-37 yang sudah makin menua. Secara teknis, baik T-50 maupun F/A-50 tidak bias dibilang pesawat kacangan. Bahkan untuk F/A-50, pesawat ini nantinya akan memakai system radar canggih AESA.
Kelebihan lainnya, T/A-50 memiliki kokpit digital, dengan MFD selebar 127mm serta HUD yang disuplai oleh BAe System. Sementara pengendaliannya telah memakai sistem Fly by wire dan HOTAS.
Untuk kebutuhan navigasi, T/A 50 telah menggunakan system navigasi terkini. Ditambah lagi dengan radar AN/APG-67(V)4 multi-mode radar, yang dibuat oleh Lockheed Martin. Radar ini terutama ada pada versi LIFT (lead in fighter trainer).
Dan dengan mesin GE F404-GE-102, T/A 50 sanggup melesat hingga 1,5 kali kecepatan suara, dan ketinggian terbang maksimum 14.500 meter.
Untuk urusan senjata, terdapat 7 eksternal hardpoint. Satu terletak dibawah badan pesawat, 2 pada ujung sayap, dan sisanya pada sayap utama. Pada versi A-50 LIFT, juga terdapat intenal kanon dengan kalibet 20mm. Jenis senjata yang dibawa pun beragam, mulai dari Sidewinder, Maverick hingga bom.
JET TEMPUR NASIONAL
JIKA memang proyek ini benar adanya, sungguh sangat saying untuk dilewatkan. Dengan kerja sama ini, PT.DI bisa mengambil pengalaman dan teknologi produksi pesawat tempur canggih.
Untuk TNI-AU sendiri, pilihan untuk T/F/A- 50 sungguh masuk akal. Pasalnya dalam waktu dekat ini, TNI-AU harus memensiunkan armada F-5 serta Hawk Mk53. nah, T/F/A-50 ini bisa mengisi peran kedua pesawat tersebut. Untuk latih lanjut dan latih tempur gunakan T/A-50, sementara fighter ringan gunakan F-50. bahkan dengan system dan avionic yang mirip dengan F-16, F-50 juga bisa didaulat untuk mengganti pesawat tersebut.
Dengan demikian, maka program penyederhanaan rating/type pesawat TNI-AU bisa berjalan mulus. Sementara, regenerasi pilot juga berjalan lancar, karena menggunakan pesawat yang mirip.
Kesimpulannya, kita lihat betapa pintarnya Korsel dalam berbisnis. Dengan iming-iming produksi bersama, maka dagangannya bisa laku. Tapi benarkah akan laku, meski telah mengeluarkan segala jurus??? Kita lihat saja nanti….
**dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment